Sunday, February 14, 2016

REINTERPRETASI SEJARAH USMAN BIN AFFAN

PENDAHULUAN

Pada umumnya, penulisan sejarah Usman bin Affan, sahabat dan suami daridua putri Nabi Muhammad SAW dilukiskan sangat negatif. Ia dituduh sebagaipemimpin yang korup, suka menghamburkan harta untuk kesenanganpribadi dankerabat,nepotis, dan menggunakan kekuasaan di luar haknya. Selama masa pemerintahan Usman, mengemuka pertentangan antara keluarganya dan kelompok-kelompok lain yang meyakini bahwa mereka diperlakukan tidak adil dalam urusan pembagian harta kekayaan dan harta yang didapatkan dari penaklukan. Usman kemudian dibunuh dan lawan-lawannya mendukung Ali sebagai khalifah baru. Usman dianggap telah meruntuhkan kedudukannya sebagai imam karena melanggar ketentuan syariat.[1] Kebaikannya dalammenjalankan tugas sebagai Khalifah, sebanding dengan kekurannya. Kelemahandan kebijakannya selama iamenjadi khalifah pada separuh kedua masakekhalifahannya, memicu adanyapemberontakan dan unjuk rasa yangmenyebabkannya terbunuh, dan pada gilirannyaperistiwa semua itu menyebabkanlemahnya negara Madinah. Demikianlah gambaranUsman bin Affan dalam sejarahIslam. Pencintraan negatif ini seolah-olah menjadi fakta sejarah yang benar dantidak terbantahkan, akibatnya adalah bahwa pembaca sejarah Islam, baik itu darikalangan mahasiswa atau lainnya akan mempunyai persepsi yang sama.
Gambaran negatif tentang diri Usman dalam banyak tulisan sejarah Islam,padagilirannya menimbulkan banyak pertanyaan; Apakah betul Usman bin Affanadalah seorang koruptor dan suka menghamburkan harta untuk kesenangan pribadidan  keluarga, bukankan dia adalah orang yang kaya raya sejak sebelum masukIslam dan bahkan sangat suka menyumbangkan hartanya untuk  Islam?. Apakahbetul dia seorang nepotis, bukankan ada Khalifah lain yang melakukan hal serupa,tapi mengapa ia tidakdicap sebagai nepotis?. Apakah ia adalah orang yang tidakamanah, sehingga kekuasaan yang ia pegang ia gunakan  di luar haknya?, danapakah betul dia adalah orang yangsangat lemah dan penyebab kehancuran negaraMadinah?. Pertanyaan lantas berkembang semakin dalam, apakah orang yangdijamin masuk sorga oleh Nabi itu adalah orang yang demikian buruk?, danpertanyaan selanjutnya semakin sulit dijawab, mengapa Nabi Muhammad SAWmengambil menantu dia, bahkan memberikan dua anak perempuannya untukdinikahinya, kalau dia begitu  adanya, bukankan  masih banyak sahabat  Nabi yanglebihbaik darinya?”, dan masih banyak lagi pertanyaan lain yang tidak kalahmenggelitiknya.Pertanyaan kritis terhadap sejarah Islam klasik sangatlah penting, sebabsangat mungkin para pengkisah dan penulis sejarah Islam awal terkooptasipenguasa sehingga penulis sejarah berusaha menulis sejarah sejalan dengankemauan penguasa, atau karena metodologinya yangmemang tidak pas, sehinggatulisan sejarah Islam tersaji sebagai mana yangdidapat dari sumber sejarah. Hal initidak mustahil, sebab penulisan sejarah kebanyakan ditulis pada masa BaniAbbasiyah, golongan yang mempunyai sejarah persaingan dan permusuhan denganBani Umayyah sejak lama,bahkan sejak masa jahiliyah, di mana Usman bin Affanberada pada pihak Bani Umayyah, golongan yang bertentangan dengan BaniAbbasiyah tersebut.

PEMBAHASAN

A.      Terpilihnya Usman Bin Affan Sebagai Khalifah
Khalifah Abu bakar, menjelang meninggal telah menampak calon utama untuk menggantikannya yaitu Umar bin Khotob. Setelah meninjau pendapat beberapa tokoh dan ternyata calonnya itu dapat diterima maka sejarah amat mencatat ucapannya di dalam pengumuman calon tersebut, berbunyi: “Apakah kamu semuanya rela terhadap calon yang saya tunjuk itu? Aku sendiri, demi Allah, telah mempertimbangkannya dengan cermat. Aku tidak menunjuk dari lingkungan keluargaku. Aku menunjuk Umar bin Khattab. Silahkan menerimanya dan mematuhinya.”[2]
Kepada Umar bin Khattab sendiri iapun menitipkan pesan berbunyi: “Anda jangan sampai menunjuk dan mengangkat keluarga Al Khattab untuk memperkuda tengkuk Ummat.”[3]Hal ini dilakukan oleh khalifah Umar menjelang meninggalnya. Khalifah umar tidak memilih keluarganya sendiri untuk menggantikannya sebagai Khalifah. Pemilihan Usman sebagai Khalifah dilakukan oleh pembesar-pembesar kaum muslim yang ditunjuk oleh khalifah Umar. Khalifah Umar menunjuk enam orang calon pengganti yang menurut pengamatannya dan pengamatan mayoritas kaum muslim pantas untuk menggantikannya sebagai Khalifah.[4]Khalifah Umarmenjelang meninggalnya tidak menetapkan calon utama karena diliputi keraguan untuk menetapkan salah satu dari enam tokoh besar yang mendampinginya selama ini dan menempati kedudukan sebagai para penasihat baginya yaitu Arbab-al-Syura.[5]
                 Seteleah meninggalnya Umar bin Khattab, Abu Thulhah Al Anshari bersama Mikdad ibn Aswad Al Anshari segera mengumpulkan enam tokoh itu untuk melaksanakan perundingannya di dalam rumah Musawwar ibn Mukhrimat.[6]Setelah mengalami perundingan yang cukup lama dan melalui berbagai macam pertimbangan yang dilakukan oleh ke enam tokoh pembesar muslim pada saat itu, akhirnya mereka memilih Usman bin Affan sebagai Khalifah pengganti Umar.
Usman bin Affan adalah seorang tokoh yang mendapat Panggilan dan seruan takdir diantara golongan elite kaum Quraisy dan pilihan Arab.[7] Kedekatannya dengan kaum Quraisy karna faktor keturunan membuat terpilihnya Usman disebut-sebut menjadi faktor utama yang mempengaruhi hal tersebut, karena pada saat itu watak keras yang dimiliki khalifah sebelumnya yaitu Umar bin Khattab tidak disukai oleh kebanyakan kaum Quraisy. Selain itu sikap lemah lembut dan selalu menjalin hubungan dengan kaum Quraisy juga sangat mempengaruhi terpilihnya Usman menjadi Khalifah.[8]

B.    Kondisi Masyarakat Masa Usman
Setelah Abu Bakar berhasil menumpas gerakan riddat (gerakan belot agama)yang diikuti munculnya nabi-nabi palsu, maka gerakan ekspansi wilayah Islamberjalan dengan sangat cepat. Negara dalam keadaan sangat stabil dan fokusselanjutnya adalah ekspansi. Umar bin Khattab penggantiAbu Bakar meneruskangerakan ekspansi yang sudah dimulai masa AbuBakar dari Irak, selanjutnya Parsi,lalu ke wilayah Syam. Saat Pasukan Islam berhadapan dengan pasukan Romawi diwilayah Syiria, Abu Bakar meninggal dunia, dan Umar sebagai penggantimeneruskan ekspansi tersebut yang berakhir dikuasainya wilayah tersebut olehpasukan Islam.[9] Dari sini perluasan wilayah terus berlanjut ke Mesir. Di bawahpanglima perang Amr bin Ash, negeri Fir’aun ini berhasil dikuasai dan menjadibagian dari wilayah Islam yang berpusat di Madinah.[10]
Cepatnya perluasan wilayah Islam ternyata menyebabkan perubahandalammasyarakat Arab juga berlangsung dengan cepat pula. Masyarakat Arab yangselama itu hanya berkutat di wilayah Arabia yang tandus, kering, dan sulit segeratertarik dengan kehidupan yang lebih enak dan wilayah yang lebih makmur, yangsangat sulit didapatkan di wilayah Madinah atau Arabia. Namun demikian,cepatnya perubahan taraf kehidupan mereka tidak segera merubah karaktermasyarakat Arabia yang asli. Mereka adalah masyarakatyang terbiasa hidup bebas.Kehidupan bebas itu akibat dari tidak pernahnya mereka mempunyai kerajaan yangmengatur kehidupannya. Kondisi geografis  yang sulit, tandus, dan kondisimasyarakatnya yang  sulit  diatur  itu  adalah  salah satu alasan tidak tertariknyakerajaan lain mengusai wilayah itu, selain dari pada peradaban yang masih belumtinggi.
Dengan kondisi yang demikian, tidak ada sesuatu yang menjadi tempatperlindungan mereka apabila mendapati kesulitan. Satu-satunya yang bisamenolongnya dari kesulitan adalah sukunya. Namun demikian, tidak ada satupunorang yang bisa memaksa masyarakat Arabia untuk atau tidak berbuat sesuatu.Permasalahan ini menjadi serius ketiaka gelombang perpindahan pendudukdari Arabia ke wilayah-wilayah subur Irakberlangsung semakin marak, mereka yang berimigrasi kebanyakan adalahorang-orang Islam dari Arabia utara, yang sangat terkenal sebagai bangsa nomad,dengan  rasa  indepensinya  yang  sangat  kuat.
Mereka  datang  dan bergabung ke amshar-amshar (tempat-tempat pemusaatan pasukan) di Kufah, Bashrah, dan Fusthath. Di tempat barunya ini,mereka tetap dengan sifat independesi mereka dan rasa ashabiyahnya(kesukuan),  tanpamerasa perlu untuk tunduk kepada aturan-aturan yang ada di amshar-amshar yangdibuat oleh pemerintah pusat di Madinah. Bahkan mereka menganggap bahwaaturan-aturan itu adalah aturan-aturan yang tidaksah.Perpindahan penduduk ini membawa konsekwensi-konsekwensi lain, yaitumunculnya kembali konflik lama antara Arab utara (Mudlar) denganArab Selatan(Himyar). Orang-orang Arab selatan adalah orang yang sudah berbudaya tinggi,mereka sudah hidup menetap dan pernah mempunyai kerajaan yang sangat besardan tenteram serta hidup dalam kemakmuran. Kemakmuran itu ditunjang olehadanya bendungan besar yang bernama “Ma’rib” untuk mengatur pengairan dinegerinya. Namun ketika bendungan Ma’rib runtuh, kehidupan mereka menjadisulit, dan mereka menjadi terceraiberai, sebagian dari mereka berimigrasi ke Syiria.[11]

C.    Pengaruh Kebijakan Usman bin Affan
Di tempat yang baru, orang-orang Arab Selatan tetap berprofesi sebagai petani, keahlian turun-temurun di Yaman sebelum runtuhnya bendungan Ma’rib. Saat Syiria dibebaskanoleh Islam dari kekuasaan Romawi Timur, para pemilik tanah ini tetap di daerahmereka dan memiliki tanah-tanah mereka.Sehingga tidak semua tanah bisa dibagike para pejuang Islam. Mereka yang memeluk Islam dikenakan pajak atastanah-tanah pertanian mereka, tetapi yang tidak memeluk Islam dan tetap dalamagamanya terdahulu, maka baginya adalah kewajiban mengeluarkan pajak tanah dan pajak kepala. Berdasar pertimbangan bahwa sangat sedikittanah yang dapat dibagi kepada pejuang muslim, dan atas dasar strategi untuk dapatmenangkis serangan Romawi Timur (Byzantium) yang belum dapat ditaklukkansecara total, maka Usman mengambil kebijakan untuk tetapmeneruskan kebijakanKhalifah Umar bin Khattab, yaitu menjadikan wilayah Syria sebagai wilayah yangtertutup bagi pendatang baru.[12]
Sementara itu suku-suku Arab utara yang masih berbudaya nomaden, yangberimigrasi ke wilayah Irak tersebut belum mempunyai keahliah dalam bertani,sebab dahulu mereka hidup sebagai peternak dengan hidup yang berpindah-pindah.Di Irak mereka tinggal di amshar-amshar sebagai muqatil (tentara).
Di wilayah Irakbanyak  terdapat  tanah-tanah  yang  ditinggal oleh pemiliknya ketika wilayah itudibebaskan oleh pasukan-pasukan Islam dari kekuasan Kaisar Persia. Tanah-tanahitu lantas dikuasaioleh para pasukan Islam sebagai tanah lawatan. Berbeda dengandi wilayah  Persia, sungguhpun yang tidak mau berada dalam kekuasaan Islammenyusul ambruknya kekaisaran Persia tidak terlalu banyak, namun mereka-mereka itu adalah tuan-tuan tanah yangkepimilikan tanahnya sangat luas. Untukmenghindarkan timbulnya tuan-tuan tanah “land lord” baru yang akanmengakibatkan terjadinya feodalisme dikalangan masyarakat Islam, yang bisa jadiakan menimbulkan kesulitan dalam melaksanakan pembinaan danyang akanmenggoyahkan Negara, serta menimbulkan kepincangan dan ketidak-merataansosial, maka Umar bin Khattab menjadikan daerah ini sebagai daerah terbuka bagipendatang baru. Lebih dari pada itu, Umar bin Khattab menjadikan semua tanahrampasan dan barang yang tidak bergerak menjadi milik Negara.[13] Kebijakan inikelak oleh Usman bin Affan, saat menjadi khalifah, tetap dilanjutkan. Usmanmemang membagi-bagi tanahuntuk dikelola oleh orang-orang tertentu, akan tetapiia tetap menghindarkan  tanah untuk dikuasai oleh segelintir orang. Untuk itu iamembentuk lembaga pertukaran tanah, yang saat itu menjadi sangat urgen karenabanyaknya sahabat dan orang Islam yang pindah akibat meluasnya  wilayah  Islamjauh melewati batas-batas Arabia. Sebagaicontoh, Thalhah yang mempunyai tanahdi Madinah dan ingin mempunyai tanah di Irak, maka ia harus rela melepaskantanahnya yang di Madinah untuk keperluan umum dan kemudianditukar tanah diIrak. Demikian pula orang yang bernama al-Asy’ats, ia  harus  rela melepaskantanahnya yang ada di Yaman untuk ditukar dengan tanah di Irak.[14]
Kebijakan yang berbeda yang diambil oleh Umar bin Khattab yang lantasditeruskan oleh Usman bin Affan untuk wilayah Syiria dan Irak telah membuatkeresahan-keresahan, khususnya di wilayah Irak. Para ahlual-Qurra’, dimaksud disini adalah penduduk yang menetap di wilayah Irak, yang mana Banu Tamimmenjadi suku yang dominan, merasa diperlakukan tidak adil, karena Khalifahmembuat di dua tempat dengan kebijakan yang berbeda. Permaslahan ini menjadisemakin menjadi-jadi manakala Usman membagi-bagikan tanah kepada orang-orang tertentu untuk mengelola tanah tersebut. Kelak, banu Tamim inilah yangmenjadi inti dari gerakan Khawarij.[15]

D.    Keadaan Penuh Kesulitan
Dalam pada itu, keadaan di Mesir juga patut diperhatikan. Gubernur MesirAbdullah bin Sarh, dalam rangka membebaskan wilayah Afrika Utara, memerlukanbala tentara yang masih segar dan kuat, dan itu ada pada tentara yang masih muda-muda. Dalam rangka rekrutmen tentara yang muda-muda itu, ia menjajikan padanyauntuk diberi pembagian ghanimah yang lebih besar. Para veteran perang yangsudah berumur (senior) merasa bahwa tindakan gubernur tidaklah bijaksana, karenabagaimanapun para veteran adalah mereka yang sudah punya andil dan jasa yangsangat banyak dalam perjuangan sehingga wilayah Islam mencapai demikian luasitu. Pada dasarnya, para veteran tersebut tidak menuntut banyak dan muluk-muluk,hanya ingin bahwa ghanimah itu dibagi rata saja. Ketika hal ini belum tuntas,keresahan lain muncul dan bahkan lebih luas karena Abdullah bin Sarh menetapkanaturan-aturan yang lebih ketat untuk masalah keuangan dan perpajakan. Hal inidikarenakan Negara memerlukan keuangan yang banyak untuk penyediaanperlengkapan perang yang kuat khususnya dalam penyediaan angkatan laut dalamrangka menghadapi angkatan laut Romawi Timur yang berpangkalan di pulauCyprus dan Rhodes. Untuk itu, ia menaikkan pajak dan mengurangi pengeluaranyang bersifat tunjangan. Ammar bin Yasir, bekas gubernur Kufah masakekhilafahan Umar bin Khattab, yang diutus oleh Usman bin Affan untukmenyelesaikan permasalah itu kiranya tidak bisa berjalan sesuai harapan, karenabagaimanapun ia  adalah bagian dari generasi tua yang lebih condongkepada para vetereran. Di Madinah sendiri, permasalah tidak kurang peliknya.Tokoh-tokoh muda yang masih energik banyak yang berada di daerah, sementaratokoh-tokoh tua, di samping sebagian ada yang di daerah, juga banyak yang sibukdengan urusan masing-masing. Padahal semakin lama wilayah semakin luas, ituberarti permasalahan tidak semakin sedikit, tetapi semakin banyak dan semakinrumit. Semua hal itu, adalah konsekwensi dari luasnya wilayah Negara, dan mautidak mau, harus diatasi dan ditanggung oleh Khalifah Usman bin Affan.

E.     Usman bin Affan dalam Era Kemenangan-kemenangan
Peristiwa kemenangan-kemenangan Islam era Usman bin Affan dimulai dari peristiwa perebutan Iskandariah kembali yang setelah pada masa Umar pernah ditaklukan. Setelah pada masa Khalifah Umar Iskandariah telah ditaklukkan, dimasa Usman terjadi perebutan kembali oleh Roma sampai akhirnya bisa direbut lagi oleh kaum Muslimin. Peristiwa perebutan Iskandariah bermula dari pencopotan Amru bin Ash sebagai Al Wali yang digantikan oleh panglima Abdullah bin Abi-sarrah seorang perwira bawahan dari Amru bin Ash. Peristiwa itu berpangkal dari pada suatu kenyataan: pergantian pimpinan ketentaraan di Mesir, pemungutan yang meningkat, dan pasukan yang menjaga keamanan di bandar Iskandariah itu hanya berkekuatan seribu orang di bawah kepemimpinan Abdullah bin Abu Huzaifah[16] dan hal tersebut mendorong para pemuka kerajaan Romawi di Iskandariah untuk mengirimkan perutusan rahasia ke Konstantinopel untuk merayu Kaisar Constans II beserta para pembesar di Ibukota untuk melakukan penyerangan, dan akhirnya berhasil merebut Iskandariah kembali dari kaum muslimin.[17]
Peristiwa perebutan kembali Iskandariah oleh Romawi membuat Amru bin Ash diangkat kembali menjadi Al Wali. Dan pada masa kembali kepemimpinannya, Amru bin Ash berhasil merebut wilayah Iskandariah kembali melalui peperangan yang cukup sengit. Bandar Iskandariah yang dahulunya dikuasai melalui perjanjian damai, maka kini dikuasai dengan jalan kekerasan. Dengan begitu pula harta benda milik pihak Roma menjadi harta rampasan, baik harta bergerak maupun harta yang tetap, dan dibagikan kepada anggota pasukan Islam menurut ketentuan di dalam Syariat Islam.
Peristiwa selanjutnya dalam kemenangan-kemenangan era Usman adalah penaklukan pulau Cyprus, pulau Rodhes, pertempuran di Mounth Phoenix, mengamankan Azerbaijan dan Armenia, penguasaan Asia Tengah dan daerah-daerah lain di Asia.[18] Penaklukan-penaklukan ini membuat kekuasaan wilayah Islam semakin luas dan membuat pengaturan wilayah-wilayah tersebut menjadi semakin sulit untuk dikendalikan. Hal inilah yang membuat pemerintahan Khalifah Usman mengalami konflik-konflik internal yang mengakibatkan terbunuhnya Khalifah Usman. Fitnah-fitnah yang ditujukan kepada Khalifah Usman semakin menyebar luas dan menyebabkan kepercayaan masyarakat terhadap Usman semakin menurun dan terdapat upaya-upaya pemberontakan yang terjadi di era kepemimpinan Usman bin Affan.
Selain penguasaan wilayah-wilayah tertentu pada masa Usman bin Affan, pada era ini juga terjadi penaskahan kitab suci al-Qur’an. Penaskahan ini adalah jasa yang sangat besar yang membuat terhindarlah pemalsuan-pemalsuan teks al-Qur’an pada abad-abad selanjutnya. Dengan jasa Khalifah Usman itu maka terpenuhilah janji Allah SWT di dalam Q.S Al Hijri ayat 9 yang berbunyi: “Kami menurunkan al-Qur’an itu, dan sungguh, Kami pula yang memeliharanya.”
Demi memahamkan jasa Khalifah Usman itu dengan lebih meresap maka perlu dikenali perikeadaan dan pencatatan kitab suci al-Qur’an itu pada masa sebelum penaskahannya pada tahun 30 H./651 M. Ayat-ayat dari kitab suci al-Qur’an itu diwahyukan sewaktu di dalam bahasa Arab, dan hal itu berlangsung selama 13 tahun di kota Mekkah dan 10 tahun di Madinah-al-Munawaroh.[19]
Sebuah jasa besar yang dilakukan oleh Usman bin Affan selain penaklukan wilayah-wilayah tertentu dan juga penaskahan kitab suci al-Qur’an adalah perluasan Masjid di Tanah Suci. Diantaranya ialah perluasan Masjid Nabawi di Madinah dan Masjidil Haram di Mekkah.Dengan meluasnya wilayah kekuasaan Islam dewasa itu dan makin ramai kelompok-kelompok masyarakat disana memeluk agama Islam maka pada setiap Musim Haji ramailah rombongan-rombongan jemaah ke Tanah Suci.
Usaha untuk menelaah kembali dan mereinterpretasi sejarah kekhalifahan Usman bin Affan sangatpenting dan logis, karena sejarah Islam bagi umat muslim tidak hanya sejarah ansich, tetapi juga merupakan bagian dari keberagamaan mereka. Abu Bakar bukanhanya pemimpin negara, tapi juga pemimpin agama, demikian pula Umar binKhattab, juga Usman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib. Mereka semua adalahpemimpin dengan gelar yang tidak dipunyai banyak orang, yaitu al-Khulafa al-Rasyidun, dan juga al-Sabiqun al-Awwalun, juga bagian dari sepuluh orang yangoleh Nabi dijamin masuk surga. Karenanya, apabila pemimpin agama, yangbergelar al-rasyid(yang diberi petunjuk oleh Allah), orang yang pertama-tamamasuk Islam, dan yang dijamin oleh Nabi akan masuk sorga, adalah seorang dengan pribadi yang tidak baik, koruptor, nepotis, suka mengeruk harta negara untukkesenangan pribadi dan kerabat, maka mau tidak mau, agama Islam akan turuttercemar, dan kepercayaan mereka kepada para sahabat yang dinyatakan sebagaiorang yang baik dan jujur menjadi luntur.

F.     Awal fitnah dan Pembunuhan Usman
Usman menjabat sebagai khalifah selama dua belas tahun, dan tidak ada sesuatu yang dapat dijadikan celah untuk memdendamnya. Bahkan beliau lebih dicintai oleh orang-orang Quraisyi umumnya daripada Umar, karena Umar bersikap keras terhadap mereka, sedangkan Usman bersikap ramah dan selalu menjalin hubungan dengan mereka. Namun masyarakat mulai berubah sikap ketika beliau lebih mengutamakan kerabatnya dalam pemerintahan. Kebijakan yang dibuat tersebut berdasarkan pertimbangan silaturahmi yang merupakan salah satu perintah Allah SWT. akan tetapi kebijakan ini justru pada akhirnya menjadi sebsb pembunuhannya.[20]
Orang-orang menuduh Khalifah Usman melakukan nepotisme, dengan mengatakan bahwa beliau menguntungkan sanak saudaranya Bani Umayyah, dengan jabatan tinggi dan kekayaannya. Mereka juga menuduh pejabat-pejabat Umayyah suka menindas dan menyalahkan harta baitul maal. Disamping itu Khalifah Usman dituduh sebagai orang yang boros mengeluarkan belanja, dan kebanyakan diberikan kepada kaum kerabatnya sehingga hampir semuanya menjadi orang kaya.
Dalam kenyataannya, menurut Mufradi (1997:62) sebagaimana dikutip dari ebook Sejarah Islam masa Khulafaur Rasyidin, satu persatu kepemimpinan di daerah-daerah kekuasaan Islam diduduki oleh keluarga Khalifah Usman. Adapun pejabat-pejabat yang diangkat Usman antara lain:
1.     Abdullah bin Sa‘ad (saudara susuan Usman) sebagai wali Mesir menggantikan Amru bin Ash.
2.     Abdullah bin Amir bin Khuraiz sebagai wali Basrah menggantikan Abu Musa Al-Asyari.
3.     Walid bin Uqbah bin Abi Muis (saudara susuan Usman) sebagai wali Kufah menggantikan Sa‘ad bin Abi Waqos.
4.     Marwan bin Hakam (keluarga Usman) sebagai sekretaris Khalifah Usman.[21]
Pengangkatan pejabat di kalangan keluarga oleh Khalifah Usman telah menimbulkan protes keras di daerah dan menganggap Usman telah melakukan nepotisme. Namun Menurut Ali (1997:125) sebagaimana dikutip dari ebook Sejarah Islam masa Khulafaur Rasyidin, protes orang dengan tuduhan nepotisme tidaklah beralasan karena pribadi Usman itu bersih. Pengangkatan kerabat oleh Usman bukan tanpa pertimbangan. Hal ini ditunjukkan oleh jasa yang dibuat oleh Abdullah bin Sa‘ad dalam melawan pasukan Romawi di Afrika Utara dan juga keberhasilannya dalam mendirikan angkatan laut. Ini menunjukkan Abdullah bin Sa’ad adalah orang yang cerdas dan cakap, sehingga pantas menggantikan Amr ibn ‘Ash yang sudah lanjut usia. Hal lain ditunjukkan ketika diketahui Walid bin Uqbah melakukan pelanggaran berupa mabuk-mabukkan, ia dihukum cambuk dan diganti oleh Sarad bin Ash. Hal tersebut tidak akan dilakukan oleh Usman, kalau beliau hanya menginginkan kerabatnya duduk di pemerintahan.[22]
Namun sebenarmya penyebab utama dari semua protes terhadap Khalifah Usman adalah diangkatnya Marwan ibnu Hakam, karena pada dasarnya dialah yang menjalankan semua roda pemerintahan, sedangkan Usman hanya menyandang gelar Khalifah.
Mengenai pembunuhan Usman, Ibnu Asakir meriwayatkan dari az-Zuhri, ia berkata, “Aku pernah berkata kepada Sa’id bin Musayyab, ‘ceritakanlah kepadaku tentang pembunuhan Usman? Bagaimanakah hal itu bisa terjadi? Ibnul Musayyab berkata,’ Usman dibunuh secara aniaya. Pembunuhnya adalah dzalim dan penghianatnya adalah orang yang memerlukan ampunan.’” Kemudia Ibnul Musayyab menceritakan kepada az-Zuhri tentang hal itu.
Para penduduk Mesir datang mengadukan Ibnu Abi Sarh. Setelah pengaduan ini Usman menulis surat kepadanya yang berisikan nasihat dan peringatan terhadapnya namun Abu Sarh tidak menghiraukannnya bahkan mengambil sikap keras terhadap orang-orang yang mengadukannya. Selanjutnya, para tokoh sahabat, seperti Ali, Thalhah, dan Aisyah mengusulkan agar memecat dan menggantinya dengan orang lain. Kemudian mereka mengusulkan Muhammad bin Abu Bakar. Kemudia Usman mengangkatnya secara resmi. Surat keputusan ini dibawa oleh beberapa orang sahabat ke Mesir. Baru tiga hari perejalanan dari Madinah, tiba-tiba bertemu dengan seseorang pemuda berkendaraan onta, kemudian menghentikannya. Kemudian para sahabat menemukan surat yang dibawa oleh pemuda yang mengaku utusan Amirul Mu’minin tersebut yang berisikan “Jika Muhammad beserta si fulan dan si fulan datang kepadamu, bunhlah mereka dan batalkanlah suratnya. Dan tetaplah engkau melakukan tugasmu sampai engkau menerima keputusanku. Aku menahan orang yang datang kepadaku mengadukan dirimu.”[23]
Akhirnya para sahabat itu kembali ke madinah dengan membawa surat tersebut. Kemudian memberitahukan isi surat dan kisah utusan tersebut. Peristiwa ini membuat seluruh penduduk madinah gempar  dan benci terhadap Usman. Melihat hal ini, kemudian Ali bersama beberapa sahabat menemui Usman untuk mengklarifikasi tentang surat tersebut. Usman membenarkan tentang utusan serta onta yang dinaiki pemuda tersebut, namun beliau membantah telah menulis surat itu, dan diketahui bahwa yang menulis surat tersebut adalah Marwan. Mereka meminta Khalifah Usman menyerahkan Marwan, tetapi ditolak oleh Khalifah. [24]
Pada saat itu Ali mendengar desas-desus tentang adanya orang yang ingin membunuh Usman, lalu ia berkata “ Yang kita inginkan darinya adalah Marwan bukan pembunuhan Usman.” Kemudian Ali memerintahkan kepada Hasandan Husein untuk menjaga rumah Usman, agar jangan sampai ada seseorangpun masuk ke rumah Usman. Rumah Usman pun dijaga dengan lebih ketat, namun secara sembunyi-sembunyi pemberontak dapat masuk ke rumah Usman dan berhasil menebaskan pedangnya sehingga Khalifah Usman terbunuh.Menurut riwayat yang shahih, khalifah Usman dibunuh dibunuh pada pertengahan hari Tasriq tahun  ke -35 Hijriah.[25]




PENUTUP

Fakta dan sumber sejarah adalah sesuatu yang sangat penting dalamsejarah. Tanpa keduanya, tidak akan ada sejarah. Fakta dan sumber sejarah tadidikonstruk oleh sejarawan untuk menjadi sebuah narasi yang dapat difahami olehpembaca sejarah. Dalam aktifitas konstruksi ini, biasanya terjadi“permasalahan” yang menjadikan sejarah menjadi “tidak baik”. Hal ini karenasecara konseptual, dapat dikatakan bahwa sejarawan selalu dipengaruhi olehfaktor internal, yakni faktor yang ada dalam dirinya, dan faktor eksternal,yaitufaktor yang berada di luar dirinya. Faktor internal dapat berupa perasaan sukaatau tidak suka, ideologi, aliran dan lain sebagainya. Sedang faktor eksternaldiantaranya adalah pandangan dunia, konteks sosial-politik dan sosio-budayayang berkembang dan menjadi mainstream saat sejarah ditulis.
Sumbersejarah Islam pada masa ini adalah sumber sejarah periwayatan,dokumen-dokumen resmi, dan sumber tertulis dalam bentuk buku-buku. Sumberperiwayatan ini mengambil dan mengadopsi bagaimanamasalah-masalah agama,khususnya hadis Nabi ditransfer dari sahabat satu ke yang lain atau ke tabi’in,lalu dari tabi’in ke tabi’in- tabi’in dan begitu seterusnya. Ini adalah kelanjutan daritradisi lisan di Arabia yang sudah ada sejak masa pra-Islam (jahiliyah) dan tetapberlangsung hingga masa Umayyah dan Abbasiyah. Tradisi lisan adalah tradisiutama masyarakat Arab, hingga tradisi tulis tidak menjadi perhatian utamamereka. Tradisi ini pada masa pra-Islam telah memunculkan pengkisah danpencerita (story teller) yang selanjutnya, pada masa Islam, ditambah denganmunculnya ahli hadis dan perawi hadis. Dengan demikian, perkembangan tradisilisan di Arabia adalah sejalan dan bersamaan dengan perkembangnya tradisikesukuan dan keagamaan. Belakangan juga kekuasaan, baik itu khilafah ataupun daulah. Kepentingan tiga hal tersebutlah yang yang menjadi motivasi penulisansejarah awal Islam. Hal ini sekaligus menjadi awal munculnya tradisi tulis dalamIslam.
Pada akhir masa khulafaurrasyidin dan awal dinasti bani Umayyahmuncullah para pengkisah dan perawi yang berlatar belakang kesukuan Arab danaliran, khususnya aliran teologi Islam ataupun aliran politik. Mereka inikebanyakan muncul di daerah Irak, baik itu di Kufah, Bashrah, maupun diBagdad dan menjadi pengikut fanatik Ali bin Abi Thalib serta keturunan-keturunannya dan pendukung golongan Syi’ah. Mereka-mereka itu, diantaranya, adalah Abu Mihnaf, Urwan bin Hakam, al-Ya’kubi, dan al-Mas’udi. Al-Ya’kubi dan al-Mas’udi muncul pada masa dinasti bani Abbasiyah.



DAFTAR PUSTAKA

Black, Anthony.Pemikiran Politik Islam Dari masa Nabi hingga Masa Kini. Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2006.
Sou’yb,Joesoef.Sejarah Daulat Khulafaur Rasyidin. Jakarta: Bulan Bintang, 1979.
Maryam, Siti dkk.Sejarah Peradaban Islam dari Masa Klasik Hingga Modern. Yogyakarta: LESFI, 2004.
Muhammad Khalid, Khalid.Mengenal Pola Kepemimpinan Umat Dari Karakteristik Perihidup Khalifah Rasullallah, terj. Mahyuddin Syaf dkk. Cet. VII. Bandung: CV Diponegoro, 1997.
Nu’man,Syibli.Umar yang Agung. Bandung: Penerbit Pustaka, 1981.
Shiddiqi,Nourouzzaman.Tamaddun Muslim. Jakarta: Bulan Bintang, 1986.
Al-Buthy, Muhammad Said Ramadhan.Sirah Nabawiyah (Jakarta: Rabbani Press, 1999.



[1]Antony Black, Pemikiran Politik Islam Dari masa Nabi hingga Masa Kini, (Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2006) hlm. 47.
[2]Joesoef Sou’yb, Sejarah Daulat Khulafaur Rasyidin, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979) hal. 320.
[3]Joesoef Sou’yb, Sejarah…,hlm. 320.
[4]Siti Maryam dkk., Sejarah Peradaban Islam dari Masa Klasik Hingga Modern, (Yogyakarta: LESFI, 2004) hlm. 46.
[5]Siti Maryam dkk., Sejarah…, hlm. 46.
[6]Siti Maryam dkk., Sejarah…, hlm. 46.
[7]Khalid Muh. Khalid, Mengenal Pola Kepemimpinan Umat Dari Karakteristik Perihidup Khalifah Rasullallah, terj. Mahyuddin Syaf dkk. Cet. VII, (Bandung: CV Diponegoro:1997) hlm. 283
[8]Muhammad Said Ramadhan al-Buthy, Sirah Nabawiyah,terj. Aurur Rafiq Shaleh Tamhid, (Jakarta: Rabani Press, 1999) hlm. 549.
[9]Baca Riwayat Hidup Abubakar sampai pada awal pemerintahan Khalifah Umar pada Joesoef Sou’yb, Sejarah Daulat Khulafaur Rasyidin, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979) hlm. 127-136.
[10]Baca “Merebut Iskandariah Kembali” pada Joesoef Sou’yb, Sejarah Daulat Khulafaur Rasyidin, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979) hlm. 334-349.
[11]Khalid Muh. Khalid, Mengenal Pola Kepemimpinan Umat dari Karakteristik Perihidup Khalifah Rasulallah, terj. Mahyuddin Syaf dkk., (Bandung: CV Diponegoro, 1997), hlm. 349-357.
[12]Joesoef Sou’yb, Sejarah..., hlm. 334-349.
[13]Syibli Nu’man, Umar yang Agung, (Bandung: Penerbit Pustaka, 1981), hlm. 264-276.
[14]Nourouzzaman Shiddiqi, Tamaddun Muslim, (Jakarta: Bulan Bintang, 1986), hlm. 117-118.
[15]Nourouzzaman Shiddiqi, Tamaddun…,hlm. 119-123.
[16]Joesoef Sou’yb, Sejarah..., hlm. 338-339.
[17]Joesoef Sou’yb, Sejarah…,hlm. 338-339.
[18]Joesoef Sou’yb, Sejarah...,hlm. 338-339.
[19]Joesoef Sou’yb, Sejarah...,hlm. 387.
[20] Muhammad Said Rmadhan al-Buthy, Sirah Nabawiyah (Jakarta: Rabbani Press, 1999), hlm.551-552.
[21] Ebook Sejarah Islam masa Khulafaur Rasyidin, hlm. 20.
[22] Ebook Sejarah Islam masa Khulafaur Rasyidin, hlm. 20.
[23] Muhammad Said Rmadhan al-Buthy, Sirah..., hlm. 552.
[24] Muhammad Said Rmadhan al-Buthy, Sirah..., hlm. 553.   
[25] Muhammad Said Rmadhan al-Buthy, Sirah..., hlm. 555.