PENDAHULUAN
Islam yang merupakan agama pembebas
bagi kalangan tertindas dan hegemoni penguasa yang non Islam seperti Persia dan
Romawi, acap kali dianggap agama yang identik dengan
darah dan pedang. Anggapan tersebut sama sekali tidaklah terbukti karena Islam
merupakan agama pembela bagi kalangan tertindas, tidak terkecuali di wilayah
Afrika.[1]
Realitas wilayah Afrika merupakan daerah yang berada dibawah kekuasaan kekaisaran
Romawi, yaitu sebuah kekaisaran yang super power pada masa itu.
Dalam sejarah peradaban dunia, bahwa kaisar-kaisar Romawi
dikenal sebagai penguasa yang kejam, lalim dan berdarah penjajah. Namun pada
kenyataannya, justru Islam dapat berkembang di Afrika dan populasi penduduk
muslimnya mencapai 75 juta dari 500 juta jumlah populasi umat muslim seluruh
dunia.[3] Di Afrika juga terdapat dinasti-dinasti yang
ikut terlibat dan mewarnai Islamisasi di wilayah
tersebut.[2]
Maka dari itu, dalam makalah ini
akan dibahas menganai bagaimana islam masuk di benua afrika dan penyebarannya.
PEMBAHASAN
Afrika merupakan benua terluas nomor
dua setelah Asia, yaitu 20 % dari seluruh total daratan bumi dan penduduknya
mencapai sepertujuh dari seluruh populasi dunia.[4] Sebutan bagi penduduk
Afrika biasa dikenal dengan nama Berber dan Negro. Bangsa Negro sangat majemuk,
bahkan mendominsi dari jumlah penduduk
di benua Afrika, aktifitas keagamaannya sangat beragam yang mempunyai peranan
penting dalam kehidupan sehari-hari.
Afrika
Utara adalah bagian dari daerah di benua Afrika di
mana budaya dan penduduknya berbeda dengan daerah-daerah di Afrika lainnya. Afrika Utara adalah
sebuah kehidupan masyarakat Berber yang bersifat kesukuan, berpindah-pindah
dari satu tempat ke tempat lain dan patriarkhi.[3]
Sebelum Islam masuk ke daerah Afrika Utara, daerah ini
merupakan daerah dibawah kekuasaan Romawi.
Secara geografis, Afrika Utara
merupakan wilayah bergurun. Dalam terminologi Arab, daerah ifriqiyah merupakan
bagian dari Afrika Utara yaitu wilayah Libya, Tunisia, Al-Jazair, dan Maroko.
Seluruh wilayah tersebut oleh orang-orang Arab dikenal dengan sebutan
Al-Maghribi.[4]
Penyebaran Islam di Afrika bermula pada masa Nabi Muhammad ketika ada kontak pertama
kali antara Islam dengan Afrika, yaitu setelah para
sahabat hijrah ke Habsyi dan mendapatkan sambutan baik dari raja Najjasyi
maupun penduduk setempat. Penyebaran Islam kemudian dilanjutkan pada masa
Khalifah Umar Ibn Khattab dengan mengutus Amr ibn 'Ash. Pasukan muslim dibawah
panglima Amr ibn 'Ash berhasil memasuki Mesir dengan mengelahkan tentara
Bizantium yaitu pada tahun 639-644 M, dan mendirikan kota Fusthat sebagai ibu
kota pertama di wilayah Afrika.[5]
Penyebaran Islam ke wilayah Afrika
kemudian dilanjutkan oleh khalifah ke tiga yaitu Khalifah Utsman ibn Affan
dengan mengirim Abdullah ibn Sa’ad ibn Abi Sarah yang berhasil mengalahkan
tentara Romawi di Laut Tengah dan mengalahkan tentara Bizantium dan terus maju
sampai ke Barqah dan Tripoli dan terus merangsek sampai ke daerah Carthage,
yaitu ibu kota Romawi di Afrika Utara.[6]
Perluasan wilayah Afrika sedikit terganggu dengan adanya suhu politik di
Madinah yang kurang mendukung sehingga perluasan wilayah tidak memungkinkan
untuk dilanjutkan. Kondisi ini dimanfaatkan oleh Raja Konstantine III untuk
merebut kembali kekuasaannya atas wilayah Afrika.
Penyebaran Islam mengalami kemajuan
pesat ketika pada masa Muawiyah ibn Abi Sofyan dengan mengutus seorang yang
bernama Uqbah ibn Nafi' menjadi gubernur di Afrika pada 666 M dan menjadikan
kota Qayrawan sebagai ibu kota. Dengan keberaniannya, ia membersihkan pengacau
dan sekaligus memulihkan keadaan, ia merupakan orang pertama yang menembus
padang pasir Sahara.[7]
Masuknya Islam ke Afrika Utara
merupakan moment penting bagi masa depan Islam secara keseluruhan di benua
Afrika dan daratan eropa yang selama berabad-abad berada dibawah kekuasaan
Kristen. Dalam peradaban Islam, Afrika Utara tidak dapat dilupakan begitu saja.
Hal ini dikarenakan Afrika Utara merupakan pintu masuk dari sentral penyebaran
Islam, yakni Timur Tengah. Bukti kemajuan di Afrika
Utara dalam peradaban Islam adalah dalam bidang arsitektur, seni, dekorasi dan
intelektual. Diantara tokoh yang terkenal dalam bidang intelektual adalah Ibn
Batuta (Biologi), Ibnu Khaldun (sosiologi) dan Ibn Zuhr.[8]
Perjalanan panjang penyebaran Islam
tidak serta merta berjalan dengan mudah, akan tetapi melalui beberapa rintangan
baik rintangan dari dalam maupun dari luar. Pergolakan politik yang terjadi
dalam pemerintahan pada saat itu, dimanfaatkan oleh bangsa Berber untuk
melakukan pemberontakan. Pemberontakan silih berganti baik yang dilakukan
orang-orang Berber sendiri dengan maksud melepaskan diri dari kekuasaan orang
Islam. Misalnya, pemboikotan yang dilakukan oleh Kusailah pada masa Muawiyah.
Pada tahun 683 M orang-orang Islam di Afrika Utara
mengalami kemunduran karena orang-orang Berber di bawah pimpinan Kusailah
bangkit memberontak dan mengalahkan 'Uqbah di Tahuza pada saat pulang ke ibu
kota Qayrawan. Dia dan pasukannya tewas dalam pertempuran tersebut.[9]
Rintangan dari pihak luar, misalnya,
keinginan bangsa Romawi atas wilayah Afrika maupun
penjajahan bangsa Eropa.[10]
Pada saat pemerintahan dipegang oleh Abdul Malik ibn Marwan pada masa Daulah
Umayyah, Afrika Utara dapat direbut kembali dari
kekuasaan Romawi dan berhasil mengalahkan perlawanan
bangsa Berber.
Dinasti-dinasti Yang Mewarnai Islamisasi di Afrika
Utara
Telah disinggung sebelumnya bahwa
'Uqbah mendirikan kota militer yang termasyhur yaitu Qayrawan
di sebelah selatan Tunis. Pendirian ini bertujuan untuk mengendalikan
orang-orang Berber yang terkenal ganas dan sukar diatur sekaligus membentengi
diri dari orang-orang Romawi. Afrika
Utara memasuki babak baru dan Islamisasi dapat
dilanjutkan kembali. Sejak saat itu, Afrika Utara
melepaskan diri dari wilayah kekuasaan mesir dan berdiri sebagai wilayah
tersendiri yang dipimpin oleh seorang gubernur.[11]
Pada masa pemerintahan dipegang oleh
Musa, Afrika Utara mengalami kemajuan yang pesat dan
terjadi perubahan dan membuat stabilitas keamanan serta perubahan yang sangat
berarti baik dibidang sosial maupun politik sehingga Islamisasi baru dapat berjalan lancar. Sebagai apresiasi terhadap
pasukan muslim bahwa mereka bukan hanya sekedar mengIslamkan kaum Berber semata
namun juga mengajarkan pengetahuan yang mendalam mengenai agama tersebut
termasuk didalamnya pengetahuan bahasa arab sehingga bahasa arab sebagai bahasa
percakapan di Afrika utara sampai sekarang.
Keberhasilan tersebut tidak lepas
atas dukungan kaum Khawarij yang ikut terlibat sehingga Islam benar-benar dapat
diterima dan mengakar di kalangan Afrika Utara.[12]
Pergolakan politik yang terjadi pada masa dinasti Umayyah yang mengakibatkan
pergantian kekuasaan Bani Umayyah kepada Bani Abbasiah, dan peralihan kekuasaan kekhalifahan Islam dari
damaskus di Syiria ke Baghdad di Persia tampaknya tidak dapat dipungkiri
sebagai awal munculnya dinasti-dinasti baru di Afrika
utara. Hampir seluruh wilayah Afrika Utara melepaskan
diri dari kekuasaan dinasti Abbasiah.[13]
Diantara dinasti yang muncul di Afrika
utara adalah;
1. Dinasti Idrisiah
Di wilayah Maroko, Idris ibn
Abdullah setelah gagal melakukan pemberontakan terhadap Abbasiah, ia melarikan
diri ke Maroko dan mendirikan dinasti Idrisiah (788-974 M) yang beribu kota di
Fas. Dinasti ini yang pada akhirnya ditaklukkan oleh panglima Ghalib Billah
dari dinasti Umayyah di Andalusia. Idrisyah merupakan dinasti Syi'ah pertama
dalam sejarah Islam.[14]
Idrisiyyah adalah dinasti pertama yang berupaya memasukkan doktrin Syi'ah,
meskipun dalam bentuk yang sangat lunak, ke Maghrib. Sebelumnya, wilayah itu
didominasi oleh kaum Khawarij.[15]
Periode Idrisiyah sangat penting
bagi penyebaran kultur Islam di kalangan masyarakat Berber di dalam negeri.
Namun selama pemerintahan Muhammad al-Muntashir, berbagai wilayah kekuasaan
Idrisiyah terpecah secara politis sehingga menjadi mangsa serangan musuh-musuh
mereka yaitu Berber, terutama abad ke sepuluh dengan munculnya dinasti
Fathimiyah.
2. Dinasti Rustamiyah
Dinasti ini didirikan oleh
Abdurrahman ibn Rustam. Ia merupakan pemimpin suku Berber dari jabal Nefusa
yang menganut faham Kharijiyah sekte Ibadiyah, berhasil menduduki Tripoli dan
Qayrawan. Selanjutnya pada tahun 761 M, ia pergi ke Aljazair barat dan
mendirikan basis Kharijiyah yang kemudian dinamakan dinasti Rustamiyah yang
beribu kota di Tahert (Al-Jazair). Dinasti ini bertahan sampai tahun 909 M.[16]
Rustamiyah memiliki nilai penting bagi sejarah Islam Afrika Utara yang tidak
sebanding dengan masa dan lingkup kekuasaan politis mereka.
Mayoritas Berber Afrika Utara
menganut sekte Kharijiyah yang radikal, equalitarian, dan religio-politis, yang
merupakan bentuk protes terhadap dominasi tuan-tuan mereka yang Arab dan
ortodok. Sementara di Timur, Kharijiyah merupakan sekte minoritas yang ekstrim
dan kasar. Sedangkan di Barat, Kharijiyah merupakan sebuah gerakan massa yang
lebih moderat. Namun dengan bangkitnya Fathimiyah yang Syi'ah di Maroko
berakibat fatal bagi Rustamiyah (777-909 M) dan berakhirlah dinasti ini
sebagaimana bagi dinasti-dinasti lokal lainnya.[17]
Di bawah Rustamiyah, Tahart mengalami kemakmuran material yang luar biasa, menjadi
terminal di Utara dari salah satu rute kafilah trans-Sahara
3. Dinasti Aghlabiyah
Dinasti Aghlabiyah adalah salah satu
Dinasti Islam di Afrika Utara yang berkuasa selama kurang lebih l00 tahun
(800-909 M), dan berpusat di Sijilmasa.[18]
Wilayah kekuasaannya meliputi Ifriqiyah, Algeria dan Sisilia. Dinasti ini
didirikan oleh Ibnu Aghlab.[19]
Ayah Ibrahim ibn Al-Aghlab adalah seorang pejabat Khurasan dalam militer
Abbasiyah.Pada tahun 800 M, Ibrahim diberi profinsi Ifriqiyah (Tunisia Modern) oleh
Harun Al-Rasyid sebagai imbalan atas pajak tahunan yang besarnya 40.000 dinar.
Pemberian ini meliputi hak-hak otonomi yang besar.
Pada masa Ziyadatullah I, dimulailah
proyek merebut Sisilia dari tangan Bizantium. Penaklukan ini agar dapat
mengalihkan energi fanatis ke jihad melawan orang-orang kafir. Dengan demikian
akhirnya Sisilia berada dibawah penguasa muslim Aghlabiyah untuk pertama
kalinya. Wilayah ini merupakan pusat penting bagi penyebaran kultur Islam ke
Eropa. Keberhasilan pada masa Aghlabiyah adalah membangun masjid Agung Qayrawan
dan masjid Tunis.[20]
4. Dinasti Murabbitun
Dinasti Murabbitun adalah salah satu
dinasti Islam yang berkuasa di Maghribi. Mula-mula pemimpin Shanhaja, Yahya ibn
Ibrahim, berangkat haji dan sekembalinya dari Arabia, dia mengundang seorang
alim yang terkenal di Maroko yaitu Abdullah ibn Yasin untuk berdakwah ditengah
kaumnya. Kelompok ini berawal dari 1000 anggota pejuang yang kegiatan mereka
menyebarkan agama Islam dengan mengajak suku-suku lain untuk memeluk agama Islam.[21]
Wilayah mereka meliputi Afrika Barat Daya dan Andalus dengan beribu kota di
Marakesyi (1056-1147).
Pada saat kepemimpinan dipegang oleh
Abu Bakar, ia meneruskan penaklukan ke Sahara Maroko dan lambat laun
mengembangkan sistem kesultanan. Dan pada masa kepemimpinan Yusuf Tasyfin,
Murabbitun mengalami kejayaan dan menyeberang ke Spanyol kemudian berhasil
merebut Granada dan Malaga. Mulai saat itulah ia memakai gelar Amir
al-Mukminin.[22]
5. Dinasti al-Muwahhidun
Berdirinya dinasti al-Muwahhidun
(1130-1269 M) ini berangkat dari reaksi kekecewaannya atas al-Murabbitun yang
telah melanggar dan banyak menyimpang dari aqidah. Dinasti al-Muwahhidun dapat
mengalahkan Murabbitun dan menjadikan Marakesy sebagai ibu kota, dan kekuasaannya meliputi sebagian wilayah
Andalus.[23]
Marakesy merupakan daerah yang tidak kalah pentingnya dengan Baghdad yaitu
sebagai kota peradaban dan ilmu pengetahuan. Abdullah ibn Tumart, seorang sufi
masjid Cordova pada masa akhir Murabbitun, melihat kemungkaran dan sepak
terjang kaum Murabbitun yang sudah tidak mengikuti aqidah Islam dan
berkeinginan untuk memperbaikinya.
Setelah ia selesai belajar dengan
al-Ghazali, ia pun mengkritik dan mencela perbuatan raja-raja Murabbitun karena
menurut keyakinannya tidak mengikuti sunnah Rasul. Pengikut Abdullah disebut
muwahhidun yaitu bala tentara tauhid. Meskipun ibn Tumart adalah pencetus
dinasti al-Muwahhidun namun ia tidak pernah menjabat sebagai sultan dan justru
yang terkenal adalah Abd. al-Ma'mun yang awalnya sebagai panglima dan memimpin selama
33 tahun dan berhasil membawa kemajuan dengan pesat.[24]
6. Dinasti Fatimiah
Berdirinya Dinasti ini bermula
menjelang abad ke-X, ketika kekuasaan Bani Abbasiyah di Baghdad mulai melemah
dan wilayah kekuasaannya yang luas tidak terkordinir lagi. Kondisi seperti
inilah yang telah membuka peluang bagi munculnya Dinasti-Dinasti kecil di
daerah-daerah, terutama di daerah yang Gubernur dan sultannya memiliki tentara
sendiri. Kondisi ini telah menyulut pemberontakan-pemberontakan dari
kelompok-kelompok yang selama ini merasa tertindas serta memberi kesempatan
bagi kelompok Syi’ah, Khawarij, dan kaum Mawali untuk melakukan kegiatan
politik.
Dinasti Fathimiyah bukan hanya
sebuah wilayah gubernuran yang independen, melainkan juga merupakan sebuah
rezim revolusioner yang mengklaim otoritas universal. Mereka mendeklarasikan
adanya konsep imamah yakni para pemimpin dari keturunan Ali yang mengharuskan
sebuah redefinisi mengenai pergantian sejarah Imam atau mengenai siklus
eskatologis sejarah. Kekhalifahan ini lahir di antara dua kekuatan besar yaitu
Abbasiah di Baghdad dan Umayyah di Cordova.[25]
Dinasti Fathimiyah berkuasa sekitar
tahun 909-1171 M atau kurang lebih 3 abad lamanya. Dinasti ini mengaku
keturunan Nabi Muhammad melalui jalur Fatimah az-Zahro. Gerakan ini berhasil
merealisir pertama kali pembentukan pemerintahan Syi’i yang eksklusif.
Keberhasilan menancapkan doktrin Ismaili, dalam perkembangannya mampu memberi
perlindungan imam-imam mereka di Salamiyah, Syria dan telah memudahkan
pengorganisasian dakwah Fatimiyah. Meskipun dakwah Fatimiyah ini dimulai sejak
dini, namun baru pada masa Abu Ubaidillah Husein, generasi keempat setelah
Ismaili, baru mulai berkembang pesat.
Ubaidillah merupakan khalifah
pertama, ia datang dari Syria ke Afrika Utara menisbahkan nasabnya hingga
Fatimah binti Rasulullah, oleh karena dinasti ini dinamakan dinasti Fatimiyah.
Dinasti ini semula di Afrika Utara, kemudian di Mesir dan Syria.[26]
dimana propaganda Syi’ah telah berkembang dengan pesat. Ia memimpin dakwahnya
dengan memenangkan dukungan luas dari daerah-daerah yang kurang diperhatikan
oleh Khalifah Abbasiyah. Lewat para da’i, akhirnya berhasil menjadikan kaum
Berber sebagai pendukung kepemimpinan Ubaidillah al-Mahdi. Selanjutnya, atas
dukungan besar inilah, ia menumbangkan gubernur-gubernur Aghlabiyah di
Ifriqiyah dan Rustamiyah di Tahart.[27]
Keberhasilan pemerintahan Fatimiyah
ini ditandai dengan pindahnya pusat pemerintahan ke Kairo dengan ibu kota baru
di Mesir yaitu al-Qohirah serta Masjid al-Azhar sebagai pusat pendidikan para
da’i dan Khalifah al Muizz pindah ke ibu kota baru tersebut. Hampir seluruh
daerah Afrika Utara bagian Barat dapat dikuasai Fatimi, terutama setelah
menaklukan wilayah Maghrib. Dinasti Fatimiyah ini akhirnya makin berkembang
dalam berbagai aspek kehidupan, karena ditopang dengan kekuasaan yang luas dan
mampu membangkitkan berbagai macam aksi yang bersifat wacanis (keilmuan),
perdagangan, keagamaan, walaupun peralihan kekuasaan ke wilayah timur,
berlahan-lahan melenyapkan kekuasaan mereka dibagian Barat.
DAFTAR PUSTAKA
Maryam,Siti dkk.Sejarah Peradaban
Islam, Dari Klasik Hingga Modern. Yogyakarta: LESFI, 2002.
Mahmudunnasir,Syed.Islam,
Konsepsi dan Sejarahnya. terj. Adang Affandi. Bandung: Remaja Rosdakarya,
1994.
Karim,M. Abdul.Sejarah Pemikiran
Dan Peradaban Islam. Yogjakarta: Pustaka Book Publisher. cet; II, 2009.
Bosworth,C. E..Dinasti-Dinasti
Islam. Bandung: Mizan, 1983.
Sunanto,Musyrifah.Sejarah Islam
Klasik, Perkembangan Ilmu Pengetahuan.Bogor: Kencana, 2003.
[1] Muhammad
Wildan, "Peradaban Islam di Afrika sub-Sahara" dalam Siti Maryam dkk
(edit), Sejarah Peradaban Islam, Dari Klasik Hingga Modern (Yogyakarta: LESFI,
2002), hlm. 300.
[3] Patriarkhi
adalah bapak sebagai pemimpin/ kepala keluarga. Imam Muhsin, "Peradaban
Islam Pra-Modern di Afrika Utara" dalam Siti Maryam dkk (edit), Sejarah
Peradaban Islam, Dari Klasik Hingga Modern (Yogyakarta: LESFI, 2002), hlm. 258.
[4] Syed
Mahmudunnasir, Islam, Konsepsi dan Sejarahnya, terj. Adang Affandi (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 1994), hlm. 313.
[5] M. Abdul
Karim, Sejarah Pemikiran Dan Peradaban Islam (Yogjakarta: Pustaka Book
Publisher, cet; II, 2009), hlm. 184.
[6] Ibid.,
[7] Ibid., hlm.
185.
[8] Muhsin,
"Peradaban", hlm. 257.
[9] Semula
Kusailah adalah seorang pemimpin bangsa Barbar yang telah berhasil dirangkul ke
pihak Islam oleh Abdul Muhajir, yaitu seorang hamba sahaya milik Maslamah Ibnu
Makhad. Karena Kusailah tidak menyukai kembalinya 'Uqbah sebagai pemimpin,
akhirnya Kusailah keluar dari Islam dan melakukan pemberontakan terhadap
orang-orang Islam di bawah pimpinan 'Uqbah. Ibid., hlm. 260-261.
[10] Daya tarik
Afrika disamping tambang emas yg melimpah, juga perdagangan budak dari wilayah
Afrika. Mula-mula Negara Eropa yang pertama kali datang ke Afrika adalah
Portugis dan kemudian diikuti oleh Prancis, Inggris, dan Belanda untuk
memperebutkan Afrika sub-Sahara. Wildan, "Peradaban", hlm. 312-313,
321.
[11] Muhsin,
"Peradaban", hlm. 260.
[12] Ibid.,
[13] Ibid., hlm.
262-263.
[14] Karim,
Sejarah, hlm. 188. Mengenai masa kekuasaan dinasti Idrisiyah, menurut Mufrodi,
Idrisiyah berkuasa mulai tahun 789-926. lihat, M. Ali Mufrodi, Islam di Kawasan
Kebudayaan Arab, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997.
[15] C. E.
Bosworth, Dinasti-Dinasti Islam (Bandung: Mizan, 1983), hlm. 42.
[16] Muhsin,
"Peradaban, hlm. 263.
[17] Bosworth,
Dinasti, hlm. 44-45.
[18] Karim,
Sejarah, hlm. 188.
[19] Bosworth,
Dinasti, hlm. 45-46.
[20] Ibid., hlm.
46.
[21] Musyrifah
Sunanto, Sejarah Islam Klasik, Perkembangan Ilmu Pengetahuan (Bogor : Kencana,
2003), hlm. 131.
[22] Ibid., hlm.
133. Menurut Sunanto, bahwa Murabbitun berkuasa sejak 1088-1145, namun menurut
Bosworth adalah 1056-1147, lihat, Bosworth, Dinasti, hlm. 49.
[23] Sunanto,
Sejarah, hlm. 137-138. lihat juga, Bosworth, hlm. 52.
[24] Sunanto,
Sejarah, hlm.139.
[25] Karim,
Sejarah, hlm. 192.
[26] Mufrodi,
Islam, hlm.116.
[27] Bosworth,
Dinasti, hlm. 71.