A.
PENDAHULUAN
Makhluk
paedagogik ialah makhluk Allah SWT yang
dilahirkan membawa potensi dapat dididik dan mendidik. Makhluk itu adalah
manusia. Dialah yang memiliki potensi dapat dididik dan mendidik sehingga mampu
menjadi khalifah di bumi, pendukung dan pengembang kebudayaan. Ia dilengkapi
dengan fitrah Allah SWT, berupa bentuk atau wadah yang dapat diisi dengan
berbagai kecakapan dan ketrampilan yang dapat berkembang sesuai dengan
kedudukannya sebagai makhluk yang mulia. Fikiran, perasaan dan kemampuannya
berbuat merupakan komponen dari fitrah itu.[1]
Guru adalah orang
yang memberikan suatu ilmu atau kepandaian tertentu kepada seseorang atau
sekelompok orang.maka untuk menjadi seorang guru harus memiliki keahlian
khusus, pengetahuan, kemampuan dan dituntut untuk dapat melaksanakan
peranan-peranannya secara profesional yang dalam tugasnya guru tidak hanya
mengajar, melatih tetapi juga mendidik. Untuk dapat melaksanakan perannya
tersebut guru harus mempunyai kompetensi sebagai modal dasar dalam mengemban
tugas dan kewajibannya.[2]
Empat kompetensi
yang harus dimiliki oleh seorang guru yaitu kompetensi paedagogik, kompetensi
kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional. Di dalam makalah
ini akan membahas tentang kompetensi paedagogik yang berisi kemampuan mengelola pembelajaran,
B. PENGERTIAN KOMPETENSI PAEDAGOGIK
Kompetensi paedagogik adalah kemampuan mengelola
pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik,
perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan
pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang
dimilikinya.[3] Merujuk kepada Rancangan Peraturan Pemerintah
atau RPP Guru No. 8 tahun 2005, kompetensi paedagogik merupakan kemampuan guru
dalam pengelolaan pembelajaran peserta didik sekurang-kurangnya meliputi
hal-hal sebagai berikut:
a.
Pemahaman
wawasan atau landasan kependidikan
b.
Pemahaman
terhadap peserta didik
c.
Pengembangan
kurikulum/ silabus
d.
Perancangan
pembelajaran
e.
Pelaksanaan
pembelajaran yang mendidik dan dialogis
f.
Pemanfaatan
teknologi pembelajaran
g.
Evaluasi
hasil belajar (EHB)
h.
Pengembangan
peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.[4]
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 Pasal 3
ayat 4 ditetapkan bahwa kompetensi pedagogik adalah kemampuan guru dalam
pengelolaan pembelajaran peserta didik. Dalam kompetensi pedagogik, minimal
guru harus memiliki delapan kemampuan, yaitu pemahaman wawasan atau landasan
kependidikan, pemahaman terhadap peserta didik, pengembangan kurikulum atau
silabus, perancangan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan
dialogis, pemanfaatan teknologi pembelajaran, evaluasi hasil belajar, serta
pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang
dimilikinya.[5]
C. KEMAMPUAN MENGELOLA PEMBELAJARAN
Secara pedagogis, kompetensi guru-guru dalam
mengelola pembelajaran perlu mendapat perhatian yang serius. Freire
mengungkapkan bahwa proses pembelajaran, yakni hubungan guru dengan peserta
didik di semua tingkatan identik dengan watak bercerita. Peserta didik
dipandang sebagai bejana yang siap diisi air (ilmu) oleh gurunya. Oleh karena
itu, pembelajaran nampak seperti sebuah kegiatan menabung, peserta didik
sebagai “celengan” dan guru sebagai “penabung”.[6]
Sebagai jawaban atas pendidikan gaya bank
tersebut, Freire menawarkan model pendidikan dan pembelajaran dialogis, yang
disebutnya sebagai proses penyadaran. Sehubungan dengan itu, guru dituntut
untuk memiliki kompetensi yang memadai dalam mengelola pembelajaran dan
mengubah paradigma pembelajaran gaya bank menjadi pembelajaran yang dialogis
dan bermakna.[7]
1.
Perencanaan menyangkut penetapan tujuaa, dan kompetensi, serta memperkirakan cara
mencapainya.
2.
Pelaksanaan atau sering juga disebut implementasi adalah proses yang memberikan
kepastian bahwa proses belajar mengajar telah memiliki sumber daya manusia dan
sarana prasarana yang diperlukan, sehingga dapat membentuk kompetensi dan
mencapai tujuan yang diinginkan.
3.
Pengendalian atau ada juga yang menyebut evaluasi dan pengendalian, bertujuan
menjamin kinerja yang dicapai sesuai dengan rencana atau tujuan yang telah
ditetapkan.
Kemampuan mengelola pembelajaran dapat dianalisis
ke dalam beberapa kompetensi yang mencakup sub-sub bab berikut ini.
a.
Wawasan Kependidikan
Guru harus memiliki wawasan kependidikan yang
luas dan dalam. Wawasan yang luas dan mendalam akan memudahkan guru untuk
mengambil keputusan yang tepat dalam menentukan tindakan pendidikan. Keputusan
yang tepat akan meminimalisasi kesalahan guru (malpraktik) dalam
menangani peserta didiknya. Setidaknya ada enam subkomponen kompetensi wawasan
yang harus dikuasai oleh guru, yaitu:[9]
1)
Memahami landasan kependidikan.
2)
Memahami kebijakan pendidikan.
3)
Memahami tingkat perkembangan siswa.
4)
Memahami pendekatan pembelajaran yang sesuai materi pembelajaran.
5)
Menerapkan kerjasama dalam pekerjaan.
6)
Memanfaatkan kemajuan IPTEK dalam pendidikan.
b. Pemahaman terhadap Peserta Didik
Dua hal yang
harus dipahami guru dari peserta didiknya untuk memahami karakteristik peserta
didik, yaitu:
1)
Kecakapan Peserta Didik
Guru tidak boleh menyamakan semua peserta
didiknya. Masing-masing peserta didik memiliki keunikan yang berbeda sekaligus
kemampuan yang berbeda. Dibutuhkan kesabaran dan kemampuan guru dalam mencari
solusi atas permasalahan tersebut.[10]
Setiap individu memiliki kecakapan nyata yang
merupakan hasil belajar. Kecakapan itu ialah kecerdasan. Tingkat kecerdasan
manusia yang digolongkan berdasarkan IQ-nya meliputi genius, sangat unggul,
unggul, di atas rata-rata, rata-rata, di bawah rata-rata, bodoh, debil,
embisil, dan idiot. Craig dkk. Menyebut ciri-ciri anak genius sebagai berikut:[11]
a) Belajar dengan cepat dan mudah.
b) Mempertahankan (menyimpan) apa yang
dipelajari.
c) Menunjukkan rasa ingin tahu.
d) Memiliki perbendaharaan kata yang baik, mampu
membaca dengan baik, dan menyenangi kegiatan tersebut.
e) Memiliki kemampuan berpikir logis, membuat
generalisasi, dan melihat hubungan-hubungan.
f) Lebih sehat dan lebih mampu menyesuaikan diri
dari pada anak-anak keompok normal.
g) Mencari teman yang lebih tua.
Anak yang idiot adalah anak yang tidak dapat
dilatih atau dididik. IQ-nya paling rendah, yaitu di bawah dua puluh lima. Di
atas idiot adalah anak embisil, dapat dididik dan dilatih untuk mengurus
kegiatan rutin yang sederhana. IQ-nya antara dua puluh lima sampai empat puluh
sembilan. Kemudian di atas embisil adalah debil. Anak debil memiliki
keterbatasan atau keterlambatan mental. Mereka dapat didik, dapat belajar
membaca, menulis, menghitung sederhana, dan dapat mengembangkan kecakapan
bekerja secara terbatas.[12]
2) Kepribadian Peserta Didik
Setiap peserta didik memiliki kepribadiannya
masing-masing. Guru hendaknya mengidentifikasi kepribadian tersebut agar dapat
melakukan tindakan pendidikan yang mendorong pada kepriadian yang sehat.
Ciri-ciri kepribadian yang sehat antara lain:[13]
a) Mampu menilai diri sendiri secara realistis.
b) Mampu menilai situasi secara realistis.
c) Mampu menilai prestasi yang diperoleh secara
realistis.
d) Menerima tanggung jawab.
e) Mandiri.
f) Dapat mengontrol emosi.
g) Berorientasi tujuan.
h) Berorientasi ke luar (ekstrovert).
i) Penerimaan sosial.
j) Memiliki filsafat hidup.
k) Berbahagia.
Kepribadian yang sehat perlu diberi penguatan
agar kukuh tidak tergoyahkan oleh kerasnya persoalan hidup. Lebih lanjut,
peserta didik yang menunjukkan kepribadian yang tidak sehat perlu dibina oleh
guru dengan berbagai upaya pendidikan dan pelatihan.[14]
Berdasarkan uraian di atas, dapat dipahami
bahwa setiap individu memilikikeunikan karena mempunyai kecakapan dan
kepribadian yang berbeda-beda. Oleh karena itu, dalam pembelajaran seyogyanya
guru memerhatikan aspek kecakapan dan kepribadian dalam menentukan: (1)
kurikulum; (2) sistem pengajaran, penilaian; (3) beban belajar; (4) populasi
siswa dalam kelas.[15]
c. Pengembangan Kurikulum atau Silabus
Kurikulum
merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan
pelajaran, serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan
pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tersebut.[16] Asep
Herry Hermawan dkk
mengemukakan lima prinsip dalam pengembangan kurikulum, yaitu:[17]
1) Prinsip
relevansi; secara internal bahwa kurikulum memiliki relevansi di antara
komponen-komponen kurikulum (tujuan, bahan, strategi, organisasi dan evaluasi).
Sedangkan secara eksternal bahwa komponen-komponen tersebutmemiliki relevansi
dengan tuntutan ilmu pengetahuan dan teknologi (relevansi epistomologis),
tuntutan dan potensi peserta didik (relevansi psikologis) serta tuntutan dan
kebutuhan perkembangan masyarakat (relevansi sosilogis).
2) Prinsip fleksibilitas; dalam pengembangan kurikulum mengusahakan agar yang
dihasilkan memiliki sifat luwes, lentur dan fleksibel dalam pelaksanaannya,
memungkinkan terjadinya penyesuaian-penyesuaian berdasarkan situasi dan kondisi
tempat dan waktu yang selalu berkembang, serta kemampuan dan latar bekang
peserta didik.
3) Prinsip
kontinuitas; yakni adanya kesinambungandalam kurikulum, baik secara vertikal,
maupun secara horizontal. Pengalaman-pengalaman belajar yang disediakan
kurikulum harus memperhatikan kesinambungan, baik yang di dalam tingkat kelas,
antar jenjang pendidikan, maupun antara jenjang pendidikan dengan jenis
pekerjaan.
4) Prinsip
efisiensi; yakni mengusahakan agar dalam pengembangan kurikulum dapat
mendayagunakan waktu, biaya, dan sumber-sumber lain yang ada secara optimal,
cermat dan tepat sehingga hasilnya memadai.
5) Prinsip efektivitas; yakni mengusahakan agar kegiatan pengembangan
kurikulum mencapai tujuan tanpa kegiatan yang mubazir, baik secara kualitas
maupun kuantitas.
Silabus adalah
rencana pembelajaran pada suatu dan/atau kelompok mata pelajaran/tema tertentu
yang mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar, materi/pokok pembelajaran,
kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian, alokasi
waktu, dan sumber belajar. Prinsip pengembangan silabus mencakup sebagai
berikut:[18]
1) Ilmiah; keseluruhan materi dan kegiatan yang
menjadi muatan dalam silabus harus benar dan dapat dipertanggungjawabkan secara
keilmuan.
2) Relevan; cakupan, kedalaman, tingkat
kesukaran, dan urutan penyajian materi dalam silabus sesuai dengan tingkat
perkembangan fisik, intelektual, sosial, emosional, dan spiritual peserta
didik.
3) Sistematis; komponen-komponen silabus saling
berhubungan secara fungsional dalam mencapai kompetensi.
4) Konsisten; adanya hubungan yang konsisten antara
kompetensi dasar, indikator, materi pokok pembelajaran, pengalaman belajar,
sumber belajar, dan sistem penilaian.
5) Memadai; cakupan indikator, materi pokok
pembelajaran, pengalaman belajar, sumber belajar, dan sistem penilaian cukup
untuk menunjang pencapaian kompetensi dasar.
6) Aktual dan kontekstual; cakupan indikator,
materi pokok pembelajaran, pengalaman belajar, sumber belajar, dan sistem
penilaian memerhatikan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dan seni
mutakhir dalam kehidupan nyata dan peristiwa yang terjadi.
7) Fleksibel; keseluruhan silabus dapat
mengakomodasi keragaman peserta didik, pendidik, serta dinamika perubahan yang
terjadi di sekolah dan tuntutan masyarakat.
8) Menyeluruh; komponen silabus mencakup seluruh
ranah kompetensi, yaitu ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik.
d. Perancangan Pembelajaran
Perancangan pembelajaran sedikitnya mencakup
tiga kegiatan, yaitu:[19]
1)
Identifikasi Kebutuhan
Pada tahap ini, eloknya guru melibatkan
peserta didik untuk mengenali, menyatakan dan merumuskan kebutuhan belajar,
sumber-sumber yang tersedia dan hambatan yang mungkin dihadapi dalam kegiatan
pembelajaran untuk memenuhi kebutuhan belajar.
2)
Identifikasi Kompetensi
Kompetensi yang jelas akan memberi petunjuk yang jelas
pula terhadap materi yang harus dipelajari, penetapan metode dan media
pembelajaran, serta memberi petunjuk terhadap penilaian. Oleh karena itu,
setiap kompetensi harus merupakan perpaduan dari pengetahuan, keterampilan,
nilai, dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak (thinking
skill).
3)
Penyusunan Program Pembelajaran
Penyusunan program pembelajaran akan bermuara pada
rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), sebagai produk program pembelajaran
jangka pendek, yang mencakup komponen program kegiatan belajar dan proses
pelaksanaan program.
e. Pelaksanaan Pembelajaran yang Mendidik dan Dialogis
Kegagalan
pelaksanaan pembelajaran sebagian besar disebabkan oleh penerapan metode
pendidikan konvensional, anti dialog, proses penjinakkan, pewarisan
pengetahuan, dan tidak bersumber pada realitas masyarakat. Pelaksanaan
pembelajaran harus berangkat dari proses dialogis antar sesama subjek
pembelajaran, sehingga melahirkan pemikiran kritis dan komunikasi. Umumnya
pelaksanaan pembelajaran mencakup tiga hal:[20]
1) Pre Tes (tes awal)
Fungsi pre tes antara lain:
a) Menyiapkan peserta didik dalam proses belajar
b.) Mengetahui tingkat kemajuan peserta didik
c.) Mengetahui kemampuan awal yang telah dimiliki
peserta didik
d.) Mengetahui dari mana seharusnya proses
pembelajaran dimulai
2) Proses
Proses dimaksudkan sebagai kegiatan inti dari
pelaksanaan pembelajaran dan pembentukan kompetensi peserta didik. Pembelajaran
dan pembentukan kompetensi dikatakan berhasil dan berkualitas apabila
seluruhnya atau setidak-tidaknya sebagian besar (75%) peserta didik terlibat
secara aktif, baik fisik, mental, maupun sosial dalam proses pembelajaran, di
samping menunjukkan gairah belajar yang tinggi, nafsu belajar yang besar,
tumbuhnya rasa percaya diri.
3) Post Tes
Fungsi post tes antara lain:
a) Mengetahui tingkat penguasaan peserta didik
terhadap kompetensi yang telah ditentukan, baik secara individu maupun
kelompok.
b) Mengetahui kompetensi dasar dan tujuan-tujuan
yang dapat dikuasai oleh peserta didik, serta kompetensi dasar dan
tujuan-tujuan yang belum dikuasainya.
c) Mengetahui peserta didik yang perlu mengikuti
kegiatan remidial maupun pengayaan serta mengetahui tingkat kesulitan belajar.
d) Sebagai bahan acuan untuk melakukan perbaikan
terhadap proses pembelajaran dan pembentukan kompetensi peserta didik yang
telah dilaksanakan, baik terhadap perencanaan, pelaksanaan, maupun evaluasi.
f. Pemanfaatan Teknologi Pembelajaran
Penggunaan
teknologi dalam pendidikan dan pembelajaran (e-learning) dimaksudkan untuk
memudahkan atau mengefektifkan kegiatan pembelajaran. Dalam hal ini, guru
dituntut untuk memiliki kemampuan menggunakan dan mempersiapkan materi
pembelajaran dalam suatu sistem jaringan komputer yang dapat diakses oleh
peserta didik. Oleh karena itu, seyogyanya guru dan calon guru dibekali dengan
berbagai kompetensi yang berkaitan dengan penggunaan teknologi informasi dan
komunikasi sebagai teknologi pembelajaran.[21]
g. Evaluasi Hasil Belajar
Evaluasi hasil
belajar dilakukan untuk mengetahui perubahan perilaku dan pembentukan
kompetensi peserta didik, yang dapat dilakukan dengan:[22]
1.) Penilaian Kelas
Penialaian kelas dilakukan dengan ulangan
harian, ulangan umum, dan ulangan akhir. Penilaian kelas dilakukan oleh guru
untuk mengetahui kemajuan dan hasil belajar peserta didik, mendiagnosa
kesulitan belajar, memberikan umpan balik, memperbaiki proses pembelajaran dan
pembentukan kompetensi peserta didik, serta menetukan kenaikan kelas.
2.) Tes Kemampuan Dasar
Tes kemampuan dasar dilakukan untuk mengetahui
kemampuan membaca, menulis, dan berhitung yang diperlukan dalam rangka
memperbaiki program pembelajaran (program remidial). Tes kemampuan dasar
dilakukan pada setiap tahun akhir kelas III.
3.) Penilaian Akhir Satuan Pendidikan dan
Sertifikasi
Pada setiap akhir semester dan tahun pelajaran
diselenggarakan kegiatan penilaian guna mendapatkan gambaran secara utuh dan
menyeluruh mengenai ketuntasan belajar peserta didik dalam satuan waktu
tertentu. Untuk keperluan sertifikasi, kinerja, dan hasil belajar yang
dicantumkan dalam Surat Tanda Tamat Belajar tidak semata-mata didasarkan atas
hasil penilaian pada akhir jenjang sekolah.
4.) Benchmarking
Benchmarking merupakan suatu standar untuk mengukur kinerja
yang sedang berjalan, proses, dan hasil untuk mencapai suatu keunggulan yang
memuaskan. Ukuran keunggulan dapat ditentukan di tingkat sekolah, daerah, atau
nasional. Penilaian dilaksanakan secara berkesinambungan sehingga peserta didik
dapat mencapai satuan tahap keunggulan pembelajaran yang sesuai dengan
kemampuan usaha dan keuletannya.
Untuk dapat memperoleh data dan informasi
tentang pencapaian benchamarking tertentu dapat diadakan penilaian secara
nasional yang dilaksanakan pada akhir satuan pendidikan. Hasil penilaian
tersebut dapat dipakai untuk memberikan peringkat kelas dan tidak untuk
memberikan nilai akhir peserta didik. Hal ini dimaksudkan sebagai salah satu
dasar pembinaan guru dan kinerja sekolah.
5.) Penilaian program
Penilaian program dilakukan oleh Departemen
Pendidikan Nasional dan Dinas Pendidikan secara kontinu dan berkesinambungan.
Penilaian program dilakukan untuk mengetahui kesesuaian kurikulum dengan dasar,
fungsi, dan tujuan pendidikan nasional, serta kesesuaiannya dengan tuntutan
perkembangan masyarakat, dan kemajuan zaman.
h.
Pengembangan
Peserta Didik
Pengembangan
peserta didik merupakan salah satu dari kompetensi paedagogis yang harus
dimiliki oleh seorang guru. Pengembangan peserta didik merupakan kegiatan yang
bertujuan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dan
mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat, dan minat sesuai dengan
kondisi sekolah. Disini sangat dibutuhkan peran guru dalam mengoptimalkan
kegiatan ekskul agar berjalan efektif dan sesuai dengan minat dan bakat peserta
didik. Guru juga perlu memfasilitasi pengayaan bagi peserta didik yang telah
menguasai kompetensi tertentu dan memfasilitasi kegiatan remedial bagi peserta
didik yang hasil belajarnya dibawah standar. Kegiatan tersebut harus dibarengi
dengan pelayanan bimbingan dan konseling agar peserta didik menemukan masalah
dalam dirinya dan mampu mencari solusi yang tepat.[23]
1)
Kegiatan
ekstrakurikuler
Kegiatan ekstrakurikuler adalah kegiatan yang secara tidak langsung
dapat menunjang kegiatan pembelajaran di kelas. Sekolah dapat mengembangkan
berbagai macam kegiatan untuk peserta didiknya sesuai dengan kondisi lingkungan
dan kebutuhan sekolah. Kegiatan ini banyak ragamnya, diantaranya paskibra,
pramuka, PKS, rohis, kesenian, paduan suara, pecinta alam dan lain-lain. Dalam
kegiatan ini peserta didik dapat mengembangkan bakat-bakat yang terpendam dan
dapat melatih keterampilan serta beraktualisasi diri. Oleh karena itu, peserta
didik harus didorong untuk aktif dalam kegiatan ekstra supaya mereka dapat
mngembangkan potensinya menjadi suatu kelebihan.[24]
2) Pengayaan dan Remidial
Program ini merupakan pelengkap dan penjabaran
dari program mingguan dan harian. Berdasarkan hasil analisis terhadap kegiatan
belajar, dan terhadap tugas-tugas, hasil tes, dan ulangan dapat diperoleh
tingkat kemampuan belajar setiap peserta didik.
Sekolah perlu memberikan perlakuan khusus
terhadap peserta didik yang mendapat kesulitan belajar melalui kegiatan
remedial. Peserta didik yang cemerlang diberikan kesempatan untuk tetap
mempertahankan kecepatan belajarnya melalui kegiatan pengayaan. Kedua program
itu dilakukan oleh sekolah karena lebih mengetahui dan memahami kemajuan
belajar setiap peserta didik.
3)
Bimbingan
dan Konseling
Bimbingan dan konseling merupakan dua istilah yang sering
dirangkaikan bagaikan kata majemuk. Hali ini mengisyaratkan bahwa kegiatan
bimbingan acap kali dilanjutkan dengan kegiatan konseling. Bimbingan atau guidance
berarti meberi informasi, mengarahkan, atau menuntun kesuatu tujuan. Pelayanan
bimbingan dapat diartika sebagai proses pemberian bantuan secara berkesinambungan
kepada individu agar yang bersangkutan dapat mengarahkan dan mengembangkan
dirinya seoptimal mungkin, menggunakan kebebasannya secara dewasa dengan
berpedoman pada cita-cita yang mewujudkan semua potensi yang baik dan
menyelesaikan tugas hidupnya secara memuaskan.[25]
Konseling berasal dari kata counsel, yang memiliki makna
berbeda yang apabila dirangkai dengan kata tertentu. To obtain counsel
berarti nasihat, to give counsel berarti anjuran, dan to take counsel
berarti pembicaraan. Konseling dapat diartikan sebagai serangkaian kegiatan
tatap muka seorang konselor dengan seseorang (clien) supaya ia dapat
lebih baik memahami diri[26]nya
berkaitan dengan masalah hidup yang dihadapi pada waktu itu dan yang akan
datang.
[1] Moh Roqib & Nurfuadi, Kepribadian Guru (Yogyakarta: Grafindo
Litera Media, 2009). Hlm. 119.
[2] Sama.... hlm. 118.
[3] Hamid Darmadi, Kemampuan
Dasar Mengajar (Bandung: Alfabeta. CV, 2010). Hlm. 31.
[4] Abdorrakhman Gintings, Esensi
Praktis Belajar dan Pembelajaran (Bandung: Humaniora, 2010). Hlm. 12.
[5] Barnawi dan
Mohammad Arifin, Etika dan Profesi Kependidikan, (Jogjakarta: Ar-Ruzz
Media, 2012), h. 121-122.
[6] Mulyasa, Standar
Kompetensi dan Sertifikasi Guru, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya: 2007),
h.75-76.
[17] http://vandha.wordpress.com/my-karya-ilmiah/artikel-dan-makalah/prinsip-pengembangan-kurikulum/, diakses
pada tanggal 6 Oktober 2014 pukul 14:16.
[23] Barnawi dan Mohammad Arifin, Etika dan Profesi Kependidikan
(Jogjakarta: Ar-ruzz media, 2012). Hlm. 137.
[24] Barnawi dan Mohammad Arifin, Etika..., hlm. 137-138.
[25] Barnawi dan Mohammad Arifin, Etika..., hlm. 143.
[26] Barnawi dan Mohammad Arifin, Etika..., hlm. 144.