Sunday, February 14, 2016

FILSAFAT ISLAM DAN PENDIDIKAN

BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Ilmu pengetahuan itu membangun teori lewat pendidikan dan penelitian, dan Filsafat merupakan induk dari pengetahuan. Perkembangan filsafat Islam, nampak nyata setelah umat Islam – bangsa Arab muslim pada masa itu – berkomunikasi dengan dunia sekitarnya, berhubungan dengan peradaban dan kebudayaan bangsa-bangsa yang didudukinya serta menerima pengaruh dari padanya. Perkembangan filsafat tersebut dipercepat oleh kaum muslimin dengan adanya usaha penerjemahan berbagai  macam buku ilmu pengetahuan, terutama filsafat Yunani kedalam bahasa Arab. Namun, bukan berarti bahwa pemikiran-pemikiran filosofis belum dikenal sebelum itu. Sebelum masuknya isltilah filsafat dan filosof dalam dunia Islam, umat Islam telah mengenal istilah “al hikmah” dam usaha mencari al hikmah, mempunyai pengertian dasar yang sama dengan filsafat. Al Hakim, yang berarti orang yang memiliki al hikmah disebut juga sebagai filosof.[1]
Islam datang dengan membawa Al-Qur’an sebagai sumber dan dasarnya. Al-Qur’an juga disebut Al Hakim,[2] dan ini berarti bahwa AlQur’an adalah merupakan sumber dan perwujudan al hikmah atau filsafat dalam Islam. Al Qur’an juga menegaskan bahwa usaha untuk mencari al hikmah (berfilsafat) itu hanya mungkin dikerjakan oleh orang yang berakal. “Allah memberikan al hikmah kepada mereka yang menghendaki dan berusaha mencarinya, dan barang siapa yang memperoleh al hikmah, berarti telah memperoleh kebajikan dan kebijaksanaan yang banyak, tetapi hanya orang-orang yang berakal saja yang mampu berusaha mencari hikmah tersebut (berfilsafat)”[3]
Perihal pendidikan, menurut Islam Pendidikan adalah pemberi corak hitam putihnya pejalanan hidup seseorang. Ajaran islam menetapkan bahwa pendidikan merupakan salah satu kegiatan yang wajib hukumnya bagi pria dan wanita, dan berlangsung seumur hidup – semenjak dari buaian hingga ajal datang (Al-Hadis) – life long education.
Pendidikan mempunyai kedudukan sebagai bagian yang tak terpisahkan dengan hidup dan kehidupan umat manusia. Sebagaimana Dewey berpendapat bahwa : Pendidikan sebagai salah satu kebutuhan hidup ( a necessity of life), salah satu fungsi sosial ( a social function), sebagai bimbingan (as direction), sebagai sarana pertumbuhan (as means of growth), yang mempersiapkan dan membukakan serta membentuk disiplin hidup, lewat transmisi baik dalam bentuk informal, formal maupun nonformal. Bahkan lebih jauh Lodge mengatakan bahwa : Pendidikan dan proses hidup dan kehidupan manusia itu berjalan serempak, tidak terpisah satu sama lain – life is education, and education is life).
Dalam konteks filsafat islam, tidak jarang kita menuding kelompok tertentu sebagai “konservatif” dan kelompok lain sebagai “progresif”, seperti juga tidak jarang kita membagi umat muslim menjadi “tradisionalis” dan “modernis”. Banyak pemikir muslim yang cenderung mengorbankan filsafat demi keimanan mereka justru menelurkan argument-argumen filsafat yang lebih menarik daripada para pembela filsafat itu sendiri.
B.    RUMUSAN MASALAH
1.     Apakah pengertian filsafat dan pendidikan?
2.     Bagaimana  sistem filsafat dalam islam?
3.     Bagaimana perkembangan filsafat pendidikan Islam?
C.    TUJUAN
1.     Untuk memahami lebih luas pengertian filsafat dan pendidikan
2.     Untuk mengetahui sistem filsafat dalam Islam
3.     Untuk mengetahui perkembangan filsafat pendidikan Islam.











BAB II
PEMBAHASAN
1.     Pengertian Filsafat Islam dan Pendidikan
Philo yang artinya cinta, dan Sofia yang artinya kebijaksanaan, atau pengetahuan yang mendalam`. Jadi filsafat berarti ingin tahu dengan mendalam atau cinta terhadap kebijaksanaan.Filsafat menurut terminology adalah berfikir secara `sistematis, radikal dan universal,untuk mengetahui hakekat segala sesuatu yang ada, seperti hakekat alam, hakekat manusia,hakekat masyarakat, hakekat pendidikan dan lain-lain. Dengan demikian muncullah apa yang disebut filsafat alam, filsafat manusia, filsafat ilmu dan sebagainya.
Menurut  Prof. Dr. Harun Nasution , Filsafat berasal dari bahasa Yunani yang tersusun dari dua kata philien dalam arti cinta dan sophos dalam arti hikamat (wisdom) orang  Arab memindahkan kata Yunani philoophia kedalam bahasa mereka dengan menyesuaikannya dengan tabiat susunan kata-kata Arab, yaitu Falsafa dengan pola fa’ala, fa’lalah dan fi’lal. Dengan demikian kata benda dari kata kerja fasafa seharusnya menjadi falsafah atau filsaf. Selanjutnya kata filsafat yang banyak terpakai dalam bahasa Indonesia, menurut  Prif. Dr. Harun Nasution bukan bersal dari bahasa Arab falsafah dan bukan pula dari bahasa Barat Philosophy.
Dari pengertian secara etimologi,ia memberikan definisi filsafat sebagai  berikut:
● Pengetahuan tentang hikmah,
● Pengetahuan tentang prinsip atau dasar-dasar,
● Mencari kebenaran,
● Membahas dasar-dasar dari apa yang dibahas.

Ia berpendapat bahwa intisari filsafat ialah “berfikir menurut tata tertib (logika) dengan bebas tidak terikat pada tradisi, dogma serta agama) dan dengan sedalam-dalamnya sehingga sampai kedasar-dasar persoalannya”). Adanya pengertian atau definisi yang bermacam-macam itu terungkap juga oleh Drs. Sidi Gazalba, bahwa para filosof mempunyai definisi tentang filsafat sendiri-sendiri . Beberapa contoh definisi filsafat menurut beberapa para ahli, antara lain :
● Plato, Mengatakan bahwa filsafat tidaklah lain dari pada pengetahuan dari segala yang ada.
● Aristoteles, berpendapat bahwa kewajiban filsafat ialah  menyelidiki sebab dan asas segala benda. Dengan kata lain filsafat bersifat ilmu yang umum sekali.
● Alk Kindi, sebagi pemikir pertama dalam filsafat Islam yang memberikan pengertian filsafat dikalangan umat Islam membagi filsafat itu dalam tiga lapangan :
a.      Ilmu fisika (al ilmu al thobiiyyat), merupakan tingkatan terendah.
b.     Ilmu matematika (al ilmu al riyadi), tingkatan tengah.
c.      Ilmu ketuhanan (al ilmu rububiyyat), tingkatan tertinggi.
● Ibnu Sina, juga membagi filsafat dalam dua bagian, yaitu teori dan praktek, yang keduanya berhubungan dengan agama, dimana dasarnya terdapat dalam syari’at Tuhan, yang penjelasan dan kelengkapannya diperoleh dengan tenaga akal manusia.
Filsafat Islam berfikir secara sistematis,radikal dan universal tentang hakekat sesuatu berdasarkan ajaran Islam. Singkatnya filsafat Islam itu filsaafat yang berorientasi kepada Al Qur’an, mencari jawaban mengenai masalah-masalah asasi berdasarkan wahyu Allah. Suatu agama akan memegang proporsisi tertentu sebagai kebenaran berdasarkan factor-faktor yang sangat spesifik bagi agam tersebut yang tidak bisa digeneralisasi. Dasar-dasar pembuktian kebenaran agama dan filsafat sangat berbeda. Oleh karenanya, gagasan filsafat Islam tampak seperti oxymoron.[4]
Filsafat islam adalah filsafat yang member gema agama (islam) kedalam filsafat, khususnya filsafat yunani. Bagi sayyed hossein nasr filsafat islam justru filsafat yang bersumber dari sumber dasar islam, al-quran dan hadits. Dalam praktiknya, filsafat islam menjabarkan prinsip-prinsip dan menimba inspirasi dari kedua sumber tersebut sehingga menghasilkan corak filsafat yang secara prinsip berbeda, walaupun dalam tataran permukaan banyak persamaan dengan filsafat yunani sebagai akibat dari proses inklusivitas dan adaptasi kreatif. Karena bertumpu pada kedua sumber yang berupa wahyu itulah, H.Corbin menyebut filsafat islam sebagai La Philosophie prophetique (filsafat kenabian). Dengan demikian filsafat islam tidak bisa disederhanakan dengan sekedar filsafat yang lahir dan dikelola dalam dunia islam.
Mencari kearifan adalah makna dasar istilah filsafat (philo: cinta, dan Sophia: kearifan), yang sejatinya ada sejak zaman purba, setidaknya al-farabi dalam tahshil  al-sa’adab mencatat orang-orang kaldan (kawasan misopotamia) adalah pemilik purba tradisi filsafat yang diwarisi oleh orang-orang mesir lalu turun ke yunani.
Yang penting dicatat, dalam pandangan para filosof muslim, filsafat tetap sebagaimana makna dasarnya, cinta kearifan. Ia bertujuan mencari hakekat segala yang ada (wujud), tanpa harus membatasi pada usaha rasional, tapi lebih menekankan pada penggunaan segala sumber pengetahuan secara integrative, mulai dari potensi rasional, intuisi dan wahyu. Tapi secara konseptual, filsafat sebagai penjelasan tentang wujud, mengharuskan pembagian yang lebih banyak lagi karena munculnya pandangan-pandangan yang membentuk aliran tertentu.
Pengertian pendidikan yang diuraikan Soegarda Poerbakawatja dalam “Ensiklopedi Pendidikan” yaitu sebagai “semua perbuatan dan usaha dari generasi tua untuk mengalihkan pengetahuannya, pengalamannya, kecakapannya serta ketrampilannya (orang menamakan hal ini juga “mengalihkan “ kebudayaan) kepada generasi muda, sebagai usaha menyiapkannya agar dapat memenuhi fungsi hidupnya baik jasmaniah maupun rohaniah”. Dapat pula dikatakan pendidikan itu adalah usaha secara sengaja  dari orang dewasa untuk dengan pengaruhnya meningkatkan si anak ke kedewasaan yang selalu diartikan mampu memikul tanggung jawab moril dari segala perbuatannya.[5]
Kata pendidikan, dalam bahasa inggris “education” dalam bahasa arab disebut “tarbiyah” yang berasal dari kata dasar “rabba - yurobbi” yang berarti tumbuh dan berkembang. Naquib al-Attas berpendapat bahwa kata yang tepat untuk mewakili kata pendidikan adalah kata ta’dib. Sementara isltilah tarbiyah dinilainya terlalu luas, yakni mencakup pendidikan untuk hewan, tumbuh-tumbuhan dan sebagainya.
 Sedangkan ta’dib sasaran pendidikannya adalah manusia. Berbeda dengan Abdul Fattah Jalal berpendapat bahwa istilah yang lebih komprehensif untuk istilah pendidikan adalah isltilah ta’lim. Jalal beralasan bahwa kata ta’lim behubungan dengan pemberian bekal pengetahuan. Pengetahuan ini dalam islam mempunyai kedudukan yang tinggi, sebagaimana di jelaskan melalui kisah Nabi Adam yang diberi pengajaran (ta’lim) oleh Tuhan. Dengan sebab ini, para malaikat bersujud (menghormati) Nabi Adam (lihat Q.S. al-baqarah).
Sedangkan pandangan para ahli, salah satunya Ahmad D. Marimba, mengatakan bahwa ada lima unsur utama  dalam pendidikan, yaitu: (1) usaha (kegiatan)yang bersifat bimbingan, pimpinan atau pertolongan yang dilakukan secara sadar, (2) ada pendidik, pimpinan atau penolong, (3) ada yang dididik, (4)adanya  dasar dan tujuan dalam bimbingan, (5) dalam usaha itu ada alat-alat yang digunakan.
 Pemikiran dan kajian tentang pendidikan dilakukan oleh para ahli dalam berbagai sudut tinjauan  dan disiplin ilmu, seperti agama, filsafat, sosiologi, ekonomi, politik, sejarah dan antropologi. Sudut tinjauan ini menyebabkan lahirnya cabang ilmu pengetahuan kependidikan yang berpangkal dari sudut tinjauannya, yaitu pendidikan agama, filsafat pendidikan, sosiologi pendidikan, sejarah pendidikan, ekonomi pendidikandan sebagainya.
2.     Sistem Filsafat dalam Islam
Diantara ciri khusus sistem filsafat dalam Islam, adalah penggunaan Al Quran sebagai sumber filsafat dan pembimbing bagi kegiatan berfilsafat. Semua system yang menjadi pokok pengkajian dengan melalui pemikiran yang mendalam, teliti dan bebas selalu berkisah pada masalah, Yaitu Ontologi, Epistemologi dan Axiologi. Ontologi adalah teori tentang “ada”, yaitu tentang apa yang dipikirkan, yang menjadi objek filsafat. Epistemologi adalah teori pengetahuan, yaitu membahas tentang bagaimana cara mendapatkan pengetahuan dari objek yang ingin diketahui/dipikirkan. Sedangkan Axiologi adalah teori tentang nilai, yang membahas tentang nilai, manfaat atau fungsi sesuatu yang diketahui tersebut dalam hubungannya dengan keseluruhan apa yang di ketahui tersebut.[6]
Filsafat Islam sebagai suatu sistem kefilsafatan juga mengandung ketiga unsur tersebut. Perbedaan antara sistem filsafat pada umumnya dengan sistem filsafat Islam, adalah pada pandangannya yang “sarwa Islam”.
Dalam pandangan Islam,sebagaimana dijelaskan dalam Al Qur’an, bahwa pada hakikatnya manusia adalah “khalifah Allah di alam semesta ini”.[7]Allah menegaskan bahwa ketika manusia menjadi khalifah dibumi telah dilengkapi dengan dua kelengkapan, yaitu: (1) ditanamkan oleh Allah dalam diri manusia al asma’. Al Asma’ yaitu nama-nama yang kemudian kita kenal seperti sekarang ini sseperti: manusia, binatang, bumi, laut, gunung, kuda dan sebagainya. (2) diberi petunjuk (hidayah, bimbingan) oleh dalam menempuh kehidupan (melaksanakan tugas kekhalifahan) di alam.[8]) Diantara tugas kekhalifahan, adalah mengembangkan potensi pembawaan trsebut dialam, dalam kehidupan nyata.
Dalam mengembangkan Al Asma tersebut, manusia diberi petunjuk oleh Allah berupa aturan-aturan atau hukum-hukum yang diciptakan oleh Tuhan, baik yang tersurat dalam wahyu (Al Qur’an) maupun yang tersirat dialam (sunnatullah).
Diantara sebutan (Al Asma’) tuhan yang utama adalah Al Khaliq, artinya yang menciptakan. Ini berarti manusia diberi oleh Tuhan dengan sifat mencipta tersebut, yang harus dikembangkan sehingga manusia mempunyai sifat  kreatif.
Secara konkret dan praktis, kegiatan berfilsafat dalam dunia Islam bermula dan nempak dalam sistem pengambilan kebjaksanaan dengan jalan ijtihad. Ijtihad adalah usaha utuk mendapatkan kebenaran dan kebijaksanaan dengan menggunakan segenap daya akal pikiran dan potensi-potensi manusiawi lainnya. Sistem ijtihad inilah yang merupakan dasar-dasar  epistemology dalam filsafat Islam, yang kemudian dalam perkembangannya menimbukkan berbagai macam aliran pemikiran falsafati dalam dunia Islam.
Tumbuh kembangnya alam pikiran filsafati dalam dunia islam tersebut, disebabkan karena bberapa faktor, antara lain sebagaiman diungkapkan oleh M.M Syarif dalam “Muslim Thought, Its Origin and Achiement”, sebagai berikut:[9]
1.     Sumber Islam yang asli dan murni, yaitu ayat-ayat Al-Qur’an dan hadis-hadis Nabi yang mendorong dan memerintahkan utuk membaca, berpikir, bertafakkur dan sebagainya.
2.     Bersumber dari budaya dan pemikiran bangsa-bangsa yang kemudian masuk Islam. Maksudnya unsure-unsur budaya mereka, adat kebiasaan dan sistem pemikirannya tetap mereka pertahankan selama tidak bertentangan dengan sumber dasar Islam.
3.     Bahan terjemahan dari bahasa asing. Para filosofis Islam pada umumnya merupakan penterjemah, pengulas dan komentator serta pengembang yang bijaksana dari filsafat Yunani tersebut.
Dalam garis besarnya bentuk dan sistem filsafat yang berkembang dalam dunia Islam tersebut, sebagaimana dirirngkas oleh Ahmad Fuad al-Ahwany dalam “Al-Falsafah al-Islamiyah” adalah (1) Pemikiran-pemikiran falsafati dalam Ilmu Kalam, (2) Pemikiran-pemikiran falsafati dalam Tasawuf, (3) Pemikiran-pemikiran falsafati dalam Fiqh dan (4) Pemikiran-pemikiran falsafati dalam Ilmu Pengetahuan.[10]
Pembahasan ilmu Kalam berkembang tentang Allah dengan sifat-sifat-Nya. Dalam sistem filsafat pada umumnya, pembahasan tentang Tuhan dengan sifat-sifatnya disebut Theologia. Theologia dalam filsafat islam mempunyai cirri yang khas, karena dalam filsafat islam ada dua sumber kebenaran, yaitu wahyu dan akal pikiran (ra’yu). Dalam sistem ilmu kalam (theologia Islam) digunakan dalil-dalil nakli yang berupa penegasan-penegasan dari wahyu, dan dalil-dalil akli yaitu penggunaan akal pikiran. Tetapi dalam prakteknya, dalil-dalil akli lebih dominan dalam penggunaannya, karena berkembangnya ilmu kalam tersebut adalah dengan tujuan untuk mempertahankan filsafat Islam dari serangan dan rongrongan ajaran filsafat (theologia) lain. Disamping itu, untuk memahami maksud yang sebenarnya dari wahyu tidak mengkin tanpa menggunakan akal. Dengan demikian segi-segi filsafat dalm ilmu kalam lebih menonjol (dominan).
Tasawuf atau sufisme adalah sebutan bagi mysticism yang berkembang dalam dunia Islam. Intisari sufisme atau mysticism adalah kesadaran akan adanya komunikasi dan dialog antara roh manusia dengan Tuhan, dengan cara mengasingkan diri dan berkontemplasi.
Pada umumnya ajaran tasawuf berdasar pada pandangan filsafat bahwa alam adalah merupakan pencaran Tuhan dan pucak pancaran tersebut adalah manusia (filsafat emanasi). Dalam istilah tasawuf pemancaran Tuhan dalam alam disebut proses tajalli. Manusia sebagai puncak tajalli, berada di alam dunia ini,dan akan kembali menuju ke kesatuan wujud dengan Tuhan, ini dalam tasawuf disebut proses taraqqi. Ajaran Tasawuf mengajarkan bahwa untuk mencapai kesempurnaan taraqqi, manusia harus melalui tingkatan-tingkatan sebagai tangga menuju kepuncak taraqqi yaiut musyahadah/ittihad. Tingkatan-tingkatan dalam menuju ke kesempurnaan taraqqi, menurut tasawuf Isalam adalah syari’at, tharikat, hakikat dan ma’rifat
 Para pengulas filsafat Islam, menyatakan bahwa fiqh dengan sitem ijtihadnya yang disebut ushul fiqh tersebut merupakn bentuk awal dari filsafat Islam yang murni.[11] M. Hasbi As Shiddiqy, dalam “Falsafah hukum Islam”, mengemukakan salah satu definisi fiqh dalam Islam sebagai: “Hukum-hukum syara’ yang diperlukan kepada perenungan yang mendala, pemahaman yang ijtihad”. Pengertian fiqh mencakup apa yang dimaksudkan dengan “analisa bahasa” yang digunakan sebagai salah satu pendekatan atau metode filsafat masa kini.
Perkembangan ilmu pengetahuan dalam dunia Islam padoba masa jayanya tidak lepas dari pengaruh filsafat Yunani dan pemikiran-pemikiran tentang alam yang telah ada sebelumnya. Sebagaimana diketahui bahwa filsafat sebagai induk ilmu pengetahuan, telah berkembang dan bercabang-cabang menurut objeknya masing-masing. Cabang Filsafat yang mengkhususkan objeknya pada alam dan masalah-masalah alamiah, menimbulkan filsafat alamiah.
Selanjutnya Henry Margenan dan David Bergamini, dalam “the Scientist”, sebagaimana diolah oleh jujun S. Suriasumantri, telah mendaftar sederetan ilmu pengetahuan yang  dikembangkan sebagai hasil perkembangan pemikiran dan ilmiah ddi kalangan kaum Muslim yang kemudian secara berangsur berpindah kedunia Barat Sebagai berikut:
(1)  Dalam bidang Matematika: Teori Bilangan, Aljabar, Geometri Analit, Trigonometri.
(2)  Dalam bidang Fisika: Mekanika, Optika.
(3)  Dalam bidang Kimia: Al Kimia
(4)  Dalam bidang Astronomi: Mekaniaka benda langit
(5)  Dalam bidang Geologi: Geodesi, Mineralogi, Meteorologi.
(6)  Dalam bidang Biologi: Phisiologi, Anatomi, Botani dan Zoologi, Embriologi, Pathologi.
(7)  Dalam bidang Sosial: Politik.[12]
Pola berpikir empiris yang didunia Barat dikenal lewat tulisan Francis Bacon (1561-1626 M) dalam bukunya “Novum Organum” yang terbit dalam tahun 1620 M., semula berasal dari Sarjana-sarjana Islam.[13]Dari pola berpikir empiris inilah kemudian brkembang metode-metode ilmiah yang bersifat empiris, eksperimental, yang mengakibatkan terjadi perkembangan ilmu pengetahuan yang demikian pesatnya sebagaimana tejadi sekarang.
3.     Filsafat Pendidikan Islam
Sebagaimana diketahui bahwa manusia adalah sebagai khalifah Allah dialam. Sebagai khalifah manusia mendapat kuasa dan wewenang untuk melaksanakan pendidikan terhadap dirinya sendiri, dan manusiapun mempunyai potensi untuk melaksanakannya. Dengan demikian pendiddikan merupakan urusan hidup dan kehidupan manusia, dan merupakan tanggung jawab menusia sendiri.
Untuk dapat mendidik diri sendiri, pertama-tama manusia harus memahami dirinya sendiri. Manusia hidup dalam masyarakatnya, dimana ia harus menyesuaikan diri didalamnya. Manusia hidup bersama dengan hasil cipta rasa dan karsanya (kebudayaannya). Manusia hidup dengan kepercayaannya, dengan pengalaman pengetahuan yang diperoleh dalam proses hidupnya. Sementara itu dari masa ke masa, dari generasi ke generasi, Nampak bahwa alam lingkungannya berubah, berkembang, pengetahuan dan kebudayaannya pun berkembang, sehingga nilai-nilai pun berubah pula. Dan tanpa dilihat dengan nyata ternyata kualitas hidup dan kehidupannyapun berangsur-angsur berubah menuju pada kesempurnaan. Jadi, Manusia berhadapan dengan alam dan lingkungannya, dan manusia harus pula memahaminya.
Pendidikan merupakan problema hidup dan kehidupan manusia. Menurut konsep pendidikan dalam islam, bahwa pada hakikatnya manusia sebagai khalifah Allah dialam, manusia mempunyai potensi untuk memahami, menyadari dan kemudian merencanakan pemecahan problema hidup dan kehidupannya. Manusia memiliki tanggung jawab sendiri untuk mengatasi suatu problema yang ada pada kehidupannya sendiri. Dalam hal ini, islam menghendaki agar manusia melaksanakan dan menghadapi pendidikannya sendiri dengan lebih bertanggung jawab agar dapar berada tetap dalam kehidupan islami, kehidupan yang selamat, sejahtera, sentosa yang di ridhai Allah.
1.     Dasar-dasar Pendidikan
Yang dimaksud dengan dasar pendidikan adalah pandangan hidup yang melandasi seluruh aktifitas pendidikan. Karena dasar menyangkut masalah ideal dan fundamental, serta tidak mudah berubah. Kalau nilai-nilai sebagai pandangan hidup yang dijadikan dasar pendidikan bersifat relative dan temporal, maka pendidikan akan mudah terombang-ambing oleh kepentingan dan tuntutan sesaat yang bersifat teknis dan pragmatif.
Maka, sebuah dasar pendidikan harus sesuatu yang   bersifat filosofis. Filsafat pendidikan adalah fundamental untuk melahirkan praksis, pendapat ini dikemukakan oleh Winarno Surachman.
Dari sekian banyak nilai yang terkandung di dalam Al-Quran dan al-Hadits dapat diklasifikasikan kedalam nilai dasar atau instrinsik dan nilai instrumental. Nilai instrinsik adalah nilai yang ada dengan sendirinya bukan sebagai prasarana atau alat bagi nilai yang lain. Nilai yang dimaksud disini adalah nilai Tauhid atau lengkapnya iman Tauhid. Nilai ini tidak akan berubah menjadi instrumental karena kedudukannya paling tinggi.
Seluruh nilai yang masih tergolong dengan konteks Tauhid menjadi nilai Instrumental. Misalnya, kebahagiaan, kesejahteraan, dan kemajuan di satu saat merupakan nilai instrinsik, sedangkan kekayaan, ilmu pengetahuan dan jabatan merupakan nilai instrumental untuk menuju kebahagiaan.
Dengan dasar Tauhid, seluruh kegiatan pendidikan islam dijiwai oleh norma-norma ilahiyah dan sekaligus dimotivasi sebagai ibadah. Dengan ibadah pekerjaan pendidikan lebih bermakna, tidak hanya makna material tetapi juga makna spiritual.
Dalam pandangan Al-Quran dan Sunnah, masalah Tauhid adalah masalah yang pokok. Misalnya Ibnu Ruslan mengatakan bahwa yang pertama diwajibkan seseorang muslim adalah mengetahui tuhannya dengan penuh keyakinan. Tauhid yang transformative adalah tauhid yang berfungsi sebagai polisi rahasia dalam diri kita yang menyebabkan manusia selalu merasa diawasi dan dikendalikan oleh nilai-nilai yang berasal dari Tuhan, serta harus mempertanggung jawabkannya diakhirat nanti.
Pada dasarnya seluruh nilai dalam islam berpusat pada Tauhid(Teosentrisme). Namun perlu disadari bahwa pemusatan pada tuhan pada hakikatnya bukan untuk kepentingan Tuhan, tetapi sebaliknya justru untuk kepentingan manusia.
2.     Asas-asas Pendidikan
Pendidikan mempunyai asas-asas tempat ia tegak dalam materi, interaksi, inovasi, dan cita-citanya. Maksud dari asas-asas pendidikan adalah sejumlah ilmu yang secara fungsional sangat dibutuhkan untuk membangun konsep pendidikan termasuk pula dalam melaksanakannya.
Menurut Hasan Langgunung ada enam bidang ilmu yang dibutuhkan oleh pendidikan, antara lain :
1.     Ilmu Sejarah (Historis)
Fungsi dari Ilmu Sejarah ini untuk mempersiapkan sipendidik dengan hasil-hasil pengalaman masa lalu dengan undang-undang dan peraturan-peraturannya, batas-batas dan kekurangannya.
2.     Ilmu Sosial
Fungsi Ilmu Sosial ini sebagai pemberi kerangka budaya dari mana pendidikan itu bertolak dan bergerak, memindah budayaan memilih dan mengembangkannya.
3.     Ilmu Ekonomi
Berfungsi sebagai pemberi perspektif tentang potensi-potensi manusia dan keuangan, materi dan persiapan yang mengatur sumber-sumbernya dan bertanggung jawab terhadap anggaran belanjanya.
4.     Ilmu Politik
Berfungsi sebagai pemberi bingkai ideology dari mana ia bertolak untuk mencapai tujuan yang dicita-citakan dan rencana yang telah dibuat.
5.     Ilmu Psikologi
Berfungsi sebagai pemberi informasi tentang watak para pelajar, para guru, cara-cara bterbaik dalam praktek, memilih metode dan pendekatan, pencapaiian dan penilaian, pengukuran dan bimbingan.
6.     Ilmu Filsafat
Berfungsi sebagai sarana untuk memilih yang lebih baik, member arah suatu system, mengontrol, serta membri arah terhadap semua asas-asas yang lain.
Selain menggunakan kata asas-asas,dikalangan para ahli pendidikan islam juga ada yang mempergunakan kata prinsip-prinsip yang menjadi dasar pendidikan islam.
Omar Muhammad al-Toumy al-Syaibani menyebutkan adanya lima prinsip yang harus digunakan sebagai asas dalam membangun konsep pendidikan islam. Lima prinsip tersebut adalah :
1.     Prinsip padangan islam terhadap jagad raya
Mengandung uraian tentang kepercayaan yang mengatakan bahwa pendidikan adalah proses dan usaha mencari pengalaman dan perubahan yang diingini oleh tingkah laku, bahwa jagad raya sebagai sesuatu selain Allah, bahwa wujud yang mungkin ialah dengan materi dan ruh, bahwa jagad raya ini berubah dan berada dalam gerakan terus menerus, alam diciptakan oleh Allah SWT yang bersifat dengan segala sifat kesempurnaan.
2.     Prinsip pandangan islam terhadap manusia
Mengandung arti kepercayaan bahwa manusia adalah sebagai makhluk yang termulia dialam jagad raya. Ia adalah sebagai makhluk yang berfikkir, mempunyai tiga dimesi, yaitu badan, akal, dan ruh.
3.     Prinsip pandangan islam terhadap masyarakat
Berpandangan bahwa masyarakat adalah salah satu factor utama yang memberi pengaruh dalam pendidikan dan kerangka dimana berlangsung proses pendidikan, dan disitu juga berlakunya penentuan tujuan-tujuan, kurikulum metode dan alat-alat pendidikan.
4.     Prinsip pandangan islam terhadap ilmu pengetahuan
Prinsip ini berisikan perbincangan tentang sumber-sumber pengetahuan disamping pembahasan tentang penjenisan pengetahuan dalam falsafah islam dan falsafah pada umumnya. Asas ini juga mengharuskan kita untuk menelaah perkembangan ilmu pengetahuan di dunia islam serta pendapat para tokohnya.
5.     Prinsip pandangan islam terhadap akhlak
Dalam hubungannya dengan pendidikan antara lain berisi uraian tentang pengertian dan macam akhlak yang mulia, factor-faktor yang menyebabkan timbulnya akhlak yang mulia dan akhlak yang tercela, proses pembentukan akhlak yang mulia, menghilangkan akhlak yang tercela, hubungan akhlak dengan moral, etika, dan sopan santun.
Hal-hal yang berkaitan dengan dekatnya hubungan antara manusia dengan Tuhan, tentang kembali kepada Tuhan menimbulkan Ilmu Tasawuf, Ilmu Fiqih merupakan kodifikasi dari apa dan bagaimana nilai-nilai dan norma-norma kehidupan dan tingkah laku. Dan hal yang berkaitan tentang alam semesta dan hubungan manusia dengan alam semesta  dan lingkungannya, menghasilkan berbagai macam ilmu pengetahuan.
Ilmu-ilmu tersebut berhasil dikembangkan dalam dunia islam, dengan menggunakan metode Ijtihad. Ijtihad ialah menggunakan segenap daya akal dan petensi manusiawi lainnya untuk mencari kebenaran dan mengambil kebijaksanaan, dengan bimbingan Al-Quran dan Sunnah Nabi SAW.
Metode Ijtihad sebagai metode khas filsafat islam, memang telah mengalami perkembangan dan para ulama serta filosof islam menggunakannya secara bervariasi. Pada dasarnya Ijtihad bersumber pada Al-Quran sebagai wahyu Allah dan As-Sunnah sebagai penjelasan dan penjabarannya. Tetapi para ualam dan filosof islam berbeda-beda dalam cara penggunaannya sebagai sumber pemikiran dan Ijtihadnya. Perbedaan tersebut pada hakikatnya bersumber dari perbedaan dasar filosofis yang mendasarinya. Ulama dan filosof dari para kalangan Mu’tazilah misalnya, berpandangan bahwa hakikat Al-Quran adalah Makhluk, baru, sebagaimana alam lainnya. Alam berkembang, berubah dan kebenaran-kebenaran yang diperoleh manusia dari alam pun merupakan kebenaran relative sementara. Demikian sama dengan kebenaran dan pengetahuan yang di dapatkan dari Al-Quran pun merupakan kebenaran yang relative. Al-Sunnah sebagai penjabaran dari kebenaran Al-Quran (penafsiran) menunjukkan pada kebenaran dan kesesuaian dengan zamannya. Oleh karenanya penafsiran terhadap Al-Quran pun dapat berkembang. Sedangkan kalangan Ahlu Sunnahpada umumnya berpandangan bahwa hakikat Al-Quran adalah kalamullah yang qadim dan abadi. Dengan demikian kebenaran-kebenaran yang terdapat didalamnya adalah kebenaran yang abadi, kebenaran yang tak tersentuh akal pikiran manusia yang relative. Sebagai konsekuensi penafsiran Al-Quran dengan menggunakan akal pikiran adalah masalah tabu dan dilarang. Ijtihad hanya diperbolehkan selama tidak menyentuh hal-hal yang sudah tercantum dalam Al-Quran dan sudah dijelaskan dalam Al-Sunnah. Dikalangan ulama dan filosof dalam bidang fiqh pun berbeda-beda system ijtihadnya, yang menghasilkan kesimpulan hukum yang berbeda-beda pula. Demikian pula dikalangan ahli tasawuf, penggunaan system ijtihad yang berbeda, menghasilkan tarekat yang berbeda-beda pula.
Dari uraian diatas, Nampak jelas bahwa dalam filsafat islam telah berkembang metode-metode filosofis dan aliran-aliran filsafat yang beranekaragam, yang kesemuanya memberikan arah dan mempengaruhi jalannya pertumbuhan dan perkembangan umat islam, baik secara individual maupun secara ijtima’i. dalam kata lain metode dan system serta aliran filsafat islam ini sangat mempengaruhi jalannya pendidikan dikalangan umat islam.
Imam barnadib mengemukakan bahwa filsafat pendidikan islam bersifat tradisional dan kritis. Filsafat yang bersifat tradisional adalah filsafat sebagaimana adanya, sistematika, jenis dan alirannya sebagaimana dijumapi dalam sejarah. Berbeda dengan filsafat yang bersifat kritis, dapat disusun dan dilepaskan dari ikatan waktu (historis) dan usaha mencari jawab yang diperlukan dapat memobilisasikan berbagai aliran yang ada dan dicari dari masing-masing aliran, diambilnya dari jenis masalah yang bersangkutan dengan aliran tersebut.[14]
BAB III
         ANALISIS

Dalam makalah yang berjudul filsafat Islam dan pendidikan, penulis memperoleh data dari berbagai sumber. Antara lain dari buku karya Zuhairini, disebutkan bahwa dalam dunia filsafat, filsafat pendidikan merupakan suatu bentuk filsafat khusus, yaitu bagian dari filsafat Islaam, yang mengkhususkan obyek dan sasaran pembahasannya dalam bidang pendidikan. Filsafat pendidikan Islam merupakan penggunaan dan penerapanfilsafat Islam dalam dunia kependidikan.
Dengan demikian filsafat pendidikan Islam sebagai suatu system, selalu berkaitan dan sejalan dengan system induknya yaitu Filsafat Islam.
1.      
BAB IV
         PENUTUP
1.       KESIMPULAN
Filsafat pendidikan islam dapat diartikan sebagai  studi tentang pandangan filosofis dari  system dan aliran filsafat dalam islam terhadap masalah-maslah kependidikan dan bagaimana pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan perkembangan manusia muslim dan umat islam. Disamping itu juga merupakn studi tentang penggunaan dan penerapan metode dan system filsafat islam dalam memecahkann problematika pendidikan umat islam, dan selanjutnya memberikan arah dan tujuan yang jelas terhadap pelaksanaan pendidikan umat islam.

DAFTAR PUSTAKA

Nata, Abuddin. 2005. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Gaya Media Pratama.
Zuhairini. 1994. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.
Leaman, Oliver. 1999. Pengantar Filsafat Islam: Sebuah Pendekatan Tematis. Bandung: Mizan.
http//www.uin_alauddin.ac.id/download-13sukardi.20Deppung.pdf
Keterangan : Diakses pada Tanggal 07 Desember 2014 Pukul 21.30 WIB






[1] Ibrahim Anis, cs. : Al Mu’jam al wasith, Mathba’ah Angkasa, Jakarta, cet. Kedua, hlm. 190.
[2] Lihat AlQur’an, Surat :36 (Ya Sin), ayat 1-2.
[3] Lihat Alqu’an, Surat  : 2 (Al Baqrah), ayat 269                                                                                      
[4] Oxymoron secara harfiah berarti ungkapan yang mneggabungkan pengertian yang berlawanan, misalnya orang bijaksana yang bodoh atau orang gegabah yang teliti-peny.
[5] Sugarda Poerbakawatja, Ensiklopedi Pendidikan, Gunung Agung, Jakarta, 1976, hlm. 214.
[6] Jujun S. Suriasumantri, Ilmu dalam Perspektif, PT Gramedia Jakarta, 1982, hlm. 5
[7] Lihat Surat 2(Al Baqarah): 30; Surat 6 (Al An’am): 165
[8] Lihat Surat al ‘Ala ayat 1-3.
[9] M.M Syarif, Muslim Thout, its Origin and Achiement, terj. Fuad Moh. Fachruddin, CV. Diponegoro, Bandung, 1979,hlm. 28
[10] Ahmad Fuad Al Ahwany, Al Falsafah al Islamiyah, Wizarah al Taaqafah wa al Irsyad, Al Kohrah, 1962, hlm. 9
[11] Omar Amin Husein, Filsafat Islam, Bulan Bintang,  Jakarta, 1975, hlm. 215.
[12] Jujun S. Suriasumantri,op. cit., hlm. 14-15.
[13] Jujun S. Suriasumantri, op. cit., hlm. 10
[14] Imam Barnadib, filsafat pendidikan (pengantar mengenai system dan metode) Yayasan penerbit FIK IKP Yogyakarta, 1982, Hal. 89.