PEMBARUAN PEMIKIRAN JAMALUDDIN
AL-AFGANI
A.
Pendahuluan
Berawal dari Jamaluddin al-Afghani,
mulailah gerakan pembaharuan Islam abad modern. Sebagai tokoh dengan
kepribadian menarik, dia berhasil memberikan pengaruh pada pribadi-pribadi
pembaharu pada abad ini. Disamping mengilhami urgensi pembaharuan dalam agama
Islam.
Pada masa itu, memang sosok seperti
dialah yang dibutuhkan. Dengan suara yang lantang, dia mengatakan akan
“kewajiban” suatu pembaharuan, sebuah jeritan panjng yang membangunkan tidur
panjang dan mengembalikan harapan lama yang telah hilang direnggut penjajahan.
Penjajahan yang menyebabkan sikap pasrah, putus asa dan rela dengan situasi di
sekitar mereka sebagai sebuah takdir yang tidak mungkin untuk dilawan. Maka
datanglah Jamaluddin al-Afghani yang memberikan semangat-semangat dalam jiwa
yang pesimis, mengembalikan optimisme dan kepercayaan mereka pada kemampuan
diri mereka sendiri.
Gerakan pembaharuan Islam di abad
modern pada masa itu, bukanlah seorang hakim yang dibutuhkan, karena seorang
hakim pada masa itu tidak bisa lepas dari pesanan dan intervensi pemerintah.
Dan pada masa itu, bukan pula seorang faqih yang dibutuhkan untuk memperbaharui
hukum-hukum Islam klasik. Sekalipun mereka hidup pada masa itu, maka keberadaan
merekapun juga tidak mampu untuk mengubah keadaan yang ada. Sesungguhnya yang
dibutuhkan pada masa itu adalah seorang revolusioner Islamis seperti yang
terdapat dalam jiwa Jamaluddin al-Afghani.
Afghani memang bukan seorang hakim,
tapi dia punya syarat dan kapabilitas untuk menjadi seorang hakim dan diapun
bukan seorang faqih yang menguasai dunia literatur fiqh, walaupun dia bukan
pula orang yang buta dan taklid dalam berfiqh. Tetapi dia adalah seorang
revolusioner Islamis, seorang penggugah dalam tidur yang berkepanjangan,
seorang pengilham bagi jiwa-jiwa pesimisme. Dengan jiwa revolusinya dan
kepribadian Islamnya membuat dia mampu untuk menuntun bangsanya untuk
bersama-sama menghadapi dua problematika dasar pada masa itu. Pertama, penjajahan
dari luar dan kedua adalah otoritarianisme pemerintahan dari dalam. Dang
dengan tegas dia katakan bahwa dua hal ini bisa hilang bukanlah sebuah
kemungkinan, namun sebuah keharusan yang bisa tercapai bila kaum dan bangsanya
mempercayai.
Dari suatu
kelebihan dari diri Jamaluddin al-Afghani ialah kemampuannya untuk menghentak
kesadaran bangsa Mesir saat itu untuk secara keseluruhan sadar dalam kembali
dalam menghadapi cengkraman penjajahan Eropa lebih khususnya Inggris dalam
kepemimpinan Ratu Victoria. Adapun perjuangan Afghani dibagi dalam dua tahap,
merombak sistem yang ada saat itu dan membangun kembali sistem yang baru. Dalam
tahap pertama dilakukan dengan cara melawan penjajahan dari luar dan mengencam
diktatorisme pemerintah dari dalam. Adapun tahap kedua, dia sadar bahwa ini
memerlukan waktu yang lama, adapun pelaksanaan pada tahap ini dilakukan oleh
para pembaharu-pembaharu selanjutnya yang hidup di masa sesudah meninggalnya
Jamaluddin al-Afghani. Sepeninggal Afghani muncul beberapa upaya untuk
meragukan kembali perjuangan dan kontribusi Afghani muncul beberapa upaya untuk
meragukan kembali perjuangan dan kontribusi Afghani bagi umat Islam saat itu,
namun semua itu mengalami kegagalan dan jauh yang diharapkan.
B. Biografi Jamaluddin Al-Afgani
Jamaluddin al-Afghani dilahirkan di
As’adabad, dekat Kanar di Distrik Kabul, Afghanistan, pada tahun 1838 (1254 H).[1][1] Al-afghani menghabiskan masa
kecilnya di Afghanistan, namun banyak berjuang di Mesir, India bahkan Perancis.
Pada usia 18 tahun di Kabul, Jamaluddin tidak hanya menguasai ilmu keagamaan
tetapi juga mendalami filsafah, hukum, sejarah, metafisika, kedokteran, sains,
astronomi dan astrologi. [2][2]
Jamaluddin al-Afghani adalah salah
seorang pemimpin pergerakan Islam pada akhir abad ke -19.[3][3] Sayyid Sand adalah ayah Afghani,
yang dikenal dengan gelar Shadar Al-Husaini. Ia tergolong bangsawan terhormat
dan mempunyai hubungan nasab dengan Hussein Ibn Ali r.a., dari pihak Ali
At-Tirmizi, seorang perawi hadits. Oleh karena itu, di depan nama Jamaluddin
al-Afghani diberi title “Sayyid”.[4][4] Afghani melanjutkan belajar ke
India selama satu tahun. Di india Afghani menekuni sejumlah ilmu pengetahuan
melalui metode modern. Didorong keyakinannya, ia melanglang buana ke berbagai
negara. Dari India, Jamaluddin melanjutkan perjalanan ke mekkah untuk
menunaikan ibadah haji. Sepulangnya ke Kabul ia diminta penguasa Afghanistan
Pangeran Dost Muhammad Khan, untuk membantunya. Tahun 1864,, ia diangkat
menjadi penasehat Sher Ali Khan, dan beberapa tahun kemudian diangkat menjadi
Perdana Menteri oleh Muhammad A’zam Khan. Namun karena campur tangan Inggris,
Jamaluddin akhirnya meninggalkan Kabul ke Mekkah. Inggris menilai Jamaluddin
sebagai tokoh berbahaya karena ide-ide pembaharuannya, terus mengawasinya.[5][5]
C. Pemikiran –
Pemikiran Jamaluddin al-Afghani
Pada saat kembalinya Jamaluddin ke
India untuk kedua kalinya setelah pergi meninggalkan Mesir karena
ketidaksenangan Inggris yang telah menghasut kaum teolog untuk melawan
jamaluddin atas kegiatan-kegiatan Jamaluddin yang menyebabkan banyaknya orang
kristen yang masuk Islam. Di sini, ia menuliskan risalah yang sangat terkenal, Pembuktian
Kesalahan Kaum Materialis, risalah ini menimbulkan gejolak besar kalangan
materialis.[6][6]
Jamaluddin al- Afghani pernah menerbitkan jurnal Al-Urwat-Al-Wuthqa
yang mengecam keras Barat. Jurnal tersebut juga dikenal sebagai jurnal anti
penjajahan, yang diterbitkan di Paris. Jurnal ini segera menjadi barometer
perlawanan imperialisme dunia Islam yang merekam komentar, opini, dan analisis
bukan saja dari tokoh-tokoh Islam dunia, tetapi juga ilmuwan-ilmuwan barat yang
penasaran dan kagum dengan kecermelangan Afghani.
Pada tahun 1889, al-Afhgani diundang
ke Persia untuk suatu urusan persengketaan politik antara Persia dengan Rusia.
Bersamaan dengan itu al-Afghani melihat ketidakberesan politik dalam negeri
Persia sendiri. Karenanya, ia menganjurkan perombakan sistem politik yang masih
otokratis.[7][7]
Dan beberapa
kontribusi al-Afghani yang lain adalah perlawanan terhadap kolonial barat yang
menjajah negeri-negeri Islam (terutama terhadap penjajah Inggris). Kemudian
upaya melawan pemikiran naturalisme India, yang mengingkari adanya hakikat
ketuhanan. Menurutnya dasar aliran ini merupakan hawa nafsu yang menggelora dan
hanya sebatas egoisme sesaat yang berlebihan tanpa mempertimbangkan kepentingan
umat manusia secara keseluruhan. Hal ini
dikarenakan adanya pengingkaran terhadap hakikat Tuhan dan anggapan bahwa
materi mampu membuka pintu lebar-lebar bagi terhapusnya kewajiban manusia
sebagai hamba Tuhan. Dari situlah al-Afghani berusaha menghancurkan pemikiran
ini dengan menunjukkan bahwa agama mampu memperbaiki kehidupan masyarakat
dengan syari’at san ajaran-ajarannya.
Afghani juga mengembangkan pemikiran
(dan gerakan) salafiyah, yakni aliran keagamaan yang berpendirian
bahwa untuk dapat memulihkan kejayaannya, umat Islam harus kembali kepada
ajaran Islam yang masih murni seperti yang dahulu diamalkan oleh generasi
pertama Islam, yang juga biasa disebut salaf (pendahulu) yang
saleh.
Dalam rangka usaha pemurnian akidah
dan ajaran Islam, serta pengembalian keutuhan umat Islam, Afghani menganjurkan pembentukan
suatu ikatan politik yang mempersatukan seluruh umat Islam (Jami’ah
islamiyah) atau Pan-Islamisme. Menurut Afghani, asosiasi
politik itu harus meliputi seluruh umat Islam dari segala penjuru dunia Islam,
baik yang hidup dalam negara-negara yang merdeka, termasuk Persia, maupun
mereka yang masih merupakan rakyat jajahan. Ikatan tersebut, yang didasarkan
atas solidaritas akidah Islam, bertujuan membina kesetiakawanan dan pesatuan
umat Islam dalam perjuangan; pertama, menentang tiap sistem
pemerintahan yang dispotik atau sewenang-wenang, dan menggantikannya dengan
sistem pemerintahan yang berdasarkan musyawarah seperti yang diajarkan Islam,
hal mana juga berarti menentang sistem pemerintahan Utsmaniyah yang absolut
itu. Kedua, menentang kolonialisme dan dominasi Barat.
Menurut Afghani, dalam ikatan itu
eksistensi dan kemandirian masing-masing negara anggota tetap diakui dan
dihormati, sedangkan kedudukan para kepala negaranya, apa pun gelarnya, tetap
sama dan sederajat antara satu dengan yang lain, tanpa ada satu pun dari mereka
yang lebih ditinggikan.
Afghani mendiagnose penyebab
kemunduran di dunia Islam, adalah tidak adanya keadilan dan syura (dewan) serta
tidak setianya pemerintah pada konstitusi dikarenakan pemerintahan yang
sewenang-wenang (despotik), inilah alasan mengapa pemikir di negara-negara
Islam di timur tidak bisa mencerahkan masyarakat tentang inti sari dan kebaikan
dari pemerintahan republik. Pemerintahan republik, merupakan sumber dari
kebahagiaan dan kebanggaan. Mereka yang diatur oleh pemerintahan republik
sendirilah yang layak untuk disebut manusia; karena suatu manusia yang
sesungguhnya hanya diatur oleh hukum yang didasari oleh keadilan dan mengatur
gerakan, tindakan, transaksi dan hubungan dengan orang yang lain yang dapat mengangkat
masyarakat ke puncak kebahagiaan. Bagi Afghani, pemerintah rakyat adalah
“pemerintahan yang terbatas”, pemerintahan yang yang dapat
dipertanggungjawabkan kepada masyarakat, dan karenanya merupakan lawan dari
pemerintahan absolut. Merupakan suatu pemerintah yang berkonsultasi dalam
mengatur, membebaskan dari beban yang diletakkan pemerintahan despotik dan
mengangkat dari keadaan membusuk ke tingkat kesempurnaan.
D.
Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat
disimpulkan bahwa Jamaluddin al-Afghani adalah salah seorang pemimpin
pergerakan Islam pada akhir abad ke -19. Sayyid Sand adalah ayah Afghani, yang
dikenal dengan gelar Shadar Al-Husaini. Ia tergolong bangsawan terhormat dan
mempunyai hubungan nasab dengan Hussein Ibn Ali r.a., dari pihak Ali At-Tirmizi,
seorang perawi hadits. Oleh karena itu, di depan nama Jamaluddin al-Afghani
diberi title “Sayyid”.
Dan semua pemikiran-pemikirannya
adalah berdasarkan kepercayaannya, yaitu Islam adalah yang sesuai untuk semua
bangsa, semua zaman dan semua keadaan. Kalau kelihatan ada pertentangan antara
ajaran-ajaran Islam dengan kondisi yang dibawa perbuahan zaman dan perubahan
kondisi, penyesuaian dapat diperoleh dengan mengadakan interpretasi baru
tentang ajaran-ajaran Islam seperti yang tercantum dalam al-Qur’an dan Hadits.
Untuk interprestasi itu diperlukan ijtihad dan pintu ijtihad baginya terbuka.
Kemunduran umat Islam bukanlah karena Islam, sebagaimana dianggap tidak sesuai
dengan perubahan zaman dan kondisi baru. Umat Islam mundur, karena telah
meninggalkan ajaran-ajaran Islam yang sebenarnya.
Dan pada buku Prof. Ahmad Amin dari
Kairo yang berjudul Zuma al-Islah, para penulisnya sepakat bahwa al-Afghani
memiliki dua tujuan yang jelas dan pokok yang menggarisbawahi misinya yang
besar :[8][8]
1.
Mengisi
semangat baru di Timur sehingga ia menghidupkan kembali kebudayaan, ilmu
pengetahuan, pendidikan, kebersihan agamanya yang kaya, sehingga membebaskan
kepercayaannya dari tahayul, dan menjernihkan moralnya dari apa yang telah
terkumpul di sekitar mereka dan kemudian kembali kepada kekuasaan dan landasan
yang pernah mereka pegang dan miliki.
2.
Melawan
dominasi asing (Imperialisme Barat) sehingga negara-negara Timur dikembalikan
kepada kemerdekaannya, yang dperkuat ileh persekutuan dan pertalian yang
mungkin, agar dapat menjaga diri mereka sendiri terhadap bahaya-bahaya yang
datang (yang ditimbulkan oleh Barat)
Daftar
Bacaan
Hadi, Saiful., 125 Ilmuwan Muslim Pengukir Sejarah, Jakarta : Insan
Cemerlang
Mohammad, Herry, Tokoh-Tokoh Islam Yang Berpengaruh Abad 20, Jakarta
: Gema Insani, 2006
Munawir,
Imam, Mengenal Pribadi 30 Pendekar dan Pemikir Islam Dari Masa Ke Masa, Surabaya
: PT Bina Ilmu, 2006
Nasution, Harun,
Pembaharuan Dalam Islam, Sejarah Pemikiran dan Gerakan, Jakarta : Bulan
Bintang, 1975
http://juraganmakalah.blogspot.com/2013/04/pembaruan-pemikiran-jamaluddin-al_17.html
diakses tanggal 23 feb. jam 17:31
[1][1] Saiful Hadi, 125 Ilmuwan Muslim Pengukir
Sejarah., Jakarta : Insan Cemerlang.
[2][2] Herry Mohammad, Tokoh-Tokoh Islam Yang
Berpengaruh Abad 20, Jakarta : Gema Insani, 2006.
[3][3] Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam,
Sejarah Pemikiran dan Gerakan, Jakarta : Bulan Bintang, 1975.
[5][5] Herry Mohammad., Op.Cit.
[6][6] Ibid.
[7][7] Saiful Hadi, Op,Cit.
[8][8] Imam Munawir, Mengenal Pribadi 30 Pendekar dan
Pemikir Islam Dari Masa Ke Masa, Surabaya : PT Bina Ilmu, 2006.