Sunday, February 14, 2016

ARSITEKTUR PADA MASA KHULAFAURRASIDIN

PENDAHULUAN

Sejarah perkembangan masjid erat kaitannya dengan perluasan wilayah kekuasaan Islam dan pembangunan kota-kota baru. Sejarah mencatat bahwa pada masa permulaan perkembangan Islam ke berbagai negeri, bila umat Islam menguasai suatu daerah atau wilayah baru, baik melalui peperangan atau jalan damai, maka salah satu sarana untuk kepentingan umum yang dibuat pertama kali adalah masjid. Masjid menjadi ciri khas dari suatu negeri atau kota Islam, disamping merupakan lambang dan cermin kecintaan umat Islam kepada Tuhannya, juga sekaligus menjadi bukti tingkat perkembangan kebudayaannya.
Keadaan bangunan masjid, berikut sarana dan perlengkapannya, yang tampak dalam banyak masjid di berbagai belahan dunia tidak terwujud begitu saja, tetapi berproses dari bentuk dan kondisi yang sangat sederhana sampai pada bentuk yang dapat dikatakan sempurna. Karena itu, bentuk, wujud dan corak bangunan masjid dari masa ke masa mengalami perubahan, berbeda antara satu masa dengan masa yang lainnya. Mulai bentuk arsitek pada masa Rasulullah yang masih dibilang sangat sederhana, kemudian seiring berjalannya waktu mengalami perubahan dan perkembangan mulai dari masa khalifah Abu Bakar Ash-Shidiq, Umar bin khattab, Usman bin ‘Affan dan Ali bin Abi Tholib. Dari perubahan dan perbedaan itu terkait dengan proses waktu persentuhan Islam dan penganutnya dengan seni dan budayanya yang beragam.
Maka dari itu dalam makalah ini kami akan membahas tentang perkembangan arsitektur rumah ibadah pada masa khullafaurrasyidin.


BAB II
PEMBAHASAN

Arsirektur dalam Islam dimulai dari tumbuhnya masjid. Pada masa khulafaurrasyidin, perubahan dan perkembangan masjid itu, lebih terlihat pada perubahan dan perkembangan itu terjadi, seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan jumlah penganut umat Islam yang terus membesar dan meluas, melampaui jazirah Arab. Perubahan dan perkembangan fisik bangunan masjid yang terjadi, pada masa khulafaurrasyidin antara lain:
A.    Perkembangan Arsitektur Rumah Ibadah
1.   Masjid al-Haram
            Adalah salah satu dari tiga masjid yang paling mulia dalam Islam. Masjid ini dibangun di sekitar Ka’bah yang dibangun oleh nabi Ibrahim‘Alaihis Salam.[1] Khalifah Umar bin Khattab pada tahun ke-17 H mulai memperluas masjid yang pada masa Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam masih sangat sederhana. Tuntutan perluasan bangunan masjid sepeninggal Rasulullah, dari waktu ke waktu senantiasa mengalami perkembangan. Dengan sedikit penyempurnaan, yaitu berupa pembuatan benteng atau dinding rendah, tidak sampai setinggi badan.[2] Perluasan itu juga dilakukan dengan cara membeli rumah-rumah yang ada di sekitarnya. Masjid ini dikelilingi dengan tembok batu bata setinggi kira-kira 1,5 meter. Kemudian pada masa khalifah Usman bin Affan (26 H) Masjid al-Haram diperluas kembali.[3] Perluasan daerah masjid dan sedikit mengalami penyempurnaan.
2.   Masjid Madinah (Nabawi)
Masjid ini didirikan oleh Rasulullah Shallallahu’alaihi Wa Sallam pada saat pertama kali tiba di Madinah dari perjalanan hijrahnya. Masjid tersebut didirikan di tempat ketika unta Rasul berhenti.
Dinding masjid nabawi pada masa Nabi Muhammad berukuran setinggi tegak dan terbuat dari susunan bingkah-bingkah tanah liat yang dikeringkan. Arah kiblat pada masa-masa permulaan menghadap baitullah di yarussalem hingga pintu masuk berada pada penjuru dinding bagian selatan, berjumlah tiga buah pintu. Belakangan arah kiblat dirubah menghadap baitullah di mekkah hingga pintu-pintu masuk pada dinding selatan itu ditutup. Pintu masuk kini, berjumlah tiga buah, berada pada penjuru dinding bagian utara. Penjuru dinding bagian selatan itu ditinggikan, begitupun penjuru dinding kiri-kanannya seukuran sepuluh hasta, lalu diatap dengan anyaman pelepah tamar. Tiang-tiang yang menopang atap, dan begitupun kasau-kasau atap, terbikin dari pohon tamar.
Baitullah yang ada di Yerussalem itu dibangun pada masa dulu oleh raja (Nabi) Sulaiman (973-933). Diatas bukit zion, sedangkan baitullah yang di Mekkah itu dibangun pada masa dulu oleh Nabi Ibrahim ( 2000 SM.) Bersama puteranya Nabi Ismail, hingga baitullah yang di Mekkah terpandang baitullah tertua di dunia ( Surah al-Imran: 96). Justru perubahan arah kiblat itu wajar sepanjang kenyataan sejarah.
Pada masa pemerintahan khalifah abu bakar (632-634 M.) Yang dua tahun lamanya itu tidak ada perubahan dilakukan terhadap bangunan masjid Nabawi itu. Pada masa pemerintahan khalifah Umar (634-644 M.) Yang sepuluh tahun lamanya itu berlaku perluasan pada penjuru selatan dan penjuru barat dan juga penjuru utara akan tetapi bentuk bangunannya masih tetap sederhana seperti pada masa nabi besar Muhammad.
            Dengan bertambahnya jumlah umat Islam, khalifah Umar mulai memperluas masjid ini (17 H): bagian selatan ditambah 5 meter dan dibuatkan mihrab, bagian barat ditambah 5 meter dan bagian utara ditambah 15 meter. Pintu masuk menjadi 3 buah.[4]
            Pada masa khalifah Usman, masjid Nabawi diperluas lagi dan diperindah.[5] Beliau memperindah masjid tersebut dengan bahan batu pualam.[6] Dindingnya diganti dengan batu, bidang-bidang dinding dihiasi dengan berbagai ukiran. Tiang-tiangnya dibuat dari beton bertulang dan ditatah dengan ukiran, plafonnya dari kayu pilihan. Unsur estetis mulai diperhatikan.[7]
3.   Pembangunan masjid-masjid baru
                        Pembangunan masjid-masjid baru juga dilakukan di beberapa daerah atau wilayah yang berhasil dikuasai. Di Baitul Maqdis baru, Umar membangun sebuah masjid yang berbentuk lingkaran (segi delapan) dan dindingnya terbuat dari tanah liat, tanpa atap, tepatnya di atas bukit Muriah. Kemudian masjid yang dibangunnya ini dikenal dengan masjid Umar. Di Kuffah, pada tahun 17 H Saad bin Waqas, sebagai penglima perang membangun sebuah masjid dengan bahan-bahan bangunan Persia lama dari Hirah dan selesai pada tahun 18 H. Masjid ini sudah memiliki mihrab dan menara. Di Fustat, Mesir pada tahun 21 H Amr bin Ash sebagai panglima perang ketika menaklukan daerah tersebut, membangun masjid Al-Atiq. Secara fisik masjid ini relatif sudah berkembang maju bila dibandingkan dengan masjid-masjid yang ada. Di kota Basrah pada tahun 14 H oleh ‘Utbah bin Ghazwan. Di Madain, pada tahun 16 H Saad bin Abi Waqas menjadikan sebuah gedung sebagai masjid.di Damaskus, pada tahun 14 H gereja St Jhon dibagi dua, sebagian (timur) menjadi milik muslim, oleh Abu Ubaidah bin Jarah.[8]
B.    Fungsi dan Peran Masjid Pada Masa Khulafaur Rasyidin
Dari segi peran dan fungsinya, masjid pada masa sahabat relatif tidak mengalami perubahan atau pergeseran, masih tetap seperti pada masa Rasulullah.[9] Menurut riwayat para ahli sejarah Islam, bahwa fungsi dan peranan masjid pada masa khulafaur rasyidin adalah sebagai berikut;
1.     Masjid sebagai tempat ibadah
Yang dimaksud dengan ibadah disini adalah mendirikan shalat lima waktu yang diikuti dengan sunnah-sunnahnya, membaca Al-Qur’an yang mulia dan berdzikir dengan menyebut asma-asma Allah Yang Maha Sempurna. Para sahabat, meskipun rumah-rumah mereka sedikit jauh dari masjid, namun mereka selalu berupaya untuk melaksanakan shalat lima waktu dengan berjama’ah bersama nabi dan sahabat lainnya. Bahkan seorang sahabat yang buta, seperti Ummu Maktum diwajibkan untuk shalat jama’ah meskipun harus berjalan merangkak.
2.     Masjid sebagai tempat Musyawarah 
Kedudukan masjid Nabawi pada zaman Nabi saw dan khulafaurasyidin seperti Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) atau Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) pada saat sekarang ini. Sebab di dalam masjid inilah banyak persoalan-persoalan dibahas dan dibicarakan oleh Nabi dan para Kibarussahabah. Diantara persoalan-persoalan yang sering dibahas Majlis Masjid Nabawi adalah masalah politik, menyusun strategi, mengatur perjanjian, menyelesaikan berbagai macam konflik yang terjadi di kalangan para sahabat dan masih banyak lagi persoalan lain.
3.     Masjid sebagai madrasah
Fungsi dan peran pasjid Nabawi bukan hanya terbatas sebagai tempat beribadah dan musyawarah, akan tetapi ia juga berfugsi dan berperan sebagai Pusat Lembaga Pendidikan Islam. Menurut para hali Sejarah Islam, seperti Ibnu Hisyam dan Ath-Thobari menjelaskan bahwa Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi wa Sallam sering memberikan pelajaran kepada para sahabat, baik yang berkaitan dengan urusan dunia maupun akhirat.
Hal ini dilakukan di masjid Nabawi dan Quba dengan cara Halaqah (Lingkaran, seperti pengajian yang dipraktekan di Pondok-pondok Pesantren Tradisional). Melalui Majlis Halaqah inilah lahir para tokoh dan cendikiawan seperti Abu Bakar, Umar bin Khattab, Usman binAffan, Ali bin Abi Thalib, Abu Hurairah, Abdullah bin Umar, Ibnu Mas’ud, Ibnu Abbas, Abdurrahman bin  auf dan masih banyak-tokoh-tokoh Islam lainnya.
4.     Masjid sebagai BaituI Maal
Pada zaman Nabi dan Khulafaurrasyidin, Masjid Nabawi berfungsi dan berperan sebagai pengumpul Zakat maal, Zakat Fitrah, Infaq dan Shadaqah dan sebagian dari harta pampasan perang. Setelah terkumpul lalu dibagikan kepada para Mustahik. Hal ini didasarkan kepada hadits shahih riwayat Bukhari, Muslim dan perawi lainnya.


5.       Masjid sebagai tempat penerima tamu
Berdasarkan riwayat, Nabi saw pernah menerima para utusan dari kaum nasrani Najran dan mempersilakan mereka untuk menginap di masjid. Hal ini dilakukan agar mereka mengetahui apa yang diajarkan Nabi kepada para sahabat. Dalam riwayat yang lain, Nabi juga menerima kunjungan orang-orang yang cinta kepada Islam, lalu Nabi menempatkan mereka di masjid.
6.     Masjid sebagai tempat latihan bela diri
Menurut hadits riwayat Imam Bukhari bahwa Aisyah sangat senang menyaksikan para sahabat sedang berlatih beladiri di masjid dan sekitarnya. Pada suatu ketika ia minta izin kepada Nabi saw dan Nabi mengizinkannya.
7.     Masjid sebagai Mahkamah / Pengadilan
Sehubungan dengan semakin bertambah banyaknya masyarakat yang memeluk Islam, maka bertambah pula persoalan-persoalan yang muncul. Diantaranya adalah perselisihan dan perdebatan antar masyarakat tentang berbagai hal. Untuk itu, masjidlah yang bertugas dan berperan untuk mendamaikan dan memecahkan berbagai problematika sosial yang terjadi.
8.     Masjid sebagai media informasi dan komunikasi
Menurut riwayat beberapa hadits shahih bahwa masjid Nabawi telah dijadikan sebagai media informasi dan komunikasi oleh sebagian sahabat, diantaranya seorang ahli syair, Hasan bin Tsabit. la biasanya membaca puisi di dalam masjid. Puisi tersebut berisi tentang ungkapan kebaikan-kebaikan Islam, pembelaan terhadap Nabi dan kaum Muslimin serta keistimewaan tentang ajaran Islam. Ketika nabi mendengarkan syair tersebut, la berkomentar: “wajib dari seorang Rasulullah (mendo’akan) Ya Allah, kuatkanlah ia dengan ruhulkudus (Malaikat Jibri!)”.[10]
KESIMPULAN

Pada masa khulafaurrasyidin, perubahan dan perkembangan masjid itu, lebih terlihat pada perubahan dan perkembangan itu terjadi, seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan jumlah penganut umat Islam yang terus membesar dan meluas, melampaui jazirah Arab. Perubahan dan perkembangan fisik bangunan masjid yang terjadi, pada masa khulafaurrasyidin antara lain terjadi pada Masjidil Haram, Masjid Nabawi, Masjid-masjid baru yang lainnya yang dibangun seiring dengan perkembangan Islam.
Masjid-masjid pada masa khulafaurrasyidin pun mempunyai fungsi dan peran yang tidak jauh beda ketika pada zaman Rosulullah, diantaranya: Masjid sebagai tempat ibadah, masjid sebagai tempat musyawarah, masjid sebagai madrasah, pondok dan universitas, masjid sebagai baituI maal, masjid sebagai tempat penerima tamu, masjid sebagai tempat latihan bela diri, masjid sebagai Mahkamah / Pengadilan, masjid sebagai media informasi dan komunikasi



DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, Dudung, dkk. Sejarah Peradaban Islam Dari Masa Klasik Hingga Modern. Solo: LESFI, 2002.
Khoiriyah, Reorientasi Wawasan Sejarah Islam Dari Arab sebelum Islam hingga Dinasti-dinasti Islam. Yogyakarta: Teras, 2012.
Ummatin, Khoiro. Sejarah Kebudayaan Islam. Yogyakarta: Teras, 2013.
http://buletinmi.com/fungsi-peran-masjid-edisi-6/ diakses Jam 6:27 tanggal 10 Juni 2014.
http://www.google.co.id/Makhmudsyafe/Masjid_Dalam_Prespektifsejarah_Dan_Hukum_Islamhalamanpdf,Diakses jam 6:56 tanggal 6 juni 2014.



[1] Dudung Abdurrahman, dkk, Sejarah Peradaban Islam Dari Masa Klasik Hingga Modern (Solo: Penerbit LESFI, 2002), hal. 62.
[3] Dudung Abdurrahman, dkk, Sejarah Peradaban Islam Dari Masa Klasik Hingga Modern (Solo: Penerbit LESFI, 2002), hal. 62.
[4] Dudung Abdurrahman, dkk, Sejarah Peradaban Islam…, hal. 62.
[5] Khoiriyah, Reorientasi Wawasan SEJARAH ISLAM Dari Arab sebelum Islam hingga Dinasti-dinasti Islam (Yogyakarta: Penerbit Teras, 2012), hal. 66. 
[6] Khoiro Ummatin, SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM (Yogyakarta: Teras, 2013), hal. 73. 
[7] Dudung Abdurrahman, dkk, Sejarah Peradaban Islam…hal, 62.
[9] Ibid.
[10] http://buletinmi.com/fungsi-peran-masjid-edisi-6/ diakses Jam 6:27 tanggal 10 Juni 2014.