Sunday, February 14, 2016

REINTERPRETASI SEJARAH ABU BAKAR ASH-SHIDDIQ

PENDAHULUAN
Kebudayaan merupakan tempat di mana manusia bisa hidup dan berkembang, tanpa budaya manusia tidak bisa hidup secara layak. Budaya terkadang tak bisa dibedakan dengan agama terlebih Islam karena Islam selalu bertoleransi terhadap budaya. Islam tanpa Budaya memang dapat berkembang tetapi sebagai agama personal dan kolektivitas yang tidak mendapatkan tempat untuk berkembang dan mendalami masyarakat.
            Meskipun Islam itu abadi dan final, dalam perkembangan sejarah kedudukan Islam bisa tergeser oleh budaya. Terkadang budaya memiliki sebuah ajaran atau kreativitas yang profan dan dianggap luhur oleh pemeluknya, di sinilah toleransi Islam untuk tidak meniadakan budaya itu sendiri tetapi justru melestarikan budaya itu selagi tidak bertentangan dengan ajaran universal Islam.
            Sebagaimana dijelaskan di atas bahwa budaya Islam merupakan suatu realitas yang harus dikaji, Budaya Islam dapat dikendalikan oleh pemimpin seperti Rasulullah dan Khalafaur Radyidin. Kali ini pemakalah akan membahas mengenai budaya islam pada masa Abu Bakr ash shiddiq.




PEMBAHASAN
Abu bakr ibn utsman, bapaknya itu lebih dikenal dengan panggilan abu kahafah, lahir pada tahun 573 M. Jadi lebih mudah kira-kira tiga tahun daripada nabi Muhammad yang lahir pada tahun 570 M. Sekalipun keluarga Abu Bakr berdiam pada bagian bawah kota mekkah yang bernama masfalah, (bekas rumah kediamannya itu sekarang ini menjadikan masjid kecil dan dapat dikunjungi oleh setiap orang yang melakukan rukun kelima ke tanah suci).[1]


Abu Bakr merupakan sebutan panggilan bagi dirinya yang bermakna bapak si upik. Nama yang sebenarnya ialah Abdullah ibn utsman. Sewaktu berlangsung peristiwa israk, yakni keberangkatan nabi Muhammad dari masjidil haram ke masjidil aqsha dalam satu malam saja pulang perhi, dan hal itu dibohongkan pembesar-pembesar Quraisy dengan sangat sengit sekali, maka Abu Bakr ibn Abi-kahfah membenarkannya dengan yakin dan pasti. Semenjak itu, sebutan panggilan dirinya ditambah Nabi Muhammad dengan ash-shiddiq.[2]
Setelah Nabi Meninggal dunia, pemimpin berikutnya adalah Abu Bakr ash-shiddiq. Sekalipun ia menjabat menjadi kepala negara yang tengah berkembang dengan pesat, dan para panglimanya telah berdiam pada kastel-kastel megah di lembah mesopotamia akan tetapi ia masih tinggal di rumah biasanya.
Abu Bakr dikenal sebagai Khalifah yg sangat wara’ (hati-hati) dalam masalah harta.
Bahkan pada hari kedua setelah beliau dibai’at sebagai Khalifah, beliau tetap berdagang & tdk mau mengambil harta umat dari Baitul Mal untuk keperluan diri & keluarganya. Diriwayatkan oleh lbnu Sa’ad, penulis biografi para tokoh muslim, bahwa Abu Bakr yang sebelumnya berprofesi sebagai pedagang membawa barang-barang dagangannya yang berupa bahan pakaian di pundaknya & pergi ke pasar utk menjualnya.[3]
Di tengah jalan, ia bertemu dengan Umar bin Khaththab. Umar bertanya, “Anda mau kemana, hai Khalifah?” Abu Bakar menjawab, “Ke pasar.” Umar berkata, “Bagaimana mungkin Anda melakukannya, padahal Anda telah memegang jabatan sbg pemimpin kaum muslimin?” Abu Bakar menjawab, “Lalu dari mana aku akan memberikan nafkah utk keluargaku?” Umar berkata, “Pergilah kepada Abu Ubaidah (pengelola Baitul Mal), agar ia menetapkan sesuatu untukmu.”[4]
Keduanya pun pergi menemui Abu Ubaidah, yg segera menetapkan santunan (ta’widh) yg cukup utk Khalifah Abu Bakar, sesuai dengan kebutuhan seseorang secara sederhana, yakni 4000 dirham setahun yg diambil dari Baitul Mal. Urusan keuangan di pegang oleh Abu Ubaidah Amir bin jarrah yang mendapatkan nama julukan dari Rasulullah SAW “Orang kepercayaan Ummat”.
Menurut keterangan Al-Mukri bahwa yang mula-mula membentuk kas Negara atau baitullmall adalah Abu Bakar dan urusannya di serahkan kepada Abu Ubaidah Amir bin Jarrah. Kantor Baitulmall mula-mula terletak di kota Sunuh, satu batu dari Mesjid Nabawi dan tidak pernah di kawal. Pada suatu kali Orang berkata kepadanya, “Alangkah baiknya kalau Baitulmall di jaga dan di kawal”. Jawab Abu Bakar, “tak perlu karena di kunci”.
Di kala Abu Bakar pindah kediamannya dekat Masjid Baitulmall atau kas Negara itu diletakkan di rumahnya sendiri.Tetapi boleh di katakana bahwa kas situ selalu kosong karena seluruh pembendaharaan yang sumber langsung di bagi-bagi dan di pergunakan menurut perencanannya.
  1. Sumber-sumber keuangan
Sumber-sumber keuangan yang utama di Zaman Abu Bakar adalah :
1.                Zakat
2.                Rampasan
3.                Upeti
  1. Urusan Kehakiman.
Sebagaiman kita ketahui bahwa Abu Bakar adalah seorang kepala Negara yang bertanggung jawab langsung (Presidentil Kabinet), maka pembantu-pembantunya (Menteri-menteri) adalah atas pertunjukannya sendiri. Dari itu untuk mengurus soal kehakiman di tunjuknyalah Umar bin Khattab.
Kaum Muslimin dan rakyat Madinah amat patuh kepada peraturan pemerintah yang di petik dari ajaranAgamanya.Soal Halal dan Haram, soal hak milik dan hubungan baik sumber Manusia adalah menjadi pedoman hidup mereka.Mereka tak membeda-bedakan antara peraturan pemerintah dan sumber Agama, bahkan mereka meyakinkan bahwa ajaran Agamalah yang melahirkan pemerintahan dan Negara Islam, seterusnya seluruh peraturan pemerintah diciptakan oleh syariat Islam. Berdasarka itu kepatuhan rakyat kepada sumber dan norma Islam adalah kepatuhan lahir dan batin yang betul-betul timbul dari hati sanubari dan keimanan.[5]
Cerita di atas merupakan Budaya yang berawal dari pemerintahan Abu Bakr atas saran Umar yang diperbolehkan Islam. Baitul mal diperoleh dari alfarz, usyri, usyur, zakat dan jizya. Umar juga melengkapinya dengan beberapa jawatan. Kenapa pemberian gaji terhadap pemerintah itu disebut budaya? Karena aktivitas ini terus berjalan dari awal sampai saat ini. Selain itu budaya Islam yang hidup pada zaman Abu Bakr ash Shiddiq antara lain:
1.     Dakwah dan ekspansi wilayah
Ini merupakan suatu kebudayaan yang dilakukan umat islam dari zaman nabi, abu bakr dan lain-lain. Mengapa dakwah dan ekspansi wilayah merupakan suatu kebudayaan? Karena dakwah dan ekspansi selalu di lakukan pada setiap kepemerintahan, sehingga ini merupakan aktivitas yang sudah meradikal. Abu Bakar kemudian mengarahkan perhatiannya pada perluasan wilayah pemerintahan Islam.[6] Pada tahun 633 M, Abu Bakar memerintahkan Khalid ibn Walid mengadakan kegiatan ekspansi ke wilayah-wilayah perbatasan Syria dan Persia. Khalid mengirimkan surat kepada Hurmuz, komandan pasukan tempur Persia, dengan tiga alternatif :
a)     ajaran memeluk agama islam,
b)     kewajiban membayar pajak,
c)     siap dalam peperangan.
Hurmuz memutuskan pilihannya pada alternatif yang ketiga, sehingga pecahlah peperangan antara pasukan muslim dengan pasukan Persia. Pertama kali perang terjadi di Hafir, 50 mil sebelah Utara Uballah, yang dikenal sebagai “perang rantai” karena pasukan Persia membuat barisan pertahanan dengan rantai-rantai besar yang mengikat mereka satu dengan lainnya. pasukan Persia menyerah sedang komandan mereka terbunuh dalam peperangan. setelah peperangan ini, terjadi sejumlah peperangan kecil, pasukan Persia pada akhirnya terdesak dan mereka terusir ke wilayah Mesopotamia. pasukan muslim juga berhasil mengepung dan menguasai wilayah Hira. Penguasa Kristen wilayah ini menyerahkan diri dan mengadakan perjanjian damai dengan pemerintah Islam, dengan kesediaan mereka membayar sejumlah pajak, yang dikenal sebagai jizyah. setelah berhasil dalam pengepungan kota Hira, Khalid beserta pasukannyamelanjutkan ekspansi ke wilayah Utara sampai pada wilayah Ambar, sebuah wilayah pesisir di tepi pantai Euphrat. Dari sini, pasukan Khalid mengadakan penaklukan wilayah “ Ainut tamr”. Pada masa Nabi Muhammad, Heraclius, penguasa imperium Romawi, menyambut delegasi yang dikirimkan oleh Nabi dengan penuh penghormatan, namun tidak lama kemudian ia menjadi musuh islam. Pada masa ini kaisar Romawi menggalang persekutuan dengan suku-suku badui, di sekitar wilayah perbatasan Syria, untuk melancarkan serangan terhadap islam. Abu Bakar menempuh upaya pengamanan wilayah tersebut dari rongrongan penguasa Romawi. selain itu salah seorang komandan Romawi telah membunuh utusan Nabi di Muth’ah. Untuk memberikan balasan kecurangan mereka tersebut, Abu Bakar melancarkan ekspedisi militer ke Syria. terlepas dari faktor dan latar belakang tersebut, kondisi obyektif wilayah Syria adalah sangat maju perekonomiannya dibandingkan dengan negeri Arabia lainnya. sejak zaman dahulu, negeri Arabia mayoritas bargantung pada Syria dengan menjalin hubungan perdagangan. Atas dasar pertimbangan ini maka upaya penaklukan Syria diharapkan akan sangat berarti bagi perkembangan islam di masa-masa mendatang.[7]
Mengenai Dakwah yang dilakukan oleh para sahabat zaman abu bakr ash shiddiq adalah berseru untuk menyuruh para manusia untuk memeluk islam di manapun tempat yang dijadikan sebagai ekspansi wilayah, pemberantasan nabi palsu. Masa kepemimpinan Abu Bakar terdapat sejumlah umat Islam yang melakukan pelanggaran agama dengan mengaku sebagai nabi dan banyak umat Islam yang murtad. Sejumlah negeri yang penduduknya murtad di jadikan sasaran dalam rangka mengembalikan mereka ke dalam ajaran  yang di ridhai Allah yaitu agama Islam. Disamping itu Abu Bakar juga melakukan perluasan wilayah dengan menaklukkan Irak dan Syam, bahkan sudah memasuki wilayah Byzantium ( Romawi).[8]
Pada khalifah Abu Bakar, ia telah membuat peraturan peperangan yang di jadikan pegangan para perwira militer dan pejabat lainnya. Diantaranya yaitu:
a)     Orang tua , wanita dan anak-anak tidak boleh di bunuh
b)     Biarawan tidak boleh dianiya dan tempat ibadah mereka tidak boleh di rusak
c)     Mayat yang gugur tidak boleh di rusak
d)     Pohon-pohon tidak boleh di tebang, hasil panen tidak boleh dibakar,dan tempat tinggal tidak boleh di rusak
e)     Perjanjian- perjanjian dengan agama lain harus di hormati
f)      Orang-orang yang menyerah harus di beri hak yang sama dengan hak-hak penduduk Islam
2.     Pembagian Wilayah
Abu Bakar telah melakukan perluasan wilayah dan dan di setiap wilayah di bentuk Amir yaitu semacam gubernur ( penguasa daerah) yang memerintah pada wilayah tertentu yang disertai dengan pasukan perang. Abu Bakar tidak mengangkat perdana mentri dan sekretaris, tetapi ia membentuk Balai Harta Karun ( Bayt al- mal) untuk kepentingan umat islam. Aktivitas ini merupakan budaya islam yang meradikal dari zaman nabi.[9]
3.     Benteng wanita dan benteng pria
Benteng wanita ( hushun-i-mirati) dan benteng pria (hushhun-i-rajuli) adalah dua buah perbentengan pada bandar basrah yang harus dihadapi oleh pasukan islam yang bergerak maju dari bandar ubulah. Basrah yang pada masa itu merupakan bandar dagang yang tiada berarti karena kedudukannya dikalahkan oleh bandar ubulah.
4.     Pengumpulan Mushaf Alquran
Perang Yamamah merupakan perang dalam mengatasi orang-orang murtad yang menghawatirkan Umar, ia khawatir tentara islam yang gugur dalam peperangan tersebut adalah sahabat yang hafal Alquran. Kekhawatiran Usman mendorong untuk memberi usulan kepada Abu Bakar agar mengumpulkan Alquran dengan alasan bahwa jika para sahabat yang menghafal gugur dalam peperangan tersebut , berarti pelestarian Alquran telah rusak maka dilakukan penyelamatan dengan cara di tulis dan di kumpulkan.
Perdebatan terjadi antara Umar dan Abu Bakar. Umar bertahan dengan argumentasinya, sedangkan Abu Bakar menolak, dengan alasan pengumpulan Alquran tidak dilakukan nabi Muhammad Saw. Perdebatan tersebut diatasi oleh Zaid Ibn Tsabit dan menyetujui  gagasan Umar, yakni mengumpulkan Alquran.
Menurut Abu Abdullah Al-janjani, pengumpulan Alquran pada Zaman Abu Bakar dilakukan dengan cara mengumpulkan ayat-ayat Alquran yang di tulis ditulang, pelepah ( kulit) kayu , dan batu yang kemudian di salin oleh Zaid ibn Tsabit di atas kulit hewan yang telah disamak. Abu bakar meninggal pada usia 63 tahun, masa kepemimpinannya berlangsung singkat, hanya 2 tahun tiga bulan lebih beberapa hari.

KESIMPULAN

Abu bakr adalah sosok yang luar biasa dengan sifatnya yang wara’ dan tidak mementingkan harta untuk diri sendiri telah berhasil membina budaya islam yang berkembang pada zamannya. Budaya yang hidup zaman abu bakr itu pemberian gaji kepada para petugas negara, dakwah melalui ekspansi wilayah, benteng wanita dan benteng pria.
Budaya islam yang hidup pada zaman abu bakr merupakan suatu budaya yang baik karena tujuan budaya itu mensejahterakan rakyat jelata, petugas negara. Budaya islam abu bakr juga dilestarikan oleh pemimpin  berikutnya yang bernama Umar bin khatab, seperti pengumpulan al-qur’an yang berlanjut pada pembukuan al-qur’an.

DAFTAR PUSTAKA
Andi Batoni, Hepi. sejarah para khalifah. Jakarta: Pustaka Al-kautsar. 2008.
http://abuhaidar.web.id/184/sejarah-bmt.htm, diakses tanggal 6 Mei 2014, 9.09.
Lapidus, Ira M. sejarah sosial umat islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2000.
Sou’yb, Joesoef. Sejarah Daulat KHULAFAUR RASYIDIN. Jakarta : bulan bintang. 1979.





[1]Joesoef Sou’yb, Sejarah Daulat KHULAFAUR RASYIDIN, (Jakarta : bulan bintang, 1979), hlm.,128-132.
[2]Joesoef Sou’yb, Sejarah Daulat ..., (Jakarta : bulan bintang, 1979), hlm.,128-132.
[3]http://abuhaidar.web.id/184/sejarah-bmt.htm, diakses tanggal 6 Mei 2014, 9.09.
[4] http://abuhaidar.web.id/184/sejarah-bmt.htm, diakses tanggal 6 Mei 2014, 9.09.
[8]Ira M. Lapidus, sejarah sosial umat islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2000), hlm., 126.
[9] Hepi Andi Batoni, sejarah para khalifah, ( Jakarta: Pustaka Al-kautsar, 2008), hlm., 10.