Penulis:
Khuzemah
Nur Fiqih
PENDAHULUAN
Salah satu watak guru yang disukai
murid adalah lemah lembut. Rata-rata guru favorit di mata murid adalah yang
tidak galak. Pamor guru akan meredup jika ia berlaku bengis dan galak kepada
muridnya. Banyak murid yang keki dan benci kepada guru yang berlaku seperti
itu.
Seorang guru biasanya dianggap galak
kalau ia suka bertindak kasar kepada murid, baik dari segi perbuatan maupun
ucapan. Jadi, seorang guru mestinya menjaga tutur katanya agar tidak
mengeluarkan bentakan dan makian. Sebab, hal itu akan menorehkan kesan buruk di
hati murid.
Memang, guru seharusnya memiliki
kesabaran yang tinggi. Tidak selayaknya guru semena-mena melayangkan pukulan
kepada murid. Tindakan ini dapat mewariskan dampak negatif di kemudian hari.
Karenanya, tindakan-tindakan kasar mesti dikubur dari kamus sang guru.
PEMBAHASAN
A.
Hadits tentang Sikap Nabi yang Kasih dan Lemah Lembut
عَنْ أَبِي
سُلَيْمَانَ مَالِكِ بْنِ الْحُوَيْرِثِ قَالَ
أَتَيْنَا النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَنَحْنُ شَبَبَةٌ
مُتَقَارِبُونَ فَأَقَمْنَا عِنْدَهُ عِشْرِينَ لَيْلَةً فَظَنَّ أَنَّا
اشْتَقْنَا أَهْلَنَا وَسَأَلَنَا عَمَّنْ تَرَكْنَا فِي أَهْلِنَا
فَأَخْبَرْنَاهُ وَكَانَ رَفِيقًا رَحِيمًا فَقَالَ ارْجِعُوا إِلَى أَهْلِيكُمْ
فَعَلِّمُوهُمْ وَمُرُوهُمْ وَصَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُونِي أُصَلِّي وَإِذَا
حَضَرَتْ الصَّلاَةُ فَلْيُؤَذِّنْ لَكُمْ أَحَدُكُمْ ثُمَّ لِيَؤُمَّكُمْ
أَكْبَرُكُمْ ( رواه البخارى)
Artinya: Abu Sualiman Malik ibn
al-Huwayris berkata: Kami, beberapa orang pemuda sebaya
datang kepada Nabi saw., lalu kami menginap bersama beliau selama 20 malam.
Beliau menduga bahwa kami telah merindukan keluarga dan menanyakan apa yang
kami tinggalkan pada keluarga. Lalu, kami memberitahukannya kepada Nabi. Beliau
adalah seorang yang halus perasaannya dan penyayang lalu berkata:
“Kembalilah kepada keluargamu! Ajarlah mereka, suruhlah mereka dan salatlah
kamu sebagaimana kamu melihat saya mengerjakan salat. Apabila waktu salat telah
masuk, hendaklah salah seorang kamu mengumandangkan azan dan yang lebih senior
hendaklah menjadi imam”. (HR. Bukhari)[1]
B.
Butir-Butir Kandungan Hadits
Rasulullah
saw. Beliau adalah teladan yang agung bagi semua guru. Tidak pernah beliau
terlihat marah dan berlaku kasar kepada
murid-muridnya (para sahabat), kecuali jika sikap mereka keterlaluan dan
melampaui batas. Murid beliau berasal dari beragam kalangan, mulai dari
masyarakat perkotaan hingga pedusunan, seperti masyarakat baduwi. Kepada
mereka, beliau tidak pernah berlaku kasar. Semua dilayani dengan penuh
pengertian.[2]
Sikap Nabi
tersebut mengisyaratkan kepada kita bahwa sebagai pemimpin harus berlaku baik,
lemah lembut, tidak menyalahgunakan wewenang. Seperti perkataan Ki Hajar
Dewantara yaitu Ing ngarso sing tulodho Ing madyo mangun karso
Tut wuri handayani.
Ing ngarso
sing tulodho, yaitu maksudnya sebagai pemimpin, baik itu pemimpin dalam
keluarga, masyarakat ataupun negara sebaiknya dapat memberi contoh yang baik.
Baik itu dalam hal budi pekerti ataupun kepandaiannya.
Ing madyo
mangun karso, yaitu maksudnya sebagai pemimpin ketika berada ditengah harus
dapat membangun, bergotong royong bersama orang yang dipimpinnya. Tidak hanya
bisa memerintah, namun juga dapat dan mau diperintah oleh kemauannya sendiri.
Tut wuri handayani,
yaitu maksudnya sebagai pemimpin apabila sedang berada dibelakang harus dapat
memberi semangat dan mendorong kepada yang dipimpinnya itu.
Keluarga
yang memiliki andil dalam penanaman pribadi akhlak yang baik. Anak mulai
belajar tentang dunianya adalah melalui keluarga. Negara menjadi baik apabila
masyarakatnya baik, sedangkan masyarakat itu terdiri dari beberapa anggota
keluarga. Rasulullah pun memerintahkan umatnya untuk memperhatikan keluarga.
ارْجِعُوا الى أهليكم فَعَلِّمُوْهُمْ
و مَرُوْهُمْ و صَلُّوْا كَمَا رَأَيْتُمُوْنِي أُصَلِّى………..(الحديث)
Dari
potongan hadis tersebut, menjelaskan bahwa kita harus memperhatikan keluarga,
terutama terhadap anak. Tentu saja mendidik anak merupakan suatu kewajiban bagi
orang tua, terutama pendidikan tauhid dan akhlak, yang kemudian disusul dengan
ibadah diantaranya sholat dan puasa. Dalam potongan hadis tersebut yang
diperintahkan oleh Rasulullah kepada keluarga adalah dengan menyuruh mereka
menunaikan shalat.
C.
Hadits Lain yang Menunjukkan Guru harus bersifat kasih
kepada anak didik
Guru harus
menunjukkan dirinya sebagai orang yang selalu memperhatikan dan mengupayakan
kebaikan untuk para murid tanpa pamrih. Tidak membeda-bedakan mereka, meskipun
latar belakang mereka sangat beragam. Kasih sayang guru tidak saja kepada murid
yang patuh dan hormat, tetapi juga kepada murid yang nakal. Guru dalam konteks
kasih sayang ini tidak akan pernah merasakan terhina dan rendah diri dihadapan
guru. Nabi Saw banyak memberi contoh akan kasih sayang ini dan para sahabat
mencontohnya. Kasih sayang yang mereka tunjukkan dipuji oleh Allah sebagai
kasih sayang yang melebihi terhadap diri mereka sendiri. Allah berfirman dalam
surat Al-Hasyr/59 ayat 9 :
ويؤثرون على
انفسهم ولو كان بهم خصاصة ومن يوق شح نفسه فاولئك هم المفلحون
Artinya:
Dan mereka mengutamakan (orang-orang
Muhajirin) atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka memerlukan (apa yang
mereka berikan itu). Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka
itulah orang-orang yang beruntung.[3]
Nabi saw.
juga mengingatkan agar pendidik menunjukkan sikap lemah lembut kepada murid.
Bukhari meriwayatkan :
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ سَلاَمٍ أَخْبَرَنَا عَبْدُ
الْوَهَّابِ عَنْ أَيُّوبَ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِى مُلَيْكَةَ عَنْ
عَائِشَةَ – رضى الله عنها أَنَّ يَهُودَ أَتَوُا النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم
– فَقَالُوا السَّامُ عَلَيْكُمْ . فَقَالَتْ عَائِشَةُ عَلَيْكُمْ ، وَلَعَنَكُمُ
اللَّهُ ، وَغَضِبَ اللَّهُ عَلَيْكُمْ . قَالَ « مَهْلاً يَا عَائِشَةُ
، عَلَيْكِ بِالرِّفْقِ ، وَإِيَّاكِ وَالْعُنْفَ وَالْفُحْشَ »
Artinya:
…hendaknya kamu bersikap lemah lembut, kasih sayang, dan
hindarilah sikap keras serta keji.[4]
Dalam hadis lain, al-Ajiri
meriwayatkan :
عرفوا ولا تعنفوا
Artinya:
Bersikaplah ma’ruf (baik) dan jangan kalian bersikap
keras.[5]
Muslim meriwayatkan dari Abu Musa
al-Asy’ari, bahwa Rasulullah mengutusnya bersama Mu’adz ke Yaman, lalu beliau
bersabda kepada mereka :
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ
بْنُ عَبَّادٍ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ عَمْرٍو سَمِعَهُ مِنْ سَعِيدِ بْنِ
أَبِى بُرْدَةَ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم-
بَعَثَهُ وَمُعَاذًا إِلَى الْيَمَنِ فَقَالَ لَهُمَا « بَشِّرَا
وَيَسِّرَا وَعَلِّمَا وَلاَ تُنَفِّرَا ».
Artinya:
…Gembirakan dan permudahlah. Ajarkanlah ilmu dan janganlah
kalian berlaku tidak simpati.
Berdasarkan
hadis-hadis di atas, anak (peserta didik) dengan arahan ini
harus dipandang sebagai tingkat usia yang harus mendapatkan pemeliharaan,
kelemah lembutan, dan kasih sayang.[6]
KESIMPULAN
Rasulullah
saw. Sebagai seorang Nabi dan Rasul utusan Alloh swt. Merupakan guru terbaik
yang tabiat dan perangainya dijadikan sebagai contoh. Rasulullah saw adalah
sosok guru yang kasih dan lemah lembut terhadap murid-muridnya. Hal ini
disebutkan dalam hadits Hadits dari sanad Abi Sulaiman Malik bin Huawairits dan
diriwayatkan oleh Al- Bukhori yang didalamnya terkandung beberapa makna yaitu :
1. Rasulullah
SAW memperlakukan para sahabatnya dengan penuh rasa kasih sayang dan lemah
lembut, tidak terlalu memaksakan kehendak mereka.
2. Sikap
Rasulullah SAW terhadap para sahabatnya dapat dijadikan sebuah i’tibar dan
diimplementasikan kepada kehidupan sehari-hari.
3. Rasulullah
SAW merupakan seorang guru yang memperlakukan muridnya penuh perhatian.
DAFTAR
PUSTAKA
Al-Hamidiy, Muhammad bin Futuh. 2002. Al-Jami’
baina al-Shahihain al-Bukhari wa Muslim. Juz 4. Libanon : Dar an-Nasyr.
Salamulloh, M. Alaika. 2008. Akhlak Hubungan
Vertikal. Yogyakarta : Pustaka Insan Madani.
Dep. Agama RI. 2007. Al-Qur`an dan
Terjemahnya. Bandung : Penerbit Diponegoro.
Ulwan, Abdullah Nasih. 1999. Pendidikan Anak
dalam Islam. Jilid II. Diterjemahkan oleh Jamaluddin Miri. Jakarta :
Pustaka Amani.
[2] M. Alaika
Salamulloh, Akhlak Hubungan Vertikal, (Yogyakarta: Pustaka Insan Madani,
2008), hlm. 139-140
[4] Anharnst,
Hubungan Guru Murid Perspektif Hadits, diakses dari http://anharnst.wordpress.com/2011/04/30/hubungan-guru-murid-perspektif-hadis/,
pada tanggal 03 Maret 2014
[5] Abdullah
Nasih Ulwan (selanjutnya disebut Ulwan), Pendidikan Anak dalam
Islam. Jilid II. Diterjemahkan oleh Jamaluddin Miri, (Jakarta: Pustaka
Amani, 1999), h. 142.