PENDAHULUAN
Pada
umumnya, penulisan sejarah Usman bin Affan, sahabat dan suami daridua putri
Nabi Muhammad SAW dilukiskan sangat negatif. Ia dituduh sebagaipemimpin yang
korup, suka menghamburkan harta untuk kesenanganpribadi dankerabat,nepotis, dan
menggunakan kekuasaan di luar haknya. Selama masa pemerintahan Usman, mengemuka
pertentangan antara keluarganya dan kelompok-kelompok lain yang meyakini bahwa
mereka diperlakukan tidak adil dalam urusan pembagian harta kekayaan dan harta
yang didapatkan dari penaklukan. Usman kemudian dibunuh dan lawan-lawannya
mendukung Ali sebagai khalifah baru. Usman dianggap telah meruntuhkan
kedudukannya sebagai imam karena melanggar ketentuan syariat.[1]
Kebaikannya dalammenjalankan tugas sebagai Khalifah, sebanding dengan
kekurannya. Kelemahandan kebijakannya selama iamenjadi khalifah pada separuh
kedua masakekhalifahannya, memicu adanyapemberontakan dan unjuk rasa
yangmenyebabkannya terbunuh, dan pada gilirannyaperistiwa semua itu
menyebabkanlemahnya negara Madinah. Demikianlah gambaranUsman bin Affan dalam
sejarahIslam. Pencintraan negatif ini seolah-olah menjadi fakta sejarah yang
benar dantidak terbantahkan, akibatnya adalah bahwa pembaca sejarah Islam, baik
itu darikalangan mahasiswa atau lainnya akan mempunyai persepsi yang sama.
Gambaran
negatif tentang diri Usman dalam banyak tulisan sejarah Islam,padagilirannya
menimbulkan banyak pertanyaan; Apakah betul Usman bin Affanadalah seorang
koruptor dan suka menghamburkan harta untuk kesenangan pribadidan keluarga, bukankan dia adalah orang yang kaya
raya sejak sebelum masukIslam dan bahkan sangat suka menyumbangkan hartanya
untuk Islam?. Apakahbetul dia seorang
nepotis, bukankan ada Khalifah lain yang melakukan hal serupa,tapi mengapa ia
tidakdicap sebagai nepotis?. Apakah ia adalah orang yang tidakamanah, sehingga
kekuasaan yang ia pegang ia gunakan di
luar haknya?, danapakah betul dia adalah orang yangsangat lemah dan penyebab
kehancuran negaraMadinah?. Pertanyaan lantas berkembang semakin dalam, apakah
orang yangdijamin masuk sorga oleh Nabi itu adalah orang yang demikian buruk?,
danpertanyaan selanjutnya semakin sulit dijawab, mengapa Nabi Muhammad
SAWmengambil menantu dia, bahkan memberikan dua anak perempuannya
untukdinikahinya, kalau dia begitu
adanya, bukankan masih banyak
sahabat Nabi yanglebihbaik darinya?”,
dan masih banyak lagi pertanyaan lain yang tidak kalahmenggelitiknya.Pertanyaan
kritis terhadap sejarah Islam klasik sangatlah penting, sebabsangat mungkin
para pengkisah dan penulis sejarah Islam awal terkooptasipenguasa sehingga
penulis sejarah berusaha menulis sejarah sejalan dengankemauan penguasa, atau
karena metodologinya yangmemang tidak pas, sehinggatulisan sejarah Islam
tersaji sebagai mana yangdidapat dari sumber sejarah. Hal initidak mustahil,
sebab penulisan sejarah kebanyakan ditulis pada masa BaniAbbasiyah, golongan
yang mempunyai sejarah persaingan dan permusuhan denganBani Umayyah sejak
lama,bahkan sejak masa jahiliyah, di mana Usman bin Affanberada pada pihak Bani
Umayyah, golongan yang bertentangan dengan BaniAbbasiyah tersebut.
PEMBAHASAN
A. Terpilihnya
Usman Bin Affan Sebagai Khalifah
Khalifah Abu bakar, menjelang meninggal telah
menampak calon utama untuk menggantikannya yaitu Umar bin Khotob. Setelah
meninjau pendapat beberapa tokoh dan ternyata calonnya itu dapat diterima maka
sejarah amat mencatat ucapannya di dalam pengumuman calon tersebut, berbunyi:
“Apakah kamu semuanya rela terhadap calon yang saya tunjuk itu? Aku sendiri,
demi Allah, telah mempertimbangkannya dengan cermat. Aku tidak menunjuk dari
lingkungan keluargaku. Aku menunjuk Umar bin Khattab. Silahkan menerimanya dan
mematuhinya.”[2]
Kepada Umar bin Khattab sendiri iapun menitipkan
pesan berbunyi: “Anda jangan sampai menunjuk dan mengangkat keluarga Al Khattab
untuk memperkuda tengkuk Ummat.”[3]Hal
ini dilakukan oleh khalifah Umar menjelang meninggalnya. Khalifah umar tidak
memilih keluarganya sendiri untuk menggantikannya sebagai Khalifah. Pemilihan
Usman sebagai Khalifah dilakukan oleh pembesar-pembesar kaum muslim yang
ditunjuk oleh khalifah Umar. Khalifah Umar menunjuk enam orang calon pengganti
yang menurut pengamatannya dan pengamatan mayoritas kaum muslim pantas untuk
menggantikannya sebagai Khalifah.[4]Khalifah
Umarmenjelang meninggalnya tidak menetapkan calon utama karena diliputi
keraguan untuk menetapkan salah satu dari enam tokoh besar yang mendampinginya
selama ini dan menempati kedudukan sebagai para penasihat baginya yaitu Arbab-al-Syura.[5]
Seteleah meninggalnya Umar bin
Khattab, Abu Thulhah Al Anshari bersama Mikdad ibn Aswad Al Anshari segera
mengumpulkan enam tokoh itu untuk melaksanakan perundingannya di dalam rumah
Musawwar ibn Mukhrimat.[6]Setelah
mengalami perundingan yang cukup lama dan melalui berbagai macam pertimbangan
yang dilakukan oleh ke enam tokoh pembesar muslim pada saat itu, akhirnya
mereka memilih Usman bin Affan sebagai Khalifah pengganti Umar.
Usman bin Affan adalah seorang tokoh yang mendapat
Panggilan dan seruan takdir diantara golongan elite kaum Quraisy dan pilihan
Arab.[7]
Kedekatannya dengan kaum Quraisy karna faktor keturunan membuat terpilihnya
Usman disebut-sebut menjadi faktor utama yang mempengaruhi hal tersebut, karena
pada saat itu watak keras yang dimiliki khalifah sebelumnya yaitu Umar bin
Khattab tidak disukai oleh kebanyakan kaum Quraisy. Selain itu sikap lemah
lembut dan selalu menjalin hubungan dengan kaum Quraisy juga sangat
mempengaruhi terpilihnya Usman menjadi Khalifah.[8]
B. Kondisi
Masyarakat Masa Usman
Setelah Abu Bakar berhasil menumpas gerakan riddat
(gerakan belot agama)yang diikuti munculnya nabi-nabi palsu, maka gerakan
ekspansi wilayah Islamberjalan dengan sangat cepat. Negara dalam keadaan sangat
stabil dan fokusselanjutnya adalah ekspansi. Umar bin Khattab penggantiAbu
Bakar meneruskangerakan ekspansi yang sudah dimulai masa AbuBakar dari Irak,
selanjutnya Parsi,lalu ke wilayah Syam. Saat Pasukan Islam berhadapan dengan
pasukan Romawi diwilayah Syiria, Abu Bakar meninggal dunia, dan Umar sebagai
penggantimeneruskan ekspansi tersebut yang berakhir dikuasainya wilayah
tersebut olehpasukan Islam.[9]
Dari sini perluasan wilayah terus berlanjut ke Mesir. Di bawahpanglima perang
Amr bin Ash, negeri Fir’aun ini berhasil dikuasai dan menjadibagian dari
wilayah Islam yang berpusat di Madinah.[10]
Cepatnya perluasan wilayah Islam ternyata
menyebabkan perubahandalammasyarakat Arab juga berlangsung dengan cepat pula.
Masyarakat Arab yangselama itu hanya berkutat di wilayah Arabia yang tandus,
kering, dan sulit segeratertarik dengan kehidupan yang lebih enak dan wilayah
yang lebih makmur, yangsangat sulit didapatkan di wilayah Madinah atau Arabia.
Namun demikian,cepatnya perubahan taraf kehidupan mereka tidak segera merubah
karaktermasyarakat Arabia yang asli. Mereka adalah masyarakatyang terbiasa
hidup bebas.Kehidupan bebas itu akibat dari tidak pernahnya mereka mempunyai
kerajaan yangmengatur kehidupannya. Kondisi geografis yang sulit, tandus, dan kondisimasyarakatnya
yang sulit diatur
itu adalah salah satu alasan tidak tertariknyakerajaan
lain mengusai wilayah itu, selain dari pada peradaban yang masih belumtinggi.
Dengan kondisi yang demikian, tidak ada sesuatu yang
menjadi tempatperlindungan mereka apabila mendapati kesulitan. Satu-satunya
yang bisamenolongnya dari kesulitan adalah sukunya. Namun demikian, tidak ada satupunorang
yang bisa memaksa masyarakat Arabia untuk atau tidak berbuat
sesuatu.Permasalahan ini menjadi serius ketiaka gelombang perpindahan
pendudukdari Arabia ke wilayah-wilayah subur Irakberlangsung semakin marak,
mereka yang berimigrasi kebanyakan adalahorang-orang Islam dari Arabia utara,
yang sangat terkenal sebagai bangsa nomad,dengan rasa
indepensinya yang sangat
kuat.
Mereka
datang dan bergabung ke amshar-amshar
(tempat-tempat pemusaatan pasukan) di Kufah, Bashrah, dan Fusthath. Di tempat
barunya ini,mereka tetap dengan sifat independesi mereka dan rasa ashabiyahnya(kesukuan), tanpamerasa perlu untuk tunduk kepada
aturan-aturan yang ada di amshar-amshar yangdibuat oleh pemerintah pusat di
Madinah. Bahkan mereka menganggap bahwaaturan-aturan itu adalah aturan-aturan
yang tidaksah.Perpindahan penduduk ini membawa konsekwensi-konsekwensi lain,
yaitumunculnya kembali konflik lama antara Arab utara (Mudlar)
denganArab Selatan(Himyar). Orang-orang Arab selatan adalah orang yang
sudah berbudaya tinggi,mereka sudah hidup menetap dan pernah mempunyai kerajaan
yang sangat besardan tenteram serta hidup dalam kemakmuran. Kemakmuran itu
ditunjang olehadanya bendungan besar yang bernama “Ma’rib” untuk mengatur
pengairan dinegerinya. Namun ketika bendungan Ma’rib runtuh, kehidupan mereka
menjadisulit, dan mereka menjadi terceraiberai, sebagian dari mereka
berimigrasi ke Syiria.[11]
C. Pengaruh
Kebijakan Usman bin Affan
Di tempat yang baru, orang-orang Arab Selatan tetap
berprofesi sebagai petani, keahlian turun-temurun di Yaman sebelum runtuhnya
bendungan Ma’rib. Saat Syiria dibebaskanoleh Islam dari kekuasaan Romawi Timur,
para pemilik tanah ini tetap di daerahmereka dan memiliki tanah-tanah
mereka.Sehingga tidak semua tanah bisa dibagike para pejuang Islam. Mereka yang
memeluk Islam dikenakan pajak atastanah-tanah pertanian mereka, tetapi yang
tidak memeluk Islam dan tetap dalamagamanya terdahulu, maka baginya adalah
kewajiban mengeluarkan pajak tanah dan pajak kepala. Berdasar pertimbangan
bahwa sangat sedikittanah yang dapat dibagi kepada pejuang muslim, dan atas
dasar strategi untuk dapatmenangkis serangan Romawi Timur (Byzantium) yang
belum dapat ditaklukkansecara total, maka Usman mengambil kebijakan untuk
tetapmeneruskan kebijakanKhalifah Umar bin Khattab, yaitu menjadikan wilayah
Syria sebagai wilayah yangtertutup bagi pendatang baru.[12]
Sementara itu suku-suku Arab utara yang masih
berbudaya nomaden, yangberimigrasi ke wilayah Irak tersebut belum mempunyai
keahliah dalam bertani,sebab dahulu mereka hidup sebagai peternak dengan hidup
yang berpindah-pindah.Di Irak mereka tinggal di amshar-amshar sebagai muqatil
(tentara).
Di wilayah Irakbanyak terdapat
tanah-tanah yang ditinggal oleh pemiliknya ketika wilayah
itudibebaskan oleh pasukan-pasukan Islam dari kekuasan Kaisar Persia.
Tanah-tanahitu lantas dikuasaioleh para pasukan Islam sebagai tanah lawatan.
Berbeda dengandi wilayah Persia,
sungguhpun yang tidak mau berada dalam kekuasaan Islammenyusul ambruknya
kekaisaran Persia tidak terlalu banyak, namun mereka-mereka itu adalah
tuan-tuan tanah yangkepimilikan tanahnya sangat luas. Untukmenghindarkan
timbulnya tuan-tuan tanah “land lord” baru yang akanmengakibatkan
terjadinya feodalisme dikalangan masyarakat Islam, yang bisa jadiakan
menimbulkan kesulitan dalam melaksanakan pembinaan danyang akanmenggoyahkan
Negara, serta menimbulkan kepincangan dan ketidak-merataansosial, maka Umar bin
Khattab menjadikan daerah ini sebagai daerah terbuka bagipendatang baru. Lebih
dari pada itu, Umar bin Khattab menjadikan semua tanahrampasan dan barang yang
tidak bergerak menjadi milik Negara.[13]
Kebijakan inikelak oleh Usman bin Affan, saat menjadi khalifah, tetap
dilanjutkan. Usmanmemang membagi-bagi tanahuntuk dikelola oleh orang-orang
tertentu, akan tetapiia tetap menghindarkan
tanah untuk dikuasai oleh segelintir orang. Untuk itu iamembentuk
lembaga pertukaran tanah, yang saat itu menjadi sangat urgen karenabanyaknya
sahabat dan orang Islam yang pindah akibat meluasnya wilayah
Islamjauh melewati batas-batas Arabia. Sebagaicontoh, Thalhah yang
mempunyai tanahdi Madinah dan ingin mempunyai tanah di Irak, maka ia harus rela
melepaskantanahnya yang di Madinah untuk keperluan umum dan kemudianditukar
tanah diIrak. Demikian pula orang yang bernama al-Asy’ats, ia harus
rela melepaskantanahnya yang ada di Yaman untuk ditukar dengan tanah di
Irak.[14]
Kebijakan yang berbeda yang diambil oleh Umar bin
Khattab yang lantasditeruskan oleh Usman bin Affan untuk wilayah Syiria dan
Irak telah membuatkeresahan-keresahan, khususnya di wilayah Irak. Para ahlual-Qurra’,
dimaksud disini adalah penduduk yang menetap di wilayah Irak, yang mana Banu
Tamimmenjadi suku yang dominan, merasa diperlakukan tidak adil, karena
Khalifahmembuat di dua tempat dengan kebijakan yang berbeda. Permaslahan ini
menjadisemakin menjadi-jadi manakala Usman membagi-bagikan tanah kepada
orang-orang tertentu untuk mengelola tanah tersebut. Kelak, banu Tamim inilah
yangmenjadi inti dari gerakan Khawarij.[15]
D. Keadaan
Penuh Kesulitan
Dalam pada itu, keadaan di Mesir juga patut
diperhatikan. Gubernur MesirAbdullah bin Sarh, dalam rangka membebaskan wilayah
Afrika Utara, memerlukanbala tentara yang masih segar dan kuat, dan itu ada
pada tentara yang masih muda-muda. Dalam rangka rekrutmen tentara yang
muda-muda itu, ia menjajikan padanyauntuk diberi pembagian ghanimah yang
lebih besar. Para veteran perang yangsudah berumur (senior) merasa bahwa
tindakan gubernur tidaklah bijaksana, karenabagaimanapun para veteran adalah
mereka yang sudah punya andil dan jasa yangsangat banyak dalam perjuangan
sehingga wilayah Islam mencapai demikian luasitu. Pada dasarnya, para veteran
tersebut tidak menuntut banyak dan muluk-muluk,hanya ingin bahwa ghanimah
itu dibagi rata saja. Ketika hal ini belum tuntas,keresahan lain muncul dan
bahkan lebih luas karena Abdullah bin Sarh menetapkanaturan-aturan yang lebih
ketat untuk masalah keuangan dan perpajakan. Hal inidikarenakan Negara
memerlukan keuangan yang banyak untuk penyediaanperlengkapan perang yang kuat
khususnya dalam penyediaan angkatan laut dalamrangka menghadapi angkatan laut
Romawi Timur yang berpangkalan di pulauCyprus dan Rhodes. Untuk itu, ia
menaikkan pajak dan mengurangi pengeluaranyang bersifat tunjangan. Ammar bin
Yasir, bekas gubernur Kufah masakekhilafahan Umar bin Khattab, yang diutus oleh
Usman bin Affan untukmenyelesaikan permasalah itu kiranya tidak bisa berjalan
sesuai harapan, karenabagaimanapun ia
adalah bagian dari generasi tua yang lebih condongkepada para vetereran.
Di Madinah sendiri, permasalah tidak kurang peliknya.Tokoh-tokoh muda yang
masih energik banyak yang berada di daerah, sementaratokoh-tokoh tua, di
samping sebagian ada yang di daerah, juga banyak yang sibukdengan urusan
masing-masing. Padahal semakin lama wilayah semakin luas, ituberarti
permasalahan tidak semakin sedikit, tetapi semakin banyak dan semakinrumit.
Semua hal itu, adalah konsekwensi dari luasnya wilayah Negara, dan mautidak
mau, harus diatasi dan ditanggung oleh Khalifah Usman bin Affan.
E. Usman
bin Affan dalam Era Kemenangan-kemenangan
Peristiwa kemenangan-kemenangan Islam era Usman bin
Affan dimulai dari peristiwa perebutan Iskandariah kembali yang setelah pada
masa Umar pernah ditaklukan. Setelah pada masa Khalifah Umar Iskandariah telah
ditaklukkan, dimasa Usman terjadi perebutan kembali oleh Roma sampai akhirnya
bisa direbut lagi oleh kaum Muslimin. Peristiwa perebutan Iskandariah bermula
dari pencopotan Amru bin Ash sebagai Al Wali yang digantikan oleh
panglima Abdullah bin Abi-sarrah seorang perwira bawahan dari Amru bin Ash.
Peristiwa itu berpangkal dari pada suatu kenyataan: pergantian pimpinan
ketentaraan di Mesir, pemungutan yang meningkat, dan pasukan yang menjaga
keamanan di bandar Iskandariah itu hanya berkekuatan seribu orang di bawah
kepemimpinan Abdullah bin Abu Huzaifah[16]
dan hal tersebut mendorong para pemuka kerajaan Romawi di Iskandariah untuk
mengirimkan perutusan rahasia ke Konstantinopel untuk merayu Kaisar Constans II
beserta para pembesar di Ibukota untuk melakukan penyerangan, dan akhirnya
berhasil merebut Iskandariah kembali dari kaum muslimin.[17]
Peristiwa perebutan kembali Iskandariah oleh Romawi
membuat Amru bin Ash diangkat kembali menjadi Al Wali. Dan pada masa
kembali kepemimpinannya, Amru bin Ash berhasil merebut wilayah Iskandariah
kembali melalui peperangan yang cukup sengit. Bandar Iskandariah yang dahulunya
dikuasai melalui perjanjian damai, maka kini dikuasai dengan jalan kekerasan.
Dengan begitu pula harta benda milik pihak Roma menjadi harta rampasan, baik
harta bergerak maupun harta yang tetap, dan dibagikan kepada anggota pasukan
Islam menurut ketentuan di dalam Syariat Islam.
Peristiwa selanjutnya dalam kemenangan-kemenangan
era Usman adalah penaklukan pulau Cyprus, pulau Rodhes, pertempuran di Mounth
Phoenix, mengamankan Azerbaijan dan Armenia, penguasaan Asia Tengah dan
daerah-daerah lain di Asia.[18]
Penaklukan-penaklukan ini membuat kekuasaan wilayah Islam semakin luas dan
membuat pengaturan wilayah-wilayah tersebut menjadi semakin sulit untuk
dikendalikan. Hal inilah yang membuat pemerintahan Khalifah Usman mengalami
konflik-konflik internal yang mengakibatkan terbunuhnya Khalifah Usman.
Fitnah-fitnah yang ditujukan kepada Khalifah Usman semakin menyebar luas dan
menyebabkan kepercayaan masyarakat terhadap Usman semakin menurun dan terdapat
upaya-upaya pemberontakan yang terjadi di era kepemimpinan Usman bin Affan.
Selain penguasaan wilayah-wilayah tertentu pada masa
Usman bin Affan, pada era ini juga terjadi penaskahan kitab suci al-Qur’an.
Penaskahan ini adalah jasa yang sangat besar yang membuat terhindarlah
pemalsuan-pemalsuan teks al-Qur’an pada abad-abad selanjutnya. Dengan jasa
Khalifah Usman itu maka terpenuhilah janji Allah SWT di dalam Q.S Al Hijri
ayat 9 yang berbunyi: “Kami menurunkan al-Qur’an itu, dan sungguh, Kami pula
yang memeliharanya.”
Demi memahamkan jasa Khalifah Usman itu dengan lebih
meresap maka perlu dikenali perikeadaan dan pencatatan kitab suci al-Qur’an itu
pada masa sebelum penaskahannya pada tahun 30 H./651 M. Ayat-ayat dari kitab
suci al-Qur’an itu diwahyukan sewaktu di dalam bahasa Arab, dan hal itu
berlangsung selama 13 tahun di kota Mekkah dan 10 tahun di
Madinah-al-Munawaroh.[19]
Sebuah jasa besar yang dilakukan oleh Usman bin
Affan selain penaklukan wilayah-wilayah tertentu dan juga penaskahan kitab suci
al-Qur’an adalah perluasan Masjid di Tanah Suci. Diantaranya ialah perluasan
Masjid Nabawi di Madinah dan Masjidil Haram di Mekkah.Dengan meluasnya wilayah
kekuasaan Islam dewasa itu dan makin ramai kelompok-kelompok masyarakat disana
memeluk agama Islam maka pada setiap Musim Haji ramailah rombongan-rombongan
jemaah ke Tanah Suci.
Usaha untuk menelaah kembali dan mereinterpretasi
sejarah kekhalifahan Usman bin Affan sangatpenting dan logis, karena sejarah
Islam bagi umat muslim tidak hanya sejarah ansich, tetapi juga merupakan
bagian dari keberagamaan mereka. Abu Bakar bukanhanya pemimpin negara, tapi
juga pemimpin agama, demikian pula Umar binKhattab, juga Usman bin Affan, dan
Ali bin Abi Thalib. Mereka semua adalahpemimpin dengan gelar yang tidak
dipunyai banyak orang, yaitu al-Khulafa al-Rasyidun, dan juga al-Sabiqun
al-Awwalun, juga bagian dari sepuluh orang yangoleh Nabi dijamin masuk
surga. Karenanya, apabila pemimpin agama, yangbergelar al-rasyid(yang
diberi petunjuk oleh Allah), orang yang pertama-tamamasuk Islam, dan yang
dijamin oleh Nabi akan masuk sorga, adalah seorang dengan pribadi yang tidak
baik, koruptor, nepotis, suka mengeruk harta negara untukkesenangan pribadi dan
kerabat, maka mau tidak mau, agama Islam akan turuttercemar, dan kepercayaan
mereka kepada para sahabat yang dinyatakan sebagaiorang yang baik dan jujur
menjadi luntur.
F. Awal
fitnah dan Pembunuhan Usman
Usman menjabat sebagai khalifah selama dua belas
tahun, dan tidak ada sesuatu yang dapat dijadikan celah untuk memdendamnya.
Bahkan beliau lebih dicintai oleh orang-orang Quraisyi umumnya daripada Umar,
karena Umar bersikap keras terhadap mereka, sedangkan Usman bersikap ramah dan
selalu menjalin hubungan dengan mereka. Namun masyarakat mulai berubah sikap
ketika beliau lebih mengutamakan kerabatnya dalam pemerintahan. Kebijakan yang
dibuat tersebut berdasarkan pertimbangan silaturahmi yang merupakan salah satu
perintah Allah SWT. akan tetapi kebijakan ini justru pada akhirnya menjadi
sebsb pembunuhannya.[20]
Orang-orang menuduh Khalifah Usman melakukan
nepotisme, dengan mengatakan bahwa beliau menguntungkan sanak saudaranya Bani
Umayyah, dengan jabatan tinggi dan kekayaannya. Mereka juga menuduh
pejabat-pejabat Umayyah suka menindas dan menyalahkan harta baitul maal.
Disamping itu Khalifah Usman dituduh sebagai orang yang boros mengeluarkan
belanja, dan kebanyakan diberikan kepada kaum kerabatnya sehingga hampir
semuanya menjadi orang kaya.
Dalam kenyataannya, menurut Mufradi (1997:62)
sebagaimana dikutip dari ebook Sejarah Islam masa Khulafaur Rasyidin,
satu persatu kepemimpinan di daerah-daerah kekuasaan Islam diduduki oleh
keluarga Khalifah Usman. Adapun pejabat-pejabat yang diangkat Usman antara
lain:
1. Abdullah
bin Sa‘ad (saudara susuan Usman) sebagai wali Mesir menggantikan Amru bin Ash.
2. Abdullah
bin Amir bin Khuraiz sebagai wali Basrah menggantikan Abu Musa Al-Asyari.
3. Walid
bin Uqbah bin Abi Muis (saudara susuan Usman) sebagai wali Kufah menggantikan
Sa‘ad bin Abi Waqos.
4. Marwan
bin Hakam (keluarga Usman) sebagai sekretaris Khalifah Usman.[21]
Pengangkatan pejabat di kalangan keluarga oleh
Khalifah Usman telah menimbulkan protes keras di daerah dan menganggap Usman
telah melakukan nepotisme. Namun Menurut Ali (1997:125) sebagaimana dikutip
dari ebook Sejarah Islam masa Khulafaur Rasyidin, protes orang dengan
tuduhan nepotisme tidaklah beralasan karena pribadi Usman itu bersih.
Pengangkatan kerabat oleh Usman bukan tanpa pertimbangan. Hal ini ditunjukkan
oleh jasa yang dibuat oleh Abdullah bin Sa‘ad dalam melawan pasukan Romawi di
Afrika Utara dan juga keberhasilannya dalam mendirikan angkatan laut. Ini
menunjukkan Abdullah bin Sa’ad adalah orang yang cerdas dan cakap, sehingga
pantas menggantikan Amr ibn ‘Ash yang sudah lanjut usia. Hal lain ditunjukkan
ketika diketahui Walid bin Uqbah melakukan pelanggaran berupa mabuk-mabukkan,
ia dihukum cambuk dan diganti oleh Sarad bin Ash. Hal tersebut tidak akan
dilakukan oleh Usman, kalau beliau hanya menginginkan kerabatnya duduk di
pemerintahan.[22]
Namun sebenarmya penyebab utama dari semua protes
terhadap Khalifah Usman adalah diangkatnya Marwan ibnu Hakam, karena pada
dasarnya dialah yang menjalankan semua roda pemerintahan, sedangkan Usman hanya
menyandang gelar Khalifah.
Mengenai pembunuhan Usman, Ibnu Asakir meriwayatkan
dari az-Zuhri, ia berkata, “Aku pernah berkata kepada Sa’id bin Musayyab,
‘ceritakanlah kepadaku tentang pembunuhan Usman? Bagaimanakah hal itu bisa
terjadi? Ibnul Musayyab berkata,’ Usman dibunuh secara aniaya. Pembunuhnya
adalah dzalim dan penghianatnya adalah orang yang memerlukan ampunan.’” Kemudia
Ibnul Musayyab menceritakan kepada az-Zuhri tentang hal itu.
Para penduduk Mesir datang mengadukan Ibnu Abi Sarh.
Setelah pengaduan ini Usman menulis surat kepadanya yang berisikan nasihat dan
peringatan terhadapnya namun Abu Sarh tidak menghiraukannnya bahkan mengambil
sikap keras terhadap orang-orang yang mengadukannya. Selanjutnya, para tokoh
sahabat, seperti Ali, Thalhah, dan Aisyah mengusulkan agar memecat dan
menggantinya dengan orang lain. Kemudian mereka mengusulkan Muhammad bin Abu
Bakar. Kemudia Usman mengangkatnya secara resmi. Surat keputusan ini dibawa oleh
beberapa orang sahabat ke Mesir. Baru tiga hari perejalanan dari Madinah,
tiba-tiba bertemu dengan seseorang pemuda berkendaraan onta, kemudian
menghentikannya. Kemudian para sahabat menemukan surat yang dibawa oleh pemuda
yang mengaku utusan Amirul Mu’minin tersebut yang berisikan “Jika
Muhammad beserta si fulan dan si fulan datang kepadamu, bunhlah mereka dan
batalkanlah suratnya. Dan tetaplah engkau melakukan tugasmu sampai engkau
menerima keputusanku. Aku menahan orang yang datang kepadaku mengadukan
dirimu.”[23]
Akhirnya para sahabat itu kembali ke madinah dengan
membawa surat tersebut. Kemudian memberitahukan isi surat dan kisah utusan
tersebut. Peristiwa ini membuat seluruh penduduk madinah gempar dan benci terhadap Usman. Melihat hal ini,
kemudian Ali bersama beberapa sahabat menemui Usman untuk mengklarifikasi
tentang surat tersebut. Usman membenarkan tentang utusan serta onta yang
dinaiki pemuda tersebut, namun beliau membantah telah menulis surat itu, dan
diketahui bahwa yang menulis surat tersebut adalah Marwan. Mereka meminta
Khalifah Usman menyerahkan Marwan, tetapi ditolak oleh Khalifah. [24]
Pada saat itu Ali mendengar desas-desus tentang
adanya orang yang ingin membunuh Usman, lalu ia berkata “ Yang kita inginkan
darinya adalah Marwan bukan pembunuhan Usman.” Kemudian Ali memerintahkan
kepada Hasandan Husein untuk menjaga rumah Usman, agar jangan sampai ada
seseorangpun masuk ke rumah Usman. Rumah Usman pun dijaga dengan lebih ketat,
namun secara sembunyi-sembunyi pemberontak dapat masuk ke rumah Usman dan
berhasil menebaskan pedangnya sehingga Khalifah Usman terbunuh.Menurut riwayat
yang shahih, khalifah Usman dibunuh dibunuh pada pertengahan hari Tasriq
tahun ke -35 Hijriah.[25]
PENUTUP
Fakta
dan sumber sejarah adalah sesuatu yang sangat penting dalamsejarah. Tanpa
keduanya, tidak akan ada sejarah. Fakta dan sumber sejarah tadidikonstruk oleh
sejarawan untuk menjadi sebuah narasi yang dapat difahami olehpembaca sejarah.
Dalam aktifitas konstruksi ini, biasanya terjadi“permasalahan” yang menjadikan
sejarah menjadi “tidak baik”. Hal ini karenasecara konseptual, dapat dikatakan
bahwa sejarawan selalu dipengaruhi olehfaktor internal, yakni faktor yang ada
dalam dirinya, dan faktor eksternal,yaitufaktor yang berada di luar dirinya.
Faktor internal dapat berupa perasaan sukaatau tidak suka, ideologi, aliran dan
lain sebagainya. Sedang faktor eksternaldiantaranya adalah pandangan dunia,
konteks sosial-politik dan sosio-budayayang berkembang dan menjadi mainstream
saat sejarah ditulis.
Sumbersejarah
Islam pada masa ini adalah sumber sejarah periwayatan,dokumen-dokumen resmi,
dan sumber tertulis dalam bentuk buku-buku. Sumberperiwayatan ini mengambil dan
mengadopsi bagaimanamasalah-masalah agama,khususnya hadis Nabi ditransfer dari
sahabat satu ke yang lain atau ke tabi’in,lalu dari tabi’in ke tabi’in-
tabi’in dan begitu seterusnya. Ini adalah kelanjutan daritradisi lisan di
Arabia yang sudah ada sejak masa pra-Islam (jahiliyah) dan tetapberlangsung hingga
masa Umayyah dan Abbasiyah. Tradisi lisan adalah tradisiutama masyarakat Arab,
hingga tradisi tulis tidak menjadi perhatian utamamereka. Tradisi ini pada masa
pra-Islam telah memunculkan pengkisah danpencerita (story teller) yang
selanjutnya, pada masa Islam, ditambah denganmunculnya ahli hadis dan perawi
hadis. Dengan demikian, perkembangan tradisilisan di Arabia adalah sejalan dan
bersamaan dengan perkembangnya tradisikesukuan dan keagamaan. Belakangan juga
kekuasaan, baik itu khilafah ataupun daulah. Kepentingan tiga hal tersebutlah
yang yang menjadi motivasi penulisansejarah awal Islam. Hal ini sekaligus
menjadi awal munculnya tradisi tulis dalamIslam.
Pada
akhir masa khulafaurrasyidin dan awal dinasti bani Umayyahmuncullah para
pengkisah dan perawi yang berlatar belakang kesukuan Arab danaliran, khususnya
aliran teologi Islam ataupun aliran politik. Mereka inikebanyakan muncul di
daerah Irak, baik itu di Kufah, Bashrah, maupun diBagdad dan menjadi pengikut
fanatik Ali bin Abi Thalib serta keturunan-keturunannya dan pendukung golongan
Syi’ah. Mereka-mereka itu, diantaranya, adalah Abu Mihnaf, Urwan bin Hakam,
al-Ya’kubi, dan al-Mas’udi. Al-Ya’kubi dan al-Mas’udi muncul pada masa dinasti
bani Abbasiyah.
DAFTAR PUSTAKA
Black, Anthony.Pemikiran
Politik Islam Dari masa Nabi hingga Masa Kini. Jakarta: PT Serambi Ilmu
Semesta, 2006.
Sou’yb,Joesoef.Sejarah
Daulat Khulafaur Rasyidin. Jakarta: Bulan Bintang, 1979.
Maryam, Siti dkk.Sejarah
Peradaban Islam dari Masa Klasik Hingga Modern. Yogyakarta: LESFI, 2004.
Muhammad Khalid,
Khalid.Mengenal Pola Kepemimpinan Umat Dari Karakteristik Perihidup Khalifah
Rasullallah, terj. Mahyuddin Syaf dkk. Cet. VII. Bandung: CV Diponegoro,
1997.
Nu’man,Syibli.Umar
yang Agung. Bandung: Penerbit Pustaka, 1981.
Shiddiqi,Nourouzzaman.Tamaddun
Muslim. Jakarta: Bulan Bintang, 1986.
Al-Buthy, Muhammad Said
Ramadhan.Sirah Nabawiyah (Jakarta: Rabbani Press, 1999.
[1]Antony Black, Pemikiran
Politik Islam Dari masa Nabi hingga Masa Kini, (Jakarta: PT Serambi Ilmu
Semesta, 2006) hlm. 47.
[2]Joesoef Sou’yb, Sejarah
Daulat Khulafaur Rasyidin, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979) hal. 320.
[3]Joesoef Sou’yb, Sejarah…,hlm.
320.
[4]Siti Maryam dkk., Sejarah
Peradaban Islam dari Masa Klasik Hingga Modern, (Yogyakarta: LESFI, 2004)
hlm. 46.
[5]Siti Maryam dkk., Sejarah…,
hlm. 46.
[6]Siti Maryam dkk., Sejarah…,
hlm. 46.
[7]Khalid Muh. Khalid, Mengenal
Pola Kepemimpinan Umat Dari Karakteristik Perihidup Khalifah Rasullallah,
terj. Mahyuddin Syaf dkk. Cet. VII, (Bandung: CV Diponegoro:1997) hlm. 283
[8]Muhammad Said Ramadhan
al-Buthy, Sirah Nabawiyah,terj. Aurur Rafiq Shaleh Tamhid, (Jakarta:
Rabani Press, 1999) hlm. 549.
[9]Baca Riwayat Hidup
Abubakar sampai pada awal pemerintahan Khalifah Umar pada Joesoef Sou’yb, Sejarah
Daulat Khulafaur Rasyidin, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979) hlm. 127-136.
[10]Baca “Merebut
Iskandariah Kembali” pada Joesoef Sou’yb, Sejarah Daulat Khulafaur Rasyidin,
(Jakarta: Bulan Bintang, 1979) hlm. 334-349.
[11]Khalid Muh. Khalid, Mengenal
Pola Kepemimpinan Umat dari Karakteristik Perihidup Khalifah Rasulallah,
terj. Mahyuddin Syaf dkk., (Bandung: CV Diponegoro, 1997), hlm. 349-357.
[12]Joesoef Sou’yb, Sejarah...,
hlm. 334-349.
[13]Syibli Nu’man, Umar
yang Agung, (Bandung: Penerbit Pustaka, 1981), hlm. 264-276.
[14]Nourouzzaman Shiddiqi,
Tamaddun Muslim, (Jakarta: Bulan Bintang, 1986), hlm. 117-118.
[15]Nourouzzaman Shiddiqi,
Tamaddun…,hlm. 119-123.
[16]Joesoef Sou’yb, Sejarah...,
hlm. 338-339.
[17]Joesoef Sou’yb, Sejarah…,hlm.
338-339.
[18]Joesoef Sou’yb, Sejarah...,hlm.
338-339.
[19]Joesoef Sou’yb, Sejarah...,hlm.
387.
[20] Muhammad Said Rmadhan
al-Buthy, Sirah Nabawiyah (Jakarta: Rabbani Press, 1999), hlm.551-552.
[21] Ebook Sejarah
Islam masa Khulafaur Rasyidin, hlm. 20.
[22] Ebook Sejarah
Islam masa Khulafaur Rasyidin, hlm. 20.
[23] Muhammad Said Rmadhan
al-Buthy, Sirah..., hlm. 552.
[24] Muhammad Said Rmadhan
al-Buthy, Sirah..., hlm. 553.
[25] Muhammad Said Rmadhan
al-Buthy, Sirah..., hlm. 555.