Tuesday, February 16, 2016

KOMPETENSI PAEDAGOGIK


A.    PENDAHULUAN
            Makhluk paedagogik  ialah makhluk Allah SWT yang dilahirkan membawa potensi dapat dididik dan mendidik. Makhluk itu adalah manusia. Dialah yang memiliki potensi dapat dididik dan mendidik sehingga mampu menjadi khalifah di bumi, pendukung dan pengembang kebudayaan. Ia dilengkapi dengan fitrah Allah SWT, berupa bentuk atau wadah yang dapat diisi dengan berbagai kecakapan dan ketrampilan yang dapat berkembang sesuai dengan kedudukannya sebagai makhluk yang mulia. Fikiran, perasaan dan kemampuannya berbuat merupakan komponen dari fitrah itu.[1]
            Guru adalah orang yang memberikan suatu ilmu atau kepandaian tertentu kepada seseorang atau sekelompok orang.maka untuk menjadi seorang guru harus memiliki keahlian khusus, pengetahuan, kemampuan dan dituntut untuk dapat melaksanakan peranan-peranannya secara profesional yang dalam tugasnya guru tidak hanya mengajar, melatih tetapi juga mendidik. Untuk dapat melaksanakan perannya tersebut guru harus mempunyai kompetensi sebagai modal dasar dalam mengemban tugas dan kewajibannya.[2]
            Empat kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru yaitu kompetensi paedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional. Di dalam makalah ini akan membahas tentang kompetensi paedagogik yang berisi kemampuan mengelola pembelajaran,
B.    PENGERTIAN KOMPETENSI PAEDAGOGIK
Kompetensi paedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.[3] Merujuk kepada Rancangan Peraturan Pemerintah atau RPP Guru No. 8 tahun 2005, kompetensi paedagogik merupakan kemampuan guru dalam pengelolaan pembelajaran peserta didik sekurang-kurangnya meliputi hal-hal sebagai berikut:
a.      Pemahaman wawasan atau landasan kependidikan
b.     Pemahaman terhadap peserta didik
c.      Pengembangan kurikulum/ silabus
d.     Perancangan pembelajaran
e.      Pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis
f.      Pemanfaatan teknologi pembelajaran
g.     Evaluasi hasil belajar (EHB)
h.     Pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.[4]
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 Pasal 3 ayat 4 ditetapkan bahwa kompetensi pedagogik adalah kemampuan guru dalam pengelolaan pembelajaran peserta didik. Dalam kompetensi pedagogik, minimal guru harus memiliki delapan kemampuan, yaitu pemahaman wawasan atau landasan kependidikan, pemahaman terhadap peserta didik, pengembangan kurikulum atau silabus, perancangan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis, pemanfaatan teknologi pembelajaran, evaluasi hasil belajar, serta pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.[5]
C.    KEMAMPUAN MENGELOLA PEMBELAJARAN
Secara pedagogis, kompetensi guru-guru dalam mengelola pembelajaran perlu mendapat perhatian yang serius. Freire mengungkapkan bahwa proses pembelajaran, yakni hubungan guru dengan peserta didik di semua tingkatan identik dengan watak bercerita. Peserta didik dipandang sebagai bejana yang siap diisi air (ilmu) oleh gurunya. Oleh karena itu, pembelajaran nampak seperti sebuah kegiatan menabung, peserta didik sebagai “celengan” dan guru sebagai “penabung”.[6]
Sebagai jawaban atas pendidikan gaya bank tersebut, Freire menawarkan model pendidikan dan pembelajaran dialogis, yang disebutnya sebagai proses penyadaran. Sehubungan dengan itu, guru dituntut untuk memiliki kompetensi yang memadai dalam mengelola pembelajaran dan mengubah paradigma pembelajaran gaya bank menjadi pembelajaran yang dialogis dan bermakna.[7]
Secara operasional, kemampuan mengelola pembelajaran menyangkut tiga fungsi manajerial, yaitu:[8]
1.     Perencanaan menyangkut penetapan tujuaa, dan kompetensi, serta memperkirakan cara mencapainya.
2.     Pelaksanaan atau sering juga disebut implementasi adalah proses yang memberikan kepastian bahwa proses belajar mengajar telah memiliki sumber daya manusia dan sarana prasarana yang diperlukan, sehingga dapat membentuk kompetensi dan mencapai tujuan yang diinginkan.
3.     Pengendalian atau ada juga yang menyebut evaluasi dan pengendalian, bertujuan menjamin kinerja yang dicapai sesuai dengan rencana atau tujuan yang telah ditetapkan.
Kemampuan mengelola pembelajaran dapat dianalisis ke dalam beberapa kompetensi yang mencakup sub-sub bab berikut ini.
a.      Wawasan Kependidikan
Guru harus memiliki wawasan kependidikan yang luas dan dalam. Wawasan yang luas dan mendalam akan memudahkan guru untuk mengambil keputusan yang tepat dalam menentukan tindakan pendidikan. Keputusan yang tepat akan meminimalisasi kesalahan guru (malpraktik) dalam menangani peserta didiknya. Setidaknya ada enam subkomponen kompetensi wawasan yang harus dikuasai oleh guru, yaitu:[9]
1)     Memahami landasan kependidikan.
2)     Memahami kebijakan pendidikan.
3)     Memahami tingkat perkembangan siswa.
4)     Memahami pendekatan pembelajaran yang sesuai materi pembelajaran.
5)     Menerapkan kerjasama dalam pekerjaan.
6)     Memanfaatkan kemajuan IPTEK dalam pendidikan.

b.     Pemahaman terhadap Peserta Didik
Dua hal yang harus dipahami guru dari peserta didiknya untuk memahami karakteristik peserta didik, yaitu:
1)     Kecakapan Peserta Didik
Guru tidak boleh menyamakan semua peserta didiknya. Masing-masing peserta didik memiliki keunikan yang berbeda sekaligus kemampuan yang berbeda. Dibutuhkan kesabaran dan kemampuan guru dalam mencari solusi atas permasalahan tersebut.[10]
Setiap individu memiliki kecakapan nyata yang merupakan hasil belajar. Kecakapan itu ialah kecerdasan. Tingkat kecerdasan manusia yang digolongkan berdasarkan IQ-nya meliputi genius, sangat unggul, unggul, di atas rata-rata, rata-rata, di bawah rata-rata, bodoh, debil, embisil, dan idiot. Craig dkk. Menyebut ciri-ciri anak genius sebagai berikut:[11]
a)     Belajar dengan cepat dan mudah.
b)     Mempertahankan (menyimpan) apa yang dipelajari.
c)     Menunjukkan rasa ingin tahu.
d)     Memiliki perbendaharaan kata yang baik, mampu membaca dengan baik, dan menyenangi kegiatan tersebut.
e)     Memiliki kemampuan berpikir logis, membuat generalisasi, dan melihat hubungan-hubungan.
f)      Lebih sehat dan lebih mampu menyesuaikan diri dari pada anak-anak keompok normal.
g)     Mencari teman yang lebih tua.
Anak yang idiot adalah anak yang tidak dapat dilatih atau dididik. IQ-nya paling rendah, yaitu di bawah dua puluh lima. Di atas idiot adalah anak embisil, dapat dididik dan dilatih untuk mengurus kegiatan rutin yang sederhana. IQ-nya antara dua puluh lima sampai empat puluh sembilan. Kemudian di atas embisil adalah debil. Anak debil memiliki keterbatasan atau keterlambatan mental. Mereka dapat didik, dapat belajar membaca, menulis, menghitung sederhana, dan dapat mengembangkan kecakapan bekerja secara terbatas.[12]
2)     Kepribadian Peserta Didik
Setiap peserta didik memiliki kepribadiannya masing-masing. Guru hendaknya mengidentifikasi kepribadian tersebut agar dapat melakukan tindakan pendidikan yang mendorong pada kepriadian yang sehat. Ciri-ciri kepribadian yang sehat antara lain:[13]
a)     Mampu menilai diri sendiri secara realistis.
b)     Mampu menilai situasi secara realistis.
c)     Mampu menilai prestasi yang diperoleh secara realistis.
d)     Menerima tanggung jawab.
e)     Mandiri.
f)      Dapat mengontrol emosi.
g)     Berorientasi tujuan.
h)     Berorientasi ke luar (ekstrovert).
i)      Penerimaan sosial.
j)      Memiliki filsafat hidup.
k)      Berbahagia.
Kepribadian yang sehat perlu diberi penguatan agar kukuh tidak tergoyahkan oleh kerasnya persoalan hidup. Lebih lanjut, peserta didik yang menunjukkan kepribadian yang tidak sehat perlu dibina oleh guru dengan berbagai upaya pendidikan dan pelatihan.[14]
Berdasarkan uraian di atas, dapat dipahami bahwa setiap individu memilikikeunikan karena mempunyai kecakapan dan kepribadian yang berbeda-beda. Oleh karena itu, dalam pembelajaran seyogyanya guru memerhatikan aspek kecakapan dan kepribadian dalam menentukan: (1) kurikulum; (2) sistem pengajaran, penilaian; (3) beban belajar; (4) populasi siswa dalam kelas.[15]
c.      Pengembangan Kurikulum atau Silabus
Kurikulum merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran, serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tersebut.[16] Asep Herry Hermawan dkk mengemukakan lima prinsip dalam pengembangan kurikulum, yaitu:[17]
1)     Prinsip relevansi; secara internal bahwa kurikulum memiliki relevansi di antara komponen-komponen kurikulum (tujuan, bahan, strategi, organisasi dan evaluasi). Sedangkan secara eksternal bahwa komponen-komponen tersebutmemiliki relevansi dengan tuntutan ilmu pengetahuan dan teknologi (relevansi epistomologis), tuntutan dan potensi peserta didik (relevansi psikologis) serta tuntutan dan kebutuhan perkembangan masyarakat (relevansi sosilogis).
2)     Prinsip fleksibilitas; dalam pengembangan kurikulum mengusahakan agar yang dihasilkan memiliki sifat luwes, lentur dan fleksibel dalam pelaksanaannya, memungkinkan terjadinya penyesuaian-penyesuaian berdasarkan situasi dan kondisi tempat dan waktu yang selalu berkembang, serta kemampuan dan latar bekang peserta didik.
3)     Prinsip kontinuitas; yakni adanya kesinambungandalam kurikulum, baik secara vertikal, maupun secara horizontal. Pengalaman-pengalaman belajar yang disediakan kurikulum harus memperhatikan kesinambungan, baik yang di dalam tingkat kelas, antar jenjang pendidikan, maupun antara jenjang pendidikan dengan jenis pekerjaan.
4)     Prinsip efisiensi; yakni mengusahakan agar dalam pengembangan kurikulum dapat mendayagunakan waktu, biaya, dan sumber-sumber lain yang ada secara optimal, cermat dan tepat sehingga hasilnya memadai.
5)     Prinsip efektivitas; yakni mengusahakan agar kegiatan pengembangan kurikulum mencapai tujuan tanpa kegiatan yang mubazir, baik secara kualitas maupun kuantitas.
Silabus adalah rencana pembelajaran pada suatu dan/atau kelompok mata pelajaran/tema tertentu yang mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar, materi/pokok pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian, alokasi waktu, dan sumber belajar. Prinsip pengembangan silabus mencakup sebagai berikut:[18]
1)     Ilmiah; keseluruhan materi dan kegiatan yang menjadi muatan dalam silabus harus benar dan dapat dipertanggungjawabkan secara keilmuan.
2)     Relevan; cakupan, kedalaman, tingkat kesukaran, dan urutan penyajian materi dalam silabus sesuai dengan tingkat perkembangan fisik, intelektual, sosial, emosional, dan spiritual peserta didik.
3)     Sistematis; komponen-komponen silabus saling berhubungan secara fungsional dalam mencapai kompetensi.
4)     Konsisten; adanya hubungan yang konsisten antara kompetensi dasar, indikator, materi pokok pembelajaran, pengalaman belajar, sumber belajar, dan sistem penilaian.
5)     Memadai; cakupan indikator, materi pokok pembelajaran, pengalaman belajar, sumber belajar, dan sistem penilaian cukup untuk menunjang pencapaian kompetensi dasar.
6)     Aktual dan kontekstual; cakupan indikator, materi pokok pembelajaran, pengalaman belajar, sumber belajar, dan sistem penilaian memerhatikan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dan seni mutakhir dalam kehidupan nyata dan peristiwa yang terjadi.
7)     Fleksibel; keseluruhan silabus dapat mengakomodasi keragaman peserta didik, pendidik, serta dinamika perubahan yang terjadi di sekolah dan tuntutan masyarakat.
8)     Menyeluruh; komponen silabus mencakup seluruh ranah kompetensi, yaitu ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik.
d.     Perancangan Pembelajaran
Perancangan pembelajaran sedikitnya mencakup tiga kegiatan, yaitu:[19]
1)     Identifikasi Kebutuhan
Pada tahap ini, eloknya guru melibatkan peserta didik untuk mengenali, menyatakan dan merumuskan kebutuhan belajar, sumber-sumber yang tersedia dan hambatan yang mungkin dihadapi dalam kegiatan pembelajaran untuk memenuhi kebutuhan belajar.
2)     Identifikasi Kompetensi
Kompetensi yang jelas akan memberi petunjuk yang jelas pula terhadap materi yang harus dipelajari, penetapan metode dan media pembelajaran, serta memberi petunjuk terhadap penilaian. Oleh karena itu, setiap kompetensi harus merupakan perpaduan dari pengetahuan, keterampilan, nilai, dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak (thinking skill).
3)     Penyusunan Program Pembelajaran
Penyusunan program pembelajaran akan bermuara pada rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), sebagai produk program pembelajaran jangka pendek, yang mencakup komponen program kegiatan belajar dan proses pelaksanaan program.

e.     Pelaksanaan Pembelajaran yang Mendidik dan Dialogis
Kegagalan pelaksanaan pembelajaran sebagian besar disebabkan oleh penerapan metode pendidikan konvensional, anti dialog, proses penjinakkan, pewarisan pengetahuan, dan tidak bersumber pada realitas masyarakat. Pelaksanaan pembelajaran harus berangkat dari proses dialogis antar sesama subjek pembelajaran, sehingga melahirkan pemikiran kritis dan komunikasi. Umumnya pelaksanaan pembelajaran mencakup tiga hal:[20]
1)     Pre Tes (tes awal)
Fungsi pre tes antara lain:
a)     Menyiapkan peserta didik dalam proses belajar
b.)   Mengetahui tingkat kemajuan peserta didik
c.)   Mengetahui kemampuan awal yang telah dimiliki peserta didik
d.)   Mengetahui dari mana seharusnya proses pembelajaran dimulai
2)     Proses
Proses dimaksudkan sebagai kegiatan inti dari pelaksanaan pembelajaran dan pembentukan kompetensi peserta didik. Pembelajaran dan pembentukan kompetensi dikatakan berhasil dan berkualitas apabila seluruhnya atau setidak-tidaknya sebagian besar (75%) peserta didik terlibat secara aktif, baik fisik, mental, maupun sosial dalam proses pembelajaran, di samping menunjukkan gairah belajar yang tinggi, nafsu belajar yang besar, tumbuhnya rasa percaya diri.
3)     Post Tes
Fungsi post tes antara lain:
a)     Mengetahui tingkat penguasaan peserta didik terhadap kompetensi yang telah ditentukan, baik secara individu maupun kelompok.
b)     Mengetahui kompetensi dasar dan tujuan-tujuan yang dapat dikuasai oleh peserta didik, serta kompetensi dasar dan tujuan-tujuan yang belum dikuasainya.
c)     Mengetahui peserta didik yang perlu mengikuti kegiatan remidial maupun pengayaan serta mengetahui tingkat kesulitan belajar.
d)     Sebagai bahan acuan untuk melakukan perbaikan terhadap proses pembelajaran dan pembentukan kompetensi peserta didik yang telah dilaksanakan, baik terhadap perencanaan, pelaksanaan, maupun evaluasi.
f.      Pemanfaatan Teknologi Pembelajaran
Penggunaan teknologi dalam pendidikan dan pembelajaran (e-learning) dimaksudkan untuk memudahkan atau mengefektifkan kegiatan pembelajaran. Dalam hal ini, guru dituntut untuk memiliki kemampuan menggunakan dan mempersiapkan materi pembelajaran dalam suatu sistem jaringan komputer yang dapat diakses oleh peserta didik. Oleh karena itu, seyogyanya guru dan calon guru dibekali dengan berbagai kompetensi yang berkaitan dengan penggunaan teknologi informasi dan komunikasi sebagai teknologi pembelajaran.[21]
g.     Evaluasi Hasil Belajar
Evaluasi hasil belajar dilakukan untuk mengetahui perubahan perilaku dan pembentukan kompetensi peserta didik, yang dapat dilakukan dengan:[22]
1.)   Penilaian Kelas
Penialaian kelas dilakukan dengan ulangan harian, ulangan umum, dan ulangan akhir. Penilaian kelas dilakukan oleh guru untuk mengetahui kemajuan dan hasil belajar peserta didik, mendiagnosa kesulitan belajar, memberikan umpan balik, memperbaiki proses pembelajaran dan pembentukan kompetensi peserta didik, serta menetukan kenaikan kelas.
2.)   Tes Kemampuan Dasar
Tes kemampuan dasar dilakukan untuk mengetahui kemampuan membaca, menulis, dan berhitung yang diperlukan dalam rangka memperbaiki program pembelajaran (program remidial). Tes kemampuan dasar dilakukan pada setiap tahun akhir kelas III.
3.)   Penilaian Akhir Satuan Pendidikan dan Sertifikasi
Pada setiap akhir semester dan tahun pelajaran diselenggarakan kegiatan penilaian guna mendapatkan gambaran secara utuh dan menyeluruh mengenai ketuntasan belajar peserta didik dalam satuan waktu tertentu. Untuk keperluan sertifikasi, kinerja, dan hasil belajar yang dicantumkan dalam Surat Tanda Tamat Belajar tidak semata-mata didasarkan atas hasil penilaian pada akhir jenjang sekolah.
4.)   Benchmarking
Benchmarking merupakan suatu standar untuk mengukur kinerja yang sedang berjalan, proses, dan hasil untuk mencapai suatu keunggulan yang memuaskan. Ukuran keunggulan dapat ditentukan di tingkat sekolah, daerah, atau nasional. Penilaian dilaksanakan secara berkesinambungan sehingga peserta didik dapat mencapai satuan tahap keunggulan pembelajaran yang sesuai dengan kemampuan usaha dan keuletannya.
Untuk dapat memperoleh data dan informasi tentang pencapaian benchamarking tertentu dapat diadakan penilaian secara nasional yang dilaksanakan pada akhir satuan pendidikan. Hasil penilaian tersebut dapat dipakai untuk memberikan peringkat kelas dan tidak untuk memberikan nilai akhir peserta didik. Hal ini dimaksudkan sebagai salah satu dasar pembinaan guru dan kinerja sekolah.
5.)   Penilaian program
Penilaian program dilakukan oleh Departemen Pendidikan Nasional dan Dinas Pendidikan secara kontinu dan berkesinambungan. Penilaian program dilakukan untuk mengetahui kesesuaian kurikulum dengan dasar, fungsi, dan tujuan pendidikan nasional, serta kesesuaiannya dengan tuntutan perkembangan masyarakat, dan kemajuan zaman.
h.     Pengembangan Peserta Didik
Pengembangan peserta didik merupakan salah satu dari kompetensi paedagogis yang harus dimiliki oleh seorang guru. Pengembangan peserta didik merupakan kegiatan yang bertujuan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat, dan minat sesuai dengan kondisi sekolah. Disini sangat dibutuhkan peran guru dalam mengoptimalkan kegiatan ekskul agar berjalan efektif dan sesuai dengan minat dan bakat peserta didik. Guru juga perlu memfasilitasi pengayaan bagi peserta didik yang telah menguasai kompetensi tertentu dan memfasilitasi kegiatan remedial bagi peserta didik yang hasil belajarnya dibawah standar. Kegiatan tersebut harus dibarengi dengan pelayanan bimbingan dan konseling agar peserta didik menemukan masalah dalam dirinya dan mampu mencari solusi yang tepat.[23]
1)     Kegiatan ekstrakurikuler
Kegiatan ekstrakurikuler adalah kegiatan yang secara tidak langsung dapat menunjang kegiatan pembelajaran di kelas. Sekolah dapat mengembangkan berbagai macam kegiatan untuk peserta didiknya sesuai dengan kondisi lingkungan dan kebutuhan sekolah. Kegiatan ini banyak ragamnya, diantaranya paskibra, pramuka, PKS, rohis, kesenian, paduan suara, pecinta alam dan lain-lain. Dalam kegiatan ini peserta didik dapat mengembangkan bakat-bakat yang terpendam dan dapat melatih keterampilan serta beraktualisasi diri. Oleh karena itu, peserta didik harus didorong untuk aktif dalam kegiatan ekstra supaya mereka dapat mngembangkan potensinya menjadi suatu kelebihan.[24]
2)     Pengayaan dan Remidial
Program ini merupakan pelengkap dan penjabaran dari program mingguan dan harian. Berdasarkan hasil analisis terhadap kegiatan belajar, dan terhadap tugas-tugas, hasil tes, dan ulangan dapat diperoleh tingkat kemampuan belajar setiap peserta didik.
Sekolah perlu memberikan perlakuan khusus terhadap peserta didik yang mendapat kesulitan belajar melalui kegiatan remedial. Peserta didik yang cemerlang diberikan kesempatan untuk tetap mempertahankan kecepatan belajarnya melalui kegiatan pengayaan. Kedua program itu dilakukan oleh sekolah karena lebih mengetahui dan memahami kemajuan belajar setiap peserta didik.
3)     Bimbingan dan Konseling
Bimbingan dan konseling merupakan dua istilah yang sering dirangkaikan bagaikan kata majemuk. Hali ini mengisyaratkan bahwa kegiatan bimbingan acap kali dilanjutkan dengan kegiatan konseling. Bimbingan atau guidance berarti meberi informasi, mengarahkan, atau menuntun kesuatu tujuan. Pelayanan bimbingan dapat diartika sebagai proses pemberian bantuan secara berkesinambungan kepada individu agar yang bersangkutan dapat mengarahkan dan mengembangkan dirinya seoptimal mungkin, menggunakan kebebasannya secara dewasa dengan berpedoman pada cita-cita yang mewujudkan semua potensi yang baik dan menyelesaikan tugas hidupnya secara memuaskan.[25]
Konseling berasal dari kata counsel, yang memiliki makna berbeda yang apabila dirangkai dengan kata tertentu. To obtain counsel berarti nasihat, to give counsel berarti anjuran, dan to take counsel berarti pembicaraan. Konseling dapat diartikan sebagai serangkaian kegiatan tatap muka seorang konselor dengan seseorang (clien) supaya ia dapat lebih baik memahami diri[26]nya berkaitan dengan masalah hidup yang dihadapi pada waktu itu dan yang akan datang.




[1] Moh Roqib & Nurfuadi, Kepribadian Guru (Yogyakarta: Grafindo Litera Media, 2009). Hlm. 119.
[2]  Sama.... hlm. 118.
[3]  Hamid Darmadi, Kemampuan Dasar Mengajar (Bandung: Alfabeta. CV, 2010). Hlm. 31.
[4]  Abdorrakhman Gintings, Esensi Praktis Belajar dan Pembelajaran (Bandung: Humaniora, 2010). Hlm. 12.
[5] Barnawi dan Mohammad Arifin, Etika dan Profesi Kependidikan, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2012), h. 121-122.
[6] Mulyasa, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya: 2007), h.75-76.
[7] Mulyasa, Standar Kompetensi..., h. 76-77.
[8] Mulyasa, Standar Kompetensi..., h.77-78.
[9] Barnawi dan Mohammad Arifin, Etika dan Profesi..., h. 122.
[10] Barnawi dan Mohammad Arifin, Etika dan Profesi..., h. 126.
[11] Mulyasa, Standar Kompetensi..., h. 82.
[12] Barnawi dan Mohammad Arifin, Etika dan Profesi..., h. 129.
[13] Barnawi dan Mohammad Arifin, Etika dan Profesi..., h. 129.
[14] Barnawi dan Mohammad Arifin, Etika dan Profesi..., h. 130.
[15] Barnawi dan Mohammad Arifin, Etika dan Profesi..., h. 130.
[16] Barnawi dan Mohammad Arifin, Etika dan Profesi..., h. 131.
[18] Barnawi dan Mohammad Arifin, Etika dan Profesi..., h. 131-132.
[19] Mulyasa, Standar Kompetensi..., h. 100-102.
[20] Mulyasa, Standar Kompetensi..., h. 102-106.
[21] Mulyasa, Standar Kompetensi..., h. 107.
[22] Mulyasa, Standar Kompetensi..., h. 108-111.
[23] Barnawi dan Mohammad Arifin, Etika dan Profesi Kependidikan (Jogjakarta: Ar-ruzz media, 2012). Hlm. 137.
[24] Barnawi dan Mohammad Arifin, Etika..., hlm. 137-138.
[25] Barnawi dan Mohammad Arifin, Etika..., hlm. 143.
[26] Barnawi dan Mohammad Arifin, Etika..., hlm. 144.