Tuesday, February 16, 2016

PERLU PENGUATAN PENDIDIKAN ISLAM

PENULIS:
MUSTOFA

A.    Pendahuluan
                   Hakikat pendidikan adalah pembentukan manusia kearah yang dicita-citakan. Sedangkan peran pendidikan sangat penting dalam kehidupan manusia bahkan tidak dapat dipisahkan dari keseluruhan proses kehidupan manusia. Dengan kata lain, kebutuhan manusia terhadap pendidikan bersifat mutlak dalam kehidupan pribadi, keluarga dan masyarakat, bangsa dan negara. Dengan demikian pendidikan Islam adalah proses pembentukan manusia kearah yang dicita-citakan.[1]
                   Namun terdapat beberapa masalah yang membuat pendidikan Islam pada era globalisai ini sulit untuk maju jika masalah terhadap penguatan lembaga dan dana dalam pendidikan islam ini sangat terbatas, sehinggadari itu anggaran untuk mengadakan fasilitas dan peningkatan mutu menjadi sangat minim.

B.    Tantangan dalam pendidikan islam
                   Terpinggirnya pendidikan Islam dari persaingan sesungguhnya dikarenakan dua faktor, yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal yaitu:     pertama, meliputi manajemen pendidikan Islam yang pada umumnya belum mampu menyelenggarakan pembelajaran dan pengelolaan pendidikan yang efektif dan berkualitas. Hal ini tercermin dari kalah bersaing dengan sekolah-sekolah yang berada di bawah pembinaan Departemen Pendidikan Nasional (Diknas) yang umumnya dikelola secara modern. 
                   Kedua, faktor kompensasi profesional guru yang masih sangat rendah. Para guru yang merupakan unsur terpenting dalam kegiatan belajar mengajar, umumnya lemah dalam penguasaan materi bidang studi, terutama menyangkut bidang studi umum, keterampilan mengajar, manajemen kelas, dan motivasi mengajar. Hal ini terjadi karena sistem pendidikan Islam kurang kondusif bagi pengembangan kompetensi profesional guru. 
                   Ketiga, adalah faktor kepemimpinan, artinya tidak sedikit pimpinan yang tidak memiliki visi, dan misi untuk mau ke mana pendidikan akan dibawa dan dikembangkan. Kepala seharusnya merupakan simbol keunggulan dalam kepemimpinan, moral, intelektual dan profesional dalam lingkungan lembaga pendidikan formal, ternyata sulit ditemukan di lapangan pendidikan Islam.
                   Pimpinan pendidikan Islam bukan hanya sering kurang memiliki kemampuan dalam membangun komunikasi internal dengan koleganya sendiri, melainkan juga lemah dalam komunikasi dengan masyarakat, orang tua, dan pengguna pendidikan untuk kepentingan penyelenggaraan pendidikan yang berkualitas. Biasanya pendekatan yang digunakan adalah pendekatan birokratis daripada pendekatan kolegial profesional. Mengelola pendidikan bukan berdasar pertimbangan profesional, melainkan pendekatan like and dislike[2] dengan tidak memiliki visi dan misi yang jelas.
                   Faktor eksternal yang dihadapi pendidikan Islam adalah:
                   pertama, adanya perlakuan diskriminatif pemerintah terhadap pendidikan Islam. Pemerintah selama ini cenderung menganggap dan memperlakukan pendidikan Islam sebagai anak tiri, khususnya soal dana dan persoalan lain. Katakan saja, alokasi dana yang diberikan pemerintah sangat jauh perbedaannya dengan pendidikan yang berada di lingkungan Diknas. Maka, terlepas itu semua, apakah itu urusan Depag atau Depdiknas, mestinya alokasi anggaran negara pada pendidikan Islam tidak terjadi kesenjangan, toh pendidikan Islam juga bermisi untuk mencerdaskan anak bangsa, sebagaimana juga misi yang diemban oleh pendidikan umum.
                   Faktor kedua, dapat dikatakan bahwa paradigma birokrasi tentang pendidikan Islam selama ini lebih didominasi oleh pendekatan sektoral dan bukan pendekatan fungsional. Pendidikan Islam tidak dianggap bagian dari sektor pendidikan, lantaran urusannya tidak di bawah Depdiknas. Beberapa indikator yang menunjukkan kesenjangan ini yaitu mulai dari tingkat ketersediaan tenaga guru, status guru, kondisi ruang belajar, tingkat pembiayaan (unit cost) peserta belajar, hingga tidak adanya standardisasi mutu pendidikan Islam, karena urusan pendidikan Islam tidak berada di bawah Depdiknas[3]dan lebih tragis lagi adalah sikap diskriminatif terhadap produk atau lulusan pendidikan Islam. Faktor ketiga, adalah adanya diskriminasi masyarakat terhadap pendidikan Islam. Secara jujur harus diakui, bahwa masyarakat selama ini cenderung acuh terhadap proses pendidikan di madrasah atau sekolah-sekolah Islam. Rata-rata memandang pendidikan Islam adalah pendidikan nomor dua dan biasanya bila menyekolahkan anaknya di lembaga pendidikan Islam merupakan alternatif terakhir setelah tidak dapat diterima di lembaga pendidikan di lingkungan Diknas.
                   Lebih memilukan lagi kenyataan akhir-akhir ini ketika sejarah perjalanan manusia dengan sampainya pada era globalisasi secara nyata merupakan tantangan baru dan kompleks sekali bagi ummat Islam dan pendidikan Islam sekaligus, hal ini dapat dilihat dalam beberapa hal yakni :
                   Pertama, tantangan untuk meningkatkan nilai tambah, yaitu bagaimana meningkatkan produktivitas kerja tentu hal ini terkait dengan lembaga pendidikan sebagai pencetak sumber daya manusia, serta pertumbuhan dan pemerataan ekonomi, sebagai upaya untuk memelihara dan meningkatkan pembangunan berkelanjutan (continuing development ).
                   Kedua, tantangan untuk melakukan riset secara komprehensif terhadap terjadinya era reformasi dan transformasi struktur masyarakat, dari masyarakat tradisional-agraris ke masyarakat modern-industrial dan informasi-komunikasi, serta bagaimana implikasinya bagi peningkatan dan pengembangan kualitas kehidupan SDM.
                   Ketiga, tantangan dalam persaingan global yang semakin ketat, yaitu meningkatkan daya saing umat dalam menghasilkan karya-karya kreatif yang berkualitas sebagai hasil pemikiran, penemuan dan penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni.
                   Keempat, tantangan terhadap munculnya invasi dan kolonialisme baru di bidang Iptek, yang menggantikan invasi dan kolonialisme di bidang politik dan ekonomi.
                   Semua tantangan tersebut menuntut adanya SDM yang berkualitas dan berdaya saing di bidang-bidang tersebut secara komprehensif dan komparatif yang berwawasan keunggulan, keahlian profesional, berpandangan jauh ke depan (visioner), rasa percaya diri dan harga diri yang tinggi serta memiliki keterampilan yang memadai sesuai kebutuhan dan daya tawar pasar.
                   Kemampuan-kemampuan itu harus dapat diwujudkan dalam proses pendidikan Islam yang berkualitas, sehingga dapat menghasilkan lulusan yang berwawasan luas, unggul dan profesional, yang akhirnya dapat menjadi teladan yang dicita-citakan untuk kepentingan masyarakat, bangsa dan Negara.[4]



C.    Upaya Penguatan pendidikan islam
                   Dari beberapa tantangan yang sudah dipaparkan diatas maka perlu adayanya upaya penguatan pendidikan islam, yang salah satunya pernah disampaikan oleh anggota DPR RI Abdul Fikri mengenai      restrukturisasikementrian Agama(Kemenag) RI. Panitia kerja (Panja) pendidikan Islam di DPR mengusulkanuntuk restrukturisasi kelembagaan direktorat Jenderal pendidikan Islam Kemenag RI menjadi dua yaitu Ditjen Madrasah dan Pondok pesantren serta Ditjen Pengembangan Pendidikan Tinggi Islam
                   Restrukturisasi KelembagaanPerlu adanya sikap lentur kelembagaan dari struktur pendidikan Islam seperti Pesantren atau Madrasah. Bahkan lebih daripada itu, dituntut model lembaga pendidikan Islam yang berfungsi ganda.
                   Maksud dari fungsi ganda itu adalah:Lembaga Pendidikan Islam tidak hanya sebagai lembaga pendidikan formal agama namun lebih berorientasi sosio-religion yang berfungsi sebagai pusat pembinaan mental agama masyarakat lain (dalam artian sebagai pusat kebudayaan).
                   Dalam penguatan pendidikanislam selain dengan restrukturisasi,berharap anggaran akan lebih besar sehingga dapat menunjang dalam pendidikan islam. Struktur pemerintahan yang ada juga haruslah memperhatikan hal-hal yang langsung berkaitan dengan masyarakat seperti pendidikan dan kesehatan.[5]
                   Namun fenomena di lapangan mengenai tunjangan profesi guru sangat memprihatinkan, karena dana tersebut kerap tersendat.
                   Sementara Tunjangan profesi guru merupakan salah satu program pemerintah dalam rangka perbaikan kualitas pendidikan nasional. Melalui pemberian tunjangan profesi guru, diharapkan para guru memiliki kesempatan yang lebih besar dalam meningkatkan kualitas, kopetensi dan kinerjanya.




D.    Penutup
                   Berdasarkan uraian dan analisis diatas dapat dikemukakan beberapa catatan penutup sebagai berikut:
Pertama,pendidikan Islam sebagai bagian yang integral dari pendidikan nasional dari sejak dahulu dengan melalui lembaga pendidikan formal, non formal dan informal baiknya adalah dapat membina dan mencetak sumber daya manusia (SDM) yang handal dan profesional dibidangnya masing-masing menjadi kader dan pemimpin bangsa.
                   Kedua Kesadaran dan komitmen moral bangsa kita yang mayoritas beragama Islam paham bahwa reaktualisasi pendidikan Islam sebagai salah satu upaya yang optimal untuk memberdayakan dan meningkatkan taraf kualitas kehidupan mereka dalam berbagai aspek kehidupan pada satu sisi, dan pada sisi yang lain bahwa pendidikan itu merupakan jalur dan sarana bagi mereka untuk memberantas penyakit 4 K (kemiskinan, kemelaratan, kebodohan dan ketakberdayaan) .
                   Ketiga, Penataan kembali sistem pendidikan Islam, tidak cukup hanya dilakukandengan sekedar modifikasi atau tambal sulam. Upaya demikian memerlukan restrukturisaidan tunjangan profesi guru sehingga pendidikan Islam dapat memberikan konstribusi besar bagi pencapaian cita-cita pembangunan bangsa yaitu terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhai Allah swt.


                       






Daftar Pustaka

Putra haidar,  pendidikan islam dalam sistem pendidikan Nasional di Indonesia, Jakarta: Kencana, 2007.
Dahriman, Ciput MSA M, dan Mahfudh Djunaidi, Berlaku Adi lterhadap Madrasah, From: http://www. suaramerdeka. com/harian/0211/12/kha1.htm, (1/1/16,4.30)
Abdul Aziz, Perlu Peraturan Pemerintah tentang Desentralisasi Madrasah, Kompas, Jakarta, From:http://www.kompas.com/kompas-cetak/0211/26/DIKBUD/808.htm, (1/1/16, 1807)
Suara merdeka, perlu penguatan pendidikan islam senin 28 desember 2015
Soeroyo, Berbagai Persoalan Pendidikan, Pendidikan Nasional dan Pendidikan Islam di Indonesia, Jurnal Ilmu Pendidikan Islam, Problem dan Prospeknya, Volume I, Fak. Tarbiyah IAIN Suka,Yogyakarta.




[1]Putra haidar, pendidikan islam dalam sistem pendidikan Nasional di Indonesia, Jakarta: Kencana, 2007 hlm 3.
[2]Dahriman, Ciput MSA M, dan Mahfudh Djunaidi, Berlaku Adi lterhadap MadrasahFrom: http://www. suaramerdeka. com/harian/0211/12/kha1.htm, (1/1/16,4.30)
[3]Abdul Aziz, Perlu Peraturan Pemerintah tentang Desentralisasi MadrasahKompas, Jakarta, From:http://www.kompas.com/kompas-cetak/0211/26/DIKBUD/808.htm, (1/1/16, 1807)
[4]Soeroyo, Berbagai Persoalan Pendidikan, Pendidikan Nasional dan Pendidikan Islam di Indonesia, Jurnal Ilmu Pendidikan Islam, Problem dan Prospeknya, Volume I, Fak. Tarbiyah IAIN Suka,Yogyakarta. 1991, h.77
[5] Suara merdeka,perlu penguatan pendidikan islam senin 28 desember 2015