PENDAHULUAN
Kebudayaan
merupakan tempat di mana manusia bisa hidup dan berkembang, tanpa budaya
manusia tidak bisa hidup secara layak. Budaya terkadang tak bisa dibedakan dengan
agama terlebih Islam karena Islam selalu bertoleransi terhadap budaya. Islam tanpa
Budaya memang dapat berkembang tetapi sebagai agama personal dan kolektivitas
yang tidak mendapatkan tempat untuk berkembang dan mendalami masyarakat.
Meskipun Islam itu abadi dan final,
dalam perkembangan sejarah kedudukan Islam bisa tergeser oleh budaya. Terkadang
budaya memiliki sebuah ajaran atau kreativitas yang profan dan dianggap luhur
oleh pemeluknya, di sinilah toleransi Islam untuk tidak meniadakan budaya itu
sendiri tetapi justru melestarikan budaya itu selagi tidak bertentangan dengan
ajaran universal Islam.
Sebagaimana dijelaskan di atas bahwa
budaya Islam merupakan suatu realitas yang harus dikaji, Budaya Islam dapat
dikendalikan oleh pemimpin seperti Rasulullah dan Khalafaur Radyidin. Kali ini
pemakalah akan membahas mengenai budaya islam pada masa Abu Bakr ash shiddiq.
PEMBAHASAN
Abu
bakr ibn utsman, bapaknya itu lebih dikenal dengan panggilan abu kahafah, lahir
pada tahun 573 M. Jadi lebih mudah kira-kira tiga tahun daripada nabi Muhammad
yang lahir pada tahun 570 M. Sekalipun keluarga Abu Bakr berdiam pada bagian
bawah kota mekkah yang bernama masfalah, (bekas rumah kediamannya itu
sekarang ini menjadikan masjid kecil dan dapat dikunjungi oleh setiap orang
yang melakukan rukun kelima ke tanah suci).[1]
Abu Bakr merupakan sebutan panggilan bagi dirinya yang bermakna bapak si upik. Nama yang sebenarnya ialah Abdullah ibn utsman. Sewaktu berlangsung peristiwa israk, yakni keberangkatan nabi Muhammad dari masjidil haram ke masjidil aqsha dalam satu malam saja pulang perhi, dan hal itu dibohongkan pembesar-pembesar Quraisy dengan sangat sengit sekali, maka Abu Bakr ibn Abi-kahfah membenarkannya dengan yakin dan pasti. Semenjak itu, sebutan panggilan dirinya ditambah Nabi Muhammad dengan ash-shiddiq.[2]
Setelah
Nabi Meninggal dunia, pemimpin berikutnya adalah Abu Bakr ash-shiddiq.
Sekalipun ia menjabat menjadi kepala negara yang tengah berkembang dengan
pesat, dan para panglimanya telah berdiam pada kastel-kastel megah di lembah
mesopotamia akan tetapi ia masih tinggal di rumah biasanya.
Abu Bakr dikenal sebagai Khalifah yg sangat wara’
(hati-hati) dalam masalah harta.
Bahkan pada hari kedua setelah beliau dibai’at sebagai
Khalifah, beliau tetap berdagang & tdk mau mengambil harta umat dari Baitul
Mal untuk keperluan diri & keluarganya. Diriwayatkan oleh lbnu Sa’ad, penulis biografi para
tokoh muslim, bahwa Abu Bakr yang sebelumnya berprofesi sebagai
pedagang membawa barang-barang dagangannya yang berupa bahan pakaian di pundaknya
& pergi ke pasar utk menjualnya.[3]
Di tengah jalan, ia bertemu dengan Umar bin Khaththab.
Umar bertanya, “Anda mau kemana, hai Khalifah?” Abu Bakar menjawab, “Ke pasar.”
Umar berkata, “Bagaimana mungkin Anda melakukannya, padahal Anda telah memegang
jabatan sbg pemimpin kaum muslimin?” Abu Bakar menjawab, “Lalu dari mana aku
akan memberikan nafkah utk keluargaku?” Umar berkata, “Pergilah kepada Abu
Ubaidah (pengelola Baitul Mal), agar ia menetapkan sesuatu untukmu.”[4]
Keduanya pun pergi menemui Abu Ubaidah, yg segera
menetapkan santunan (ta’widh) yg cukup utk Khalifah Abu Bakar, sesuai dengan
kebutuhan seseorang secara sederhana, yakni 4000 dirham setahun yg diambil dari
Baitul Mal. Urusan keuangan di pegang oleh Abu Ubaidah Amir
bin jarrah yang mendapatkan nama julukan dari Rasulullah SAW “Orang kepercayaan
Ummat”.
Menurut keterangan Al-Mukri bahwa yang mula-mula membentuk kas Negara atau
baitullmall adalah Abu Bakar dan urusannya di serahkan kepada Abu Ubaidah Amir
bin Jarrah. Kantor Baitulmall mula-mula terletak di kota Sunuh, satu batu dari
Mesjid Nabawi dan tidak pernah di kawal. Pada suatu kali Orang berkata
kepadanya, “Alangkah baiknya kalau Baitulmall di jaga dan di kawal”. Jawab Abu
Bakar, “tak perlu karena di kunci”.
Di kala Abu Bakar pindah kediamannya dekat Masjid Baitulmall atau kas
Negara itu diletakkan di rumahnya sendiri.Tetapi boleh di katakana bahwa kas
situ selalu kosong karena seluruh pembendaharaan yang sumber langsung di
bagi-bagi dan di pergunakan menurut perencanannya.
- Sumber-sumber keuangan
Sumber-sumber keuangan yang utama di
Zaman Abu Bakar adalah :
1.
Zakat
2.
Rampasan
3.
Upeti
- Urusan Kehakiman.
Sebagaiman kita ketahui bahwa Abu
Bakar adalah seorang kepala Negara yang bertanggung jawab langsung (Presidentil
Kabinet), maka pembantu-pembantunya (Menteri-menteri) adalah atas
pertunjukannya sendiri. Dari itu untuk mengurus soal kehakiman di tunjuknyalah
Umar bin Khattab.
Kaum Muslimin dan rakyat Madinah amat
patuh kepada peraturan pemerintah yang di petik dari ajaranAgamanya.Soal Halal dan Haram, soal hak milik dan hubungan baik
sumber Manusia adalah menjadi pedoman hidup mereka.Mereka tak membeda-bedakan
antara peraturan pemerintah dan sumber Agama, bahkan mereka meyakinkan bahwa
ajaran Agamalah yang melahirkan pemerintahan dan Negara Islam, seterusnya
seluruh peraturan pemerintah diciptakan oleh syariat Islam. Berdasarka itu
kepatuhan rakyat kepada sumber dan norma Islam adalah kepatuhan lahir dan batin
yang betul-betul timbul dari hati sanubari dan keimanan.[5]
Cerita di atas merupakan Budaya yang berawal dari
pemerintahan Abu Bakr atas saran Umar yang diperbolehkan Islam.
Baitul mal diperoleh dari alfarz, usyri, usyur, zakat dan jizya. Umar juga
melengkapinya dengan beberapa jawatan. Kenapa pemberian gaji terhadap
pemerintah itu disebut budaya? Karena aktivitas ini terus berjalan dari awal
sampai saat ini. Selain itu budaya Islam yang hidup pada zaman Abu Bakr ash
Shiddiq antara lain:
1. Dakwah
dan ekspansi wilayah
Ini merupakan suatu
kebudayaan yang dilakukan umat islam dari zaman nabi, abu bakr dan lain-lain.
Mengapa dakwah dan ekspansi wilayah merupakan suatu kebudayaan? Karena dakwah
dan ekspansi selalu di lakukan pada setiap kepemerintahan, sehingga ini
merupakan aktivitas yang sudah meradikal. Abu Bakar kemudian
mengarahkan perhatiannya pada perluasan wilayah pemerintahan Islam.[6] Pada tahun 633 M, Abu
Bakar memerintahkan Khalid ibn Walid mengadakan kegiatan ekspansi ke
wilayah-wilayah perbatasan Syria dan Persia. Khalid mengirimkan surat kepada
Hurmuz, komandan pasukan tempur Persia, dengan tiga alternatif :
a) ajaran memeluk agama islam,
b) kewajiban membayar pajak,
c) siap dalam peperangan.
Hurmuz memutuskan pilihannya pada alternatif yang ketiga, sehingga pecahlah
peperangan antara pasukan muslim dengan pasukan Persia. Pertama kali perang
terjadi di Hafir, 50 mil sebelah Utara Uballah, yang dikenal sebagai “perang
rantai” karena pasukan Persia membuat barisan pertahanan dengan rantai-rantai
besar yang mengikat mereka satu dengan lainnya. pasukan Persia menyerah sedang
komandan mereka terbunuh dalam peperangan. setelah peperangan ini, terjadi
sejumlah peperangan kecil, pasukan Persia pada akhirnya terdesak dan mereka
terusir ke wilayah Mesopotamia. pasukan muslim juga berhasil mengepung dan
menguasai wilayah Hira. Penguasa Kristen wilayah ini menyerahkan diri dan
mengadakan perjanjian damai dengan pemerintah Islam, dengan kesediaan mereka
membayar sejumlah pajak, yang dikenal sebagai jizyah. setelah berhasil dalam
pengepungan kota Hira, Khalid beserta pasukannyamelanjutkan ekspansi ke wilayah
Utara sampai pada wilayah Ambar, sebuah wilayah pesisir di tepi pantai Euphrat.
Dari sini, pasukan Khalid mengadakan penaklukan wilayah “ Ainut tamr”. Pada
masa Nabi Muhammad, Heraclius, penguasa imperium Romawi, menyambut delegasi
yang dikirimkan oleh Nabi dengan penuh penghormatan, namun tidak lama kemudian
ia menjadi musuh islam. Pada masa ini kaisar Romawi menggalang persekutuan
dengan suku-suku badui, di sekitar wilayah perbatasan Syria, untuk melancarkan
serangan terhadap islam. Abu Bakar menempuh upaya pengamanan wilayah tersebut
dari rongrongan penguasa Romawi. selain itu salah seorang komandan Romawi telah
membunuh utusan Nabi di Muth’ah. Untuk memberikan balasan kecurangan mereka
tersebut, Abu Bakar melancarkan ekspedisi militer ke Syria. terlepas dari faktor
dan latar belakang tersebut, kondisi obyektif wilayah Syria adalah sangat maju
perekonomiannya dibandingkan dengan negeri Arabia lainnya. sejak zaman dahulu,
negeri Arabia mayoritas bargantung pada Syria dengan menjalin hubungan
perdagangan. Atas dasar pertimbangan ini maka upaya penaklukan Syria diharapkan
akan sangat berarti bagi perkembangan islam di masa-masa mendatang.[7]
Mengenai
Dakwah yang dilakukan oleh para sahabat zaman abu bakr ash shiddiq adalah
berseru untuk menyuruh para manusia untuk memeluk islam di manapun tempat yang
dijadikan sebagai ekspansi wilayah, pemberantasan nabi palsu. Masa kepemimpinan
Abu Bakar terdapat sejumlah umat Islam yang melakukan pelanggaran agama dengan
mengaku sebagai nabi dan banyak umat Islam yang murtad. Sejumlah negeri yang
penduduknya murtad di jadikan sasaran dalam rangka mengembalikan mereka ke
dalam ajaran yang di ridhai Allah yaitu agama Islam. Disamping itu
Abu Bakar juga melakukan perluasan wilayah dengan menaklukkan Irak dan Syam,
bahkan sudah memasuki wilayah Byzantium ( Romawi).[8]
Pada
khalifah Abu Bakar, ia telah membuat peraturan peperangan yang di jadikan
pegangan para perwira militer dan pejabat lainnya. Diantaranya yaitu:
a)
Orang tua , wanita dan anak-anak tidak
boleh di bunuh
b)
Biarawan tidak boleh dianiya dan tempat
ibadah mereka tidak boleh di rusak
c)
Mayat yang gugur tidak boleh di rusak
d)
Pohon-pohon tidak boleh di tebang, hasil
panen tidak boleh dibakar,dan tempat tinggal tidak boleh di rusak
e)
Perjanjian- perjanjian dengan agama lain
harus di hormati
f)
Orang-orang yang menyerah harus di beri
hak yang sama dengan hak-hak penduduk Islam
2.
Pembagian Wilayah
Abu
Bakar telah melakukan perluasan wilayah dan dan di setiap wilayah di bentuk
Amir yaitu semacam gubernur ( penguasa daerah) yang memerintah pada wilayah
tertentu yang disertai dengan pasukan perang. Abu Bakar tidak mengangkat
perdana mentri dan sekretaris, tetapi ia membentuk Balai Harta Karun
( Bayt al- mal) untuk kepentingan umat islam. Aktivitas ini merupakan
budaya islam yang meradikal dari zaman nabi.[9]
3. Benteng
wanita dan benteng pria
Benteng wanita ( hushun-i-mirati)
dan benteng pria (hushhun-i-rajuli) adalah dua buah perbentengan pada bandar
basrah yang harus dihadapi oleh pasukan islam yang bergerak maju dari bandar
ubulah. Basrah yang pada masa itu merupakan bandar dagang yang tiada berarti
karena kedudukannya dikalahkan oleh bandar ubulah.
4. Pengumpulan
Mushaf Alquran
Perang Yamamah
merupakan perang dalam mengatasi orang-orang murtad yang menghawatirkan Umar,
ia khawatir tentara islam yang gugur dalam peperangan tersebut adalah sahabat
yang hafal Alquran. Kekhawatiran Usman mendorong untuk memberi usulan kepada
Abu Bakar agar mengumpulkan Alquran dengan alasan bahwa jika para sahabat yang
menghafal gugur dalam peperangan tersebut , berarti pelestarian Alquran telah
rusak maka dilakukan penyelamatan dengan cara di tulis dan di kumpulkan.
Perdebatan terjadi
antara Umar dan Abu Bakar. Umar bertahan dengan argumentasinya, sedangkan Abu
Bakar menolak, dengan alasan pengumpulan Alquran tidak dilakukan nabi Muhammad
Saw. Perdebatan tersebut diatasi oleh Zaid Ibn Tsabit dan
menyetujui gagasan Umar, yakni mengumpulkan Alquran.
Menurut Abu Abdullah
Al-janjani, pengumpulan Alquran pada Zaman Abu Bakar dilakukan dengan cara
mengumpulkan ayat-ayat Alquran yang di tulis ditulang, pelepah ( kulit) kayu ,
dan batu yang kemudian di salin oleh Zaid ibn Tsabit di atas kulit hewan yang
telah disamak. Abu bakar meninggal pada usia 63 tahun, masa kepemimpinannya
berlangsung singkat, hanya 2 tahun tiga bulan lebih beberapa hari.
KESIMPULAN
Abu
bakr adalah sosok yang luar biasa dengan sifatnya yang wara’ dan tidak mementingkan
harta untuk diri sendiri telah berhasil membina budaya islam yang berkembang
pada zamannya. Budaya yang hidup zaman abu bakr itu pemberian gaji kepada para
petugas negara, dakwah melalui ekspansi wilayah, benteng wanita dan benteng
pria.
Budaya
islam yang hidup pada zaman abu bakr merupakan suatu budaya yang baik karena
tujuan budaya itu mensejahterakan rakyat jelata, petugas negara. Budaya islam
abu bakr juga dilestarikan oleh pemimpin
berikutnya yang bernama Umar bin khatab, seperti pengumpulan al-qur’an
yang berlanjut pada pembukuan al-qur’an.
DAFTAR PUSTAKA
Andi
Batoni, Hepi. sejarah para khalifah. Jakarta: Pustaka Al-kautsar. 2008.
http://abuhaidar.web.id/184/sejarah-bmt.htm,
diakses tanggal 6 Mei 2014, 9.09.
http://tintaputihlisna.blogspot.com/2012/12/sistempolitik-pada-masa-khulafaur_17.html
diakses tanggal 6 mei 2014, 10:27.
http://anharululum.blogspot.com/2012/04/memahami-sejarah-kebudayaan-islam-pada.html,
diakses tanggal 6 mei 2014, 9.40.
Lapidus, Ira M. sejarah sosial umat islam. Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada. 2000.
Sou’yb,
Joesoef. Sejarah Daulat KHULAFAUR RASYIDIN. Jakarta : bulan bintang.
1979.
[1]Joesoef Sou’yb, Sejarah Daulat
KHULAFAUR RASYIDIN, (Jakarta : bulan bintang, 1979), hlm.,128-132.
[2]Joesoef Sou’yb, Sejarah Daulat
..., (Jakarta : bulan bintang, 1979), hlm.,128-132.
[3]http://abuhaidar.web.id/184/sejarah-bmt.htm,
diakses tanggal 6 Mei 2014, 9.09.
[4] http://abuhaidar.web.id/184/sejarah-bmt.htm,
diakses tanggal 6 Mei 2014, 9.09.
[5] http://tintaputihlisna.blogspot.com/2012/12/sistempolitik-pada-masa-khulafaur_17.html
diakses tanggal 6 mei 2014, 10:27.
[7] http://anharululum.blogspot.com/2012/04/memahami-sejarah-kebudayaan-islam-pada.html,
diakses tanggal 6 mei 2014, 9.40.
[8]Ira M. Lapidus, sejarah sosial
umat islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2000), hlm., 126.
[9] Hepi Andi Batoni, sejarah
para khalifah, ( Jakarta: Pustaka Al-kautsar, 2008), hlm., 10.